Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mampukah UU Perampasan Aset Mencegah Korupsi?


TintaSiyasi.com -- Kasus korupsi kembali ditemukan, baik yang dilakukan oleh pejabat, anggota dewan atau ASN, bahkan dilakukan secara berjamaah. 

RUU Perampasan Aset kembali menjadi isu panas, bahkan saat ini ramai diperbincangkan oleh elit politik. Ketika Menteri Koordinator Bidang Politik, hukum, dan keamanan, membahas tentang RUU perampasan aset tindak pidana, yang hingga kini belum ada kejelasannya.

Negara sudah menandatangani Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Melawan Korupsi. konvensi tersebut pada 2003 dan melakukan ratifikasi dengan membuat Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2006. Namun, hingga kini, Indonesia belum juga memiliki aturan hukum soal perampasan aset.

Menko Polhukam Mahfud Mahmodin (MD) meminta permohonan khusus kepada Komisi III DPR saat membahas transaksi janggal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) senilai Rp 349 triliun (Kompas.com, 1/4/2023).

Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul merespons desakan Menko Polhukam Mahfud MD agar DPR segera membahas dan mengesahkan RUU Perampasan Aset.

Desakan itu muncul menyusul polemik dugaan transaksi janggal Rp349 triliun di Kementerian Keuangan. Namun, Pacul mengatakan RUU Perampasan Aset bisa gol jika para ketua umum partai menyetujui. Menurutnya, semua anggota DPR patuh pada 'bos' masing-masing. Karena itu, dia menyarankan pemerintah sebaiknya melobi ketua umum partai.

Mewakili pihaknya, Bambang Pacul mengatakan, pengesahan dua RUU tersebut sulit dilakukan. Sebab menurutnya, para anggota di Komisi III DPR akan siap jika sudah mendapat perintah dari ketua umum (ketum) partai politik (parpol) masing-masing (CNN Indonesia, 31/3/2023).

Lain halnya dengan Arsul, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana diperlukan agar proses-proses pengembalian kerugian negara bisa di maksimalisasi lebih baik dan lebih cepat. Pasalnya, kata dia, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana tidak hanya terkait dengan tindak pidana korupsi (tipikor) saja, tetapi bisa juga dimanfaatkan untuk mengembalikan kerugian negara dalam tindak kriminal lainnya. Tindak kriminal yang dimaksud, yaitu tindak pidana narkotika, pajak, kepabeanan dan cukai, lingkungan hidup, illegal logging, hingga terorisme (Kompas.com, 1/4/2023).

Adapun termasuk kasus korupsi di negeri ini yang belum tuntas teratasi. Pegiat antikorupsi dari PUKAT UGM Zaenur Rohman menilai aksi korupsi yang dilakukan Bupati Kapuas, Kalimantan Tengah, Ben Brahim S Bahat dan anggota DPR RI Fraksi Nasdem Ary Egahni Ben Bahat bukan lah modus baru. Zaenur menilai, modus yang dilakukan pasangan suami istri itu kerap dilakukan pejabat lain dengan menyalahgunakan wewenangnya. "Ini modus lama politisi di daerah menggunakan kewenangannya sebagai pejabat publik, sebagai kepala daerah untuk mengumpulkan dana politik dengan korupsi ya," kata Zaenur (tirto.id, 29/3/2023).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencekal 10 tersangka dalam penyidikan kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja (tukin) pegawai di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun anggaran 2020—2022 ke luar negeri. "Semua nama tersebut tercantum dalam sistem daftar pencegahan usulan KPK, berlaku sampai dengan 1 Oktober 2023," ujar Subkoordinator Humas Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Achmad Nur Saleh ketika dikonfirmasi (antaranews.com, 31/3/2023).

Melihat gurita kasus korupsi, dan kuatnya sekularisme merasuki negara ini, muncul pertanyaan apakah penegasan RUU perampasan aset mampu mencegah korupsi?


Korupsi Meningkat Drastis, Sudah Terbukti

Jangankan apabila KPK akan dilemahkan, bahkan kemarin-kemarin tatkala KPK ‘belum dilemahkan’ saja, jumlah kasus korupsi tetaplah banyak. Tidak ada penurunan secara drastis. Dari situ, bisa jadi, solusi selama ini terkait menangani kasus korupsi itu sangatlah jauh dari efektif. Apalagi setelah RUU terkait KPK, bakal lebih parah lagi.

Berbicara tentang korupsi dan carut marut penyelesaian korupsi di negeri ini khususnya, setelah munculnya undang-undang KPK. Yang membonsai peranan atau fungsi dari KPK yang kemudian memicu protes yang masif dari kalangan mahasiswa.

Kalaulah RUU Perampasan Aset Tindak Pidana disahkan menjadi UU, akankah efektif memberantas korupsi dengan tuntas? Ada banyak celah bagi tikus berdasi meringankan hukumannya sebab sistem hukum saat ini tidak tegas dan pengawasan negara terhadap pejabat sangat lemah.

Padahal, di sisi lain, ada metode yang telah terbukti ampuh diterapkan selama ratusan abad, kasus korupsi jauh sangat sedikit dibandingkan yang terjadi di Indonesia saat ini. Apa metode itu?

Islam sebagai sistem hidup memiliki aturan super lengkap dalam menata kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Islam memiliki sejumlah tindakan preventif dan kuratif dalam mengatasi kasus korupsi:

Dalam aspek preventif, Islam melakukan langkah berikut:

Pertama, penanaman akidah Islam setiap individu. Dengan akidah yang kuat akan terbentuk kepribadian Islam yang khas. Pembentukan akidah ini dilakukan secara berkesinambungan melalui sistem pendidikan Islam yang akan menghasilkan individu-individu beriman dan bertakwa. Kesadaran iman dan ketaatan inilah yang akan mencegah seseorang berbuat maksiat.
 
Perlu kita ketahui bahwa sesungguhnya masalah korupsi dalam pandangan Islam adalah masalah yang dilihat dari satu kejahatan. Dan kejahatan itu muncul karena sistem. Artinya bukan merupakan kejahatan yang berdiri sendiri. Oleh karena itu Islam memandang persoalan korupsi ini tidak semata-mata persoalan yang berdiri sendiri. Tetapi persoalan yang dilihat dari kacamata sistem.

Kedua, penerapan sistem sosial masyarakat berdasarkan syariat secara kafah. Dengan penerapan ini, pembiasaan amar makruf nahi mungkar akan terbentuk. Jika ada anggota masyarakat yang terindikasi berbuat kriminal atau korupsi, masyarakat dengan mudah bisa melaporkannya pada pihak berwenang. Tradisi saling menasihati dan berbuat amal saleh akan tercipta seiring ditegakkannya hukum Islam di tengah mereka.

Ketiga, mengaudit harta kekayaan pejabat secara berkala. Hal ini dilakukan sebagai bentuk pengontrolan dan pengawasan negara agar mereka tidak menyalahgunakan kekuasaan untuk meraup pundi-pundi uang ke kantong pribadinya. Khalifah Umar bin Khaththab ra selalu mengaudit jumlah kekayaan pejabatnya sebelum dan sesudah menjabat.

Jika terdapat peningkatan harta yang tidak wajar, mereka diminta membuktikan bahwa hasil kekayaan yang mereka dapat bukanlah hasil korupsi atau hal haram lainnya. Bahkan, khalifah Umar beberapa kali membuat kebijakan mencopot jabatan atau menyita harta bawahannya hanya karena hartanya bertambah. Apalagi, jika diketahui jika hartanya itu didapat bukan dari gaji yang diberikan oleh negara.
Keempat, sistem kerja lembaga yang tidak rentan korupsi. Dalam sistem Khilafah, ada lembaga yang bertugas memeriksa dan mengawasi kekayaan para pejabat, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan. Syekh Abdul Qadim Zallum dalam kitab Al Amwal fi Daulah Khilafah menyebutkan, untuk mengetahui apakah pejabat dalam instansi pemerintahan itu melakukan kecurangan atau tidak, maka ada pengawasan yang ketat dari Badan Pengawasan/Pemeriksa Keuangan. Hal itu pernah dilakukan Khalifah Umar bin Khaththab ra. Beliau mengangkat Muhammad bin Maslamah sebagai pengawas keuangan. Tugasnya adalah mengawasi kekayaan para pejabat negara.

Dalam aspek kuratif, penegakan sanksi hukum Islam adalah langkah terakhir jika masih terjadi pelanggaran seperti korupsi. Sistem sanksi yang tegas memiliki dua fungsi, yaitu sebagai jawabir (penebus dosa) dan zawajir (pencegah dan berefek jera). Sebagai jawabir (penebus) dikarenakan uqubat dapat menebus sanksi akhirat. Sanksi akhirat bagi seorang muslim akan gugur oleh sanksi yang dijatuhkan negara ketika di dunia.

Sementara zawajir, yaitu mencegah manusia berbuat jahat karena hukumannya mengandung efek jera. Para pelaku dan masyarakat yang punya niatan untuk korupsi akan berpikir seribu kali untuk mengulangi perbuatan yang sama. Untuk kasus korupsi, dikenai sanksi ta'zir, yakni khalifah yang berwenang menetapkannya. Sanksi ta'zir bisa berupa penjara, pengasingan, hingga hukuman mati.

Demikianlah tahapan Islam memberantas korupsi secara tuntas. Dengan penerapan hukum Islam, korupsi dapat dicegah dan ditindak secara efektif. Masyaallah. []


Oleh: Elyarti
(Aktivis Muslimah)
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments