TintaSiyasi.com -- Kabar duka kembali menyapa. Ahad lalu (detik.com, 5/3/2023), telah terjadi ledakan disusul kebakaran dahsyat di Depo Plumpang, Jakarta Utara. Suasana begitu mencekam. Hawa panas menyelimuti area Depo dan kampung di sekitarnya.
Belasan orang dikabarkan meninggal. Puluhan terluka bakar. Sedangkan ratusan warga lainnya mengungsi ke daerah yang lebih aman. Kebakaran seperti ini sebenarnya pernah terjadi tahun 2009. Dan kini terjadi lagi.
Sejumlah pihak kemudian bereaksi terkait kasus ini. Wapres Ma'ruf Amin meminta agar Depo Pertamina ini di relokasi ke pelabuhan Pelindo. Sedangkan Presiden RI bersama menteri BUMN menginstruksikan untuk sinkronisasi tata ruang bersama.
Selalu seperti ini. Para penguasa baru bereaksi ketika ada kejadian. Apa yang pernah terjadi sebelumnya seolah tak menjadi pelajaran. Seharusnya kejadian kebakaran yang terjadi di tahun 2009 menjadi pelajaran agar tidak ada pemukiman di sekitar Depo. Tapi wilayah ini malah terus berkembang karena memang ada ijin dari pihak pejabat terkait di daerah tersebut.
Hal ini menunjukkan betapa buruknya tata kelola kota di daerah tersebut. Harusnya pemukiman warga ditempatkan di daerah yang aman dan tepat untuk ditinggali. Bukan di dekat area yang membahayakan dan sangat beresiko seperti di area Depo.
Memang kebutuhan tempat tinggal adalah hal yang urgen bagi masyarakat. Dan ini menjadi tanggung jawab negara sebenarnya untuk menyediakan area pemukiman yang aman bagi keselamatan masyarakat. Negara melalui dinas terkait harusnya menetapkan regulasi yang tepat dan memudahkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokok ini. Sungguh ironis ketika melihat ada masyarakat yang tinggal di area yang tidak tepat dan membahayakan, semisal di dekat area Depo, sementara di tempat lain ada begitu banyak rumah- rumah kosong tak berpenghuni dan tanah- tanah yang terbengkalai tak terurus yang sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk area pemukiman.
Sedari awal harusnya area Depo benar- benar disterilkan dari penghuni. Harus ada pembinaan, pendampingan dan bantuan bagi masyarakat yang membutuhkan tempat tinggal. Bukan malah memudahkan dan memfasilitasi area Depo sehingga berkembang menjadi hunian yang berpenduduk padat.
Masalah tempat tinggal ini tentunya perlu segera dicari solusinya. Mengingat tempat tinggal adalah kebutuhan asasi masyarakat. Dan menjadi tugas negara untuk melayani kebutuhan asasi ini. Negara harus memperhitungkan segala hal terkait penyediaan hunian ini. Bagaimana tata letaknya, bagaimana jaraknya dengan fasilitas umum yang dibutuhkan masyarakat, bagaimana tingkat keamanan di wilayah tersebut, dan lain sebagainya.
Dalam Islam, masalah tempat tinggal ini sangat diperhitungkan. Sistem Islam akan menjamin terpenuhinya kebutuhan tempat tinggal bagi setiap kaum muslimin. Tempat tinggal ini akan diperhitungkan segala sesuatunya sesuai syariat dan tentunya menjamin keamanan dan keselamatan jiwa penghuninya.
Dalam hal ini, syariat Islam melalui kebijakan atas tanah akan bertindak tegas kepada pemiliknya. Tanah yang terbengkalai selama 3 tahun akan diambil alih oleh negara dan akan diberikan kebermanfaatannya bagi orang lain yang membutuhkan, termasuk untuk pemukiman. Sehingga tidak akan ada tanah kosong tak bermanfaat. Sebaliknya juga tidak akan ada pemukiman di tempat yang tidak layak apalagi berbahaya.
Negara Islam akan menyediakan pemukiman bagi setiap warga negaranya di tempat yang aman dan terjamin keselamatannya. Sehingga kaum muslimin bisa menjalankan segala aktivitas dan syariat Islam lainnya dengan sempurna. Wallahu a'lam bishshowab.[]
Oleh: Salma Azizah
Aktivis Muslimah
0 Comments