Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Razia Setengah Hati, Islam Punya Solusi


TintaSiyasi.com -- Ramadhan sebentar lagi. Seperti di tahun-tahun sebelumnya, pihak berwenang mengadakan razia minuman keras (miras) menjelang Ramadhan di berbagai wilayah. Ini sebagai upaya penciptaan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat yang kondusif. 

Itulah yang terjadi di Kota Malang. Polresta Malang Kota melaksanakan Kegiatan Rutin yang Ditingkatkan (KRDY). Salah satunya dengan mengadakan penindakan terhadap penjual minuman beralkohol. Razia miras tersebut dilakukan di Kawasan Kayutangan Heritage, Jalan Basuki Rahmat, Kecamatan Klojen, Kota Malang. Razia ini sekaligus sebagai tindak lanjut dari laporan masyarakat yang merasa tergganggu dengan adanya kios-kios yang menjual miras (republika.co.id, 26/2/2023).

Begitu pula yang terjadi di Kota Situbondo. Satuan Samapta Kepolisian Resor Situbondo menggencarkan razia miras menjelang Ramadan pada Sabtu (25/2). Petugas merazia warung-warung di Desa Kilensari, Kecamatan Panarukan yang dicurigai menjual bebas miras. Bukan hanya warung, tetapi rumah-rumah warga yang ditengarai menjual miras. Hasil razia didapatkan puluhan botol miras berbagai merek. Petugas juga menahan pemilik atau penjualnya (antaranews.com, 26/2/2023).

Bukan hanya di Malang dan Situbondo, razia miras jelang Ramadhan juga dilakukan di kota-kota lain. Sayangnya, razia kemaksiatan ini hanya sebentar saja. Efektifkah upaya ini dalam memberantas miras secara tuntas? Kenapa sulit sekali mengatasi masalah miras? Bagaimana Islam memberi solusi?


Tak Pernah Tuntas

Razia miras yang diadakan setiap tahunnya tidak menunjukkan perubahan berarti. Peredaran miras tak berhenti di tengah masyarakat. Miras bisa dengan mudah didapatkan. Mulai dari yang murah hingga berharga mahal, barang haram ini masih terus beredar.

Miras yang dijual di kios, warung atau rumah warga menjadi sasaran razia karena tak berizin. Sementara yang dijual di hotel-hotel, kafe-kafe, atau tempat wisata tetap dibiarkan karena telah memiliki izin dari pihak berwenang. Miras di tempat-tempat hiburan itu menjadi bagian dari daya tarik yang dapat menggaet pengunjung sehingga bisa mendatangkan keuntungan.

Inilah mindset kapitalisme yang menggerogoti negeri ini. Selama bisa memberi manfaat, miras akan tetap dibiarkan. Produksi miras tetap dilegalkan. Begitu pula dengan peredarannya, terus merajalela di tengah masyarakat.

Standar manfaat inilah yang menjadi tolok ukur perbuatan manusia dalam kapitalisme. Akibatnya, aturan agama sama sekali tak diindahkan. Asalkan masih ada manfaat yang didapat, maka miras akan terus dibuat. Tidak ada halal dan haram dalam pandangan yang berorientasi pada profit ini. Semua boleh demi menghasilkan cuan.

Tak heran jika miras menjadi bisnis yang terus eksis. Tentu saja yang mendapat keuntungan adalah para kapitalis atau pemilik modal. Merekalah yang menangguk materi dari bisnis haram ini di atas permasalahan dan penderitaan yang dialami rakyat akibat miras.

Tidak peduli dengan dampaknya bagi masyarakat. Kematian akibat miras oplosan, kekerasan yang berawal dari menenggak miras, kriminalitas yang tinggi hingga terganggunya kesehatan merupakan akibat buruk dari miras. Miras tidak hanya sangat merugikan diri sendiri, tetapi juga orang lain. Meskipun telah nyata bahayanya, tetapi miras sulit untuk diberantas.


ATURAN SEKULER

Razia miras yang diadakan menjelang Ramadhan, memperlihatkan betapa sekulernya sistem ini. Razia hanya marak di saat-saat tertentu. Seolah miras hanya dilarang di saat Ramadhan saja atau di tempat tertentu saja. Di luar itu, seakan diperbolehkan. Ini jelas salah besar.

Sekularisme telah memisahkan agama dari kehidupan. Aturan agama hanya berlaku di ranah pribadi dan dalam perkara ibadah mahdah semata. Dalam sistem ini, agama tidak boleh mengatur manusia dalam berpolitik dan bernegara. Termasuk dalam membuat aturan kehidupan, agama dipinggirkan.

Karena itulah, manusia merasa bebas membuat aturannya sendiri. Yang mana aturan tersebut dibuat oleh mereka yang memiliki kekuasaan. Sementara yang berkuasa dalam sekularisme adalah para pemilik modal atau kapitalis. Maka, tentu saja aturan tersebut adalah demi kepentingan kapitalis. Bukan demi kemaslahatan rakyat atau supaya agama bisa diterapkan secara baik dalam kehidupan. Sama sekali tidak untuk itu.

Jadilah aturan sekuler itu sebagai upaya mempertahankan eksistensi kapitalisme. Tak heran jika miras tak bisa ditumpas. Sebab, keberadaannya menguntungkan para penyokong sistem yang rusak ini. Sekularismelah biang masalah kehidupan.


Miras Haram!

Miras atau minol (minuman beralkohol) termasuk khamr yang haram zatnya secara mutlak. Karena itu, haram hukumnya untuk memproduksi, menjual, mengonsumsi ataupun memanfaatkannya dalam hal apa pun. Walaupun ia mendatangkan keuntungan, cuan, memberi manfaat, ataupun dilegalkan oleh undang-undang, hukum miras tetaplah haram.

Khamr sangat berbahaya. Khamr membuat orang hilang kesadaran sehingga bisa melakukan kemaksiatan. Perzinaan, pemerkosaan, kekerasan, dan pembunuhan berawal dari barang haram ini. Khamr adalah sumber segala kejahatan sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Hendaklah kalian menjauhi minuman keras karena ia adalah induk segala kejahatan, barangsiapa yang tidak mau menjauhinya, sungguh ia telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya dan azab layak menimpa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Thabrani).

Syariat melarang aktivitas yang berkaitan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi khamr. Mereka yang terlibat dengannya akan mendapat laknat Allah sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:Ada 10 golongan yang dilaknat terkait dengan khamr, yaitu orang yang memeras/pembuat, minta diperaskan, meminum/mengkonsumsi, membawakan, minta dibawakan, memberi minum dengannya, menjual, makan hasil penjualannya, membeli, yang dibelikan." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Sanksi bagi peminum khamr adalah hukuman cambuk sebagaimana hadis berikut: “Rasulullah SAW pernah mencambuk (peminum khamar) 40 kali, Abu Bakar mencambuk 40 kali, Umar mencambuk 80 kali. Masing-masing adalah sunnah. Ini adalah yang lebih aku sukai.” (HR. Muslim).

Sementara, selain peminum khamr akan dikenai sanksi takzir. Yakni, hukuman yang bentuk dan kadarnya diserahkan kepada khalifah atau qadhi. Hukuman tersebut harus sesuai dengan ketentuan syariat. Selain itu, hukuman juga memberikan efek jera sehingga tidak terulang lagi di masa depan, baik oleh orang yang sama atau masyarakat lainnya.


Tegakkan Islam!

Susahnya menumpas miras dalam sistem sekuler adalah sebagai konsekuensi yang nyata. Bagaimana mungkin sistem yang menyuburkan kemaksiatan tersebut akan mampu memberantas miras yang jelas dilarang oleh agama?

Karena itulah, solusi yang paling pasti adalah kembali pada Islam. Dengan penerapan Islam secara kaffah, miras akan dihentikan secara total. Miras akan dilarang. Tidak boleh diproduksi, diedarkan, dikonsumsi, dan diambil manfaatnya dalam bentuk apa pun. Negara akan menerapkan sanksi secara tegas kepada siapa saja yang melanggarnya.

Negara akan menciptakan lapangan pekerjaan yang halal bagi rakyat. Segala pekerjaan yang berkaitan dengan miras akan diganti dengan pekerjaan yang sesuai dengan syariat. Negara yang bertanggung jawab untuk itu.

Negara juga akan senantiasa membangun dan memelihara suasana ketakwaan di tengah masyarakat. Aktivitas amar makruf nahi mungkar akan selalu dihidupkan sehingga ketika ada yang mulai menyimpang dapat segera diluruskan kembali. Masyarakat saling menasihati dalam kebaikan dan ketakwaan.

Ini hanya bisa terwujud dalam negara yang menegakkan syariat Islam sebagai satu-satunya sistem kehidupan. Karena itu, berjuang untuk mewujudkannya kembali merupakan sebuah kewajiban. Dengan tegaknya Islam, segala permasalahan kehidupan akan dapat tersolusikan secara tuntas. Hidup juga akan bergerak pada arah yang benar sesuai perintah Allah taala.

Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Dina (Ummu Ismail)
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments