TintaSiyasi.com -- Ketika hak rakyat tak diselenggarakan dengan sepenuh hati, janji tinggallah janji. Maka, akan ada beribu suara yang bersatu padu. Suara dari kumpulan orang-orang yang memiliki gelar mahasiswa. Mereka turun ke jalan tuk sampaikan isi hati masyarakat.
Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Padang (BEM UNP) bersama ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM Sumatra Barat (BEM SB), gelar aksi guna mengevaluasi dua tahun kepemimpinan Mahyeldi-Audy sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar, di Depan Kantor Gubernur Sumbar (Ganto, 1/3/2023).
Aksi yang digelar bertujuan untuk menuntut bukti nyata serangkaian janji Mahyeldi-Audy semasa kampanye untuk menyejahterakan masyarakat Sumbar. Semboyan yang diangkat yaitu "Sumbar Masih Merana dalam Janji (Sumbar Madani)". Penyampaian aspirasi dimulai pukul 15.00 WIB hingga selesai.
Beraksinya Mahasiswa
Serangkaian janji seolah memberikan harapan baru pada masyarakat. Namun, yang ditemui malah sebaliknya masyarakat hanya bisa menunggu dan terus menunggu sederet harapan. Pedih, namun inilah kenyataan yang harus dihadapi saat ini.
Hingga, muncul kesadaran mahasiswa yang menginginkan perubahan. Inilah saatnya mahasiswa bergerak agar ketimpangan segera berakhir. Demo yang terselenggara bukan tanpa sebab, aksi demo digelar dengan didasari adanya ketidakbenaran pemerintah dalam mengurus kepentingan masyarakat.
Gerakan yang dilakukan mahasiswa dalam mengevaluasi kinerja pemerintah yang menzalimi masyarakat patut diapresiasi positif. Dikarenakan mahasiswa telah menunjukkan rasa kepekaan dan kepedulian terhadap problem politik bangsa. Hal ini adalah bagian dari karakter mahasiswa itu sendiri, namun kontribusi ini apakah cukup sampai disini dan dapat menyelesaikan masalah di dalam negeri ini?
Perlu Kesadaran Penuh
Bukannya tak tau, tapi tak dapat bertindak. Mungkin seperti itulah gambaran yang bisa diukirkan melihat realita kebijakan demi kebijakan pemerintah yang tak kunjung mewujudkan harapan masyarakat.
Janji adalah utang, utang mesti dibayar. Slogan ini seakan tak berlaku lagi di wilayah yang menjunjung tinggi falsafah "Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah". Buktinya terdapat sederet rangkaian janji semasa kampanye tak berwujud nyata.
Padahal Allah melalui lisan Rasulullah tak pernah main-main menetapkan sanksi yang akan diterima oleh orang yang ingkar janji. Mulai dari tak diterimanya taubat dari sang pengingkar janji maupun tebusan darinya.
"Barang siapa tidak menepati janji seorang muslim, niscaya ia mendapat laknat Allah, malaikat, dan seluruh manusia. Tidak diterima darinya taubat dan tebusan." (HR. Bukhari dan Muslim).
Dimulai dari tangis pedih guru honorer yang menerima gaji dibawah kata sejahtera, bahkan hanya untuk menafkahi diri sendiri saja tak bisa. Hingga meningkatnya impor beras besar-besaran di wilayah penghasil beras terbesar, dan sederet kepelikan dibidang lainnya yang tak dapat disebutkan satu persatu.
Tidakkah penguasa sadar akan beratnya beban tanggung jawab yang dipikul di akhirat nantinya? Dimana setiap kebijakan yang dikeluarakan akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah secara langsung tanpa ada tabir yang menghalangi. Sebagaimana perkataan Rasulullah dalam sebuah hadis yang berbunyi sebagai berikut, "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Induknya Kapitalisme
Rangkaian masalah tersebut tak terlepas dari bercokolnya sistem kapitalisme sekuler. Sistem yang terus dipupuk dengan berbagai cara agar tetap subur. Dipupuk oleh pengusung maupun pendukung sistem rusak baik secara sadar maupun tak sadar. Hingga mampu tumbuh subur di multileveldimensi kehidupan masyarakat. Meskipun banyak hama yang ditimbulkan, tapi tak menyurutkan pendukung yang sadar akan kebobrokannya untuk berganti ke sistem yang mampu mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat.
Inilah waktunya mahasiswa harus mengkaji secara mendalam bahwa berbagai problem bangsa ini muncul bukan hanya terletak pada pribadi penguasa. Akan tetapi terdapat andil dari rahim demokrasi yang pondasinya adalah sekularisme dibawah naungan kapitalisme.
Mahasiswa diharapkan menjadi inisiator dan katalisator dalam proses perubahan. Pun, keadaan mahasiswa di tengah masyarakat diharapkan menjadi bagian dari solusi berbagai persoalan umat. Oleh karenanya, Mahasiswa harus segera sadar bahwa persoalan yang telah menggerogoti umat selama puluhan tahun ini harus dituntaskan dengan segera.
Islam Solusi Hakiki
Saatnya beralih ke sistem yang berasal dari Sang Maha Bijaksana. Dzat yang Maha Mengetahui mana sistem terbaik yang patut di terapkan di tengah-tengah masyarakat. Sistem yang dapat mewujudkan harapan masyarakat secara kaffah tanpa pandang bulu. Sistem tersebut bernama khilafah.
Dalam sistem khilafah, lebih dari 13 abad semua hajat masyarakat tiada yang terlalaikan namun sebaliknya terpenuhi dengan baik. Sampai-sampai masyarakat di masa pemerintahan Umar bin Abul Aziz tak ada lagi yang berhak menerima zakat. Hal ini menandakan betapa makmur dan berjayanya masyarakat dimasa kepemimpinan beliau yang menerapkan syariat Islam di setiap sendi kehidupan.
Dengan demikian maukah kita untuk tetap berada di sistem zalim saat ini? Tidakkah rindu dengan sistem Islam yang jelas-jelas memberikan kemaslahatan kepada kita tidak hanya di dunia tapi sampai ke akhirat? []
Oleh: Siska Ramadhani
Aktivis Muslimah
0 Comments