TintaSiyasi.com -- Dikutip dari TimeIndonesia Bandung, minggu (5/02/3023) Bupati Bandung Dadang Supriatna berharap peringatan 1 Abad NU dijadikan moment untuk kebangkitan bangsa, dan meningkatkan sinergi antara ulama dan umara. Hal itu diutarakannya saat sambutan Peringatan 1 Abad NU, di Sekretariat PCNU Kabupaten Bandung, Jalan Raya Laswi Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung.
Ulama dan umara adalah pasangan pemuka masyarakat yang utama. Ulama, kosakata bahasa Arab, bentuk jamak dari kata “alim”, artinya orang yang berpengetahuan, ahli ilmu, orang pandai. Dalam bahasa Indonesia menjadi bentuk tunggal; orang yang ahli ilmu agama Islam. Kata ulama sepadan dengan ulul albab dalam Al-Qur'an; orang yang arif.
Umara, bentuk jamak dari kata amir, artinya pemimpin, penguasa. Kosakata amir sepadan dengan ulul amri dalam Al-Qur'an yang artinya orang yang mempunyai pengaruh, kekuasan; orang yang memangku urusan rakyat; penguasa.
Para ulama adalah pewaris Nabi dan penerus tugas-tugasnya di dunia, yakni membawa kabar gembira, memberi peringatan, mengajak kepada Allah dan memberi cahaya. Sebagaimana firman Allah berikut :
"Wahai Nabi! Sungguh Kami mengutus engkau sebagai saksi, sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Dan sebagai orang yang mengajak kepada Allah dengan izin-Nya, dan sebagai pelita pemberi cahaya. Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang beriman, bahwa mereka akan memperoleh karunia yang besar dari Allah." (Al-Ahzab: 45-47).
Ibnu Abbas berkata, “Ulama ialah orang-orang yang mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Berkuasa atas setiap sesuatu.” Dan tambahnya lagi, “Orang alim ialah mereka yang tidak melakukan syirik kepada Allah dengan sesuatu pun, serta dia menghalalkan apa yang dihalalkan-Nya dan mengharamkan apa yang diharamkan-Nya.”
Di antara sifat ulama pewaris Nabi Saw yaitu:
Pertama, takut kepada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya golongan yang paling takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya ialah para ulama. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Maha Pengampun.” (QS Al-Fathir: 28) Seorang ulama pasti memiliki rasa takut yang tinggi kepada Allah. Ia tidak akan berani menyalahi syariat Allah. Ia juga tidak akan mudah memperturutkan hawa nafsunya. Ia hanya menyandarkan setiap aktivitasnya pada syariat Allah yang mulia.
Kedua, beramal dengan segala ilmunya. Sayyidina Ali berkata, “Wahai orang yang mempunyai ilmu! Beramallah kamu dengannya karena sesungguhnya orang yang alim itu adalah orang yang beramal dengan ilmu yang dia ketahui, serta selaras antara ilmunya dengan amalannya.” Ulama adalah guru serta pendidik umat. Dengan keilmuannya, ia mengembalikan jalan manusia yang tersesat kepada jalan kebenaran, yaitu Islam. Ia membina umat dengan menjelaskan dan memahamkan hukum Allah kepada mereka.
Ketiga, hatinya bersih dari syirik dan kemaksiatan. Ulama adalah penyeru anti maksiat. Ia menjadi garda terdepan menyampaikan bentuk-bentuk kemaksiatan. Di antara sumber kemaksiatan itu adalah penerapan sistem demokrasi kapitalis yang menyalahi Islam.
Keempat, penerus tugas Nabi serta mewarisi sifat Nabi ï·º. Di antara tugas para Nabi yang diwariskan kepada ulama adalah berdakwah amar makruf nahi mungkar. Ulama adalah teladan beramal. Sebab, ulamalah yang paling mengetahui ajaran Nabi ï·º, baik yang menyangkut perkara akidah maupun syariat. Mereka berusaha beramal sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Sunah.
Sedangkan Umara adalah menerapkan pemerintahan yang berkeadilan. Allah memerintahkan kamu menyampaikan amanat kepada yang layak menerimanya. Sebagaimana firman Allah SWT:
"Apabila kamu mengadili di antara manusia, bertindaklah dengan adil. Sungguh Allah mengajar kamu dengan sebaik- baiknya. Allah Maha Mendengar, Maha Melihat." (An-Nisaa : 58).
Abu Nu’aim menyatakan bahwa Nabi bersabda, “Dua macam golongan manusia yang apabila keduanya baik maka akan baiklah masyarakatnya. Tetapi, apabila keduanya, maka akan rusaklah masyarakat itu. Kedua golongan itu adalah ulama dan umara.”
Saat ini sering menjumpai ulama yang dijadikan alat pembenaran atas tindakan kezaliman penguasa, saat ini dicitrakan ulama yang benar adalah yang dekat dan bermanis muka kepada umara/penguasa. Ulama' yang menggadaikan keilmuannya untuk menyenangkan hati penguasa, bahkan menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Tentu, hal ini akan menyesatkan umat Islam.
Sebaliknya ulama yang tidak sejalan dengan umara/penguasa sering dikriminalisasi dan dicap sebagai ulama radikal. Justru ulama yang berani mengoreksi umara/penguasa yang melakukan kesalahan justru itu ulama yang bagus, ulama yang peduli dengan negaranya, tidak mau membiarkan negara ini hancur, tidak mau membiarkan negara ini dalam kedzoliman, ulama yang mengingatkan umara atau penguasa ini ulama yang baik yang cinta negara, cinta bangsa, kalau ada ulama yang berbeda pendapat dengan umara seharusnya jangan ditangkap atau dipenjara.
Di sisi lain, para ulama juga harus membimbing dan menuntun para penguasa agar berjalan di jalan yang benar dan lurus. Sinergi ulama dan umara akan terwujud jika sang umara memiliki visi keumatan dan akhirat. Merawat jagat (alam) harusnya menjadikan seluruh hukum Sang Pemilik Jagat sebagai sumber dan dasar dalam implementasinya. Wallahu a’lam bishshowab.[]
Oleh: Rosnani
Ibu Rumah Tangga
0 Comments