Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tragedi Plumpang, Cermin Buruknya Tata Kota


Oleh. Denok Ika Anggraeni

News.TintaSiyasi.com -- Ledakan dan kebakaran hebat Depo Pertamina Plumpang di Jalan Tanah Merah, Jakarta Utara pada Jum’at 03-03-2023 sekitar pukul 20.11 WIB menghadirkan suasana mencekam bagi warga yang tinggal di sekitarnya. Warga di area padat penduduk tersebut panik dan berhamburan keluar dari rumah-rumah yang mereka tinggali. Sementara itu rumah warga yang paling dekat dengan depo yang meledak, turut terbakar bersama penghuninya. Sedikitnya 17 orang meninggal dan puluhan lainnya luka-luka. Wilayah yang seharusnya tidak menjadi tempat hunian warga, dibiarkan terus berkembang dan dilegalisasi dengan pembentukan RT/RW dan pemberian KTP. Musibah ini menunjukkan adanya kesalahan tata kelola kependudukan, juga menunjukkan abainya negara terhadap keselamatan rakyat. Apalagi sebelumnya pada tahun 2009 pernah terjadi kebakaran serupa ditempat tersebut. Setelah kejadian itu, banyak pihak yang memperingatkan untuk memindahkan pemukiman padat penduduk disekitar Depo Pertamina Plumpang. Bahaya yang mengancam keselamatan rakyat nyata-nyata diabaikan oleh negara.

Kebakaran kilang penyimpanan minyak juga pernah terjadi di Kilang Pertamina Cilacap, Jawa Tengah yang terjadi setidaknya tujuh kali semenjak tahun 1995. Depo di Kecamatan Balongan, Indramayu, Jawa Barat juga terbakar pada tahun 2021.
Menurut pengamat tata kota Universitas Trisakti Jakarta Yayat Supriatna, Depo Pertamina Plumpang dibangun pada tahun 1974. Saat itu, kawasan Jakarta tidak sepadat dan seramai saat ini. Seiring dengan berkembangnya industri, maka kepadatan penduduk semakin meningkat. Bahkan, ada satu RW yang jumlah RT-nya bertambah dari tujuh menjadi sebelas. Pembangunan pemukiman meluas, bahkan jarak dengan tembok pembatas depo hanya 20 meter. Padahal, ukuran tangki BBM yang semakin besar seharusnya diikuti dengan jarak yang semakin jauh dari rumah warga. (kompas.tv, 04/03/2023). Fakta tersebut juga menunjukkan abainya negara dalam memenuhi kebutuhan tempat tingggal, sehingga warga tetap tinggal di tempat yang berbahaya. 

Dalam Islam, keselamatan rakyat adalah hal yang utama dan penguasa adalah pihak yang bertanggungjawab untuk menjaga keselamatan rakyat. Penguasa harus merencanakan penataan wilayah dan peruntukannya secara tepat dan teliti. Rasulullah saw. bersabda, “Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain. Barang siapa membahayakan orang lain, maka Allah akan membalas bahaya kepadanya dan barang siapa menyusahkan atau menyulitkan orang lain, maka Allah akan menyulitkannya.” (HR Al-Hakim dan Baihaqi). 
Pijakan yang shahih (benar) harusnya menjadi motivasi terbesar dalam pengelolaan tata kota, bukan hanya untuk melayani kepentingan kapitalis pengembang semata yang memunculkan bencana ekologis dan juga mengabaikan keselamatan warga.

Negara dalam Islam akan memperhatikan dan menata wilayah untuk pemukiman warga dengan berbagai kebijakan atas tanah, misalnya kebijakan yang menetapkan bahwa hak kepemilikan tanah pertanian akan hilang jika tanah itu ditelantarkan tiga tahun berturut-turut. Negara akan mengambil alih tanah itu dan memberikan kepada orang lain yang mampu mengolahnya. Pembangunan kawasan pemukiman dalam Islam harus layak karena rumah adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Faktor keselamatan warga juga harus menjadi fokus utama dalam pengelolaan pemukiman.
Kawasan pemukiman sebaiknya diletakkan di dekat kawasan peribadatan, perekonomian, pendidikan, dan pemerintahan. Sementara, peletakan kawasan pemukiman di daerah-daerah industri, pabrik, dan pertambangan harus dihindari demi mewujudkan keselamatan warga.
Tampak nyata bahwa tragedi Depo Pertamina Plumpang adalah wujud pengabaian negara atas keselamatan warga dalam penyediaan pemukiman yang layak dan aman. Tragedi tersebut merupakan cerminan buruknya perencanaan tata kota dan sangat jelas menunjukkan bahwa kepentingan kapitalis lebih utama daripada rakyat.
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments