TintaSiyasi.com -- Telah terjadi kemacetan panjang selama 22 jam pada 28 Februari hingga 1 Maret lalu di Jalan Nasional Tembesi, Batanghari, Jambi. Penyebabnya karena menumpuknya truk angkutan batu bara hingga mencapai belasan ribu truk dan panjang kemacetan hingga mencapai 15 km. Itu semua terjadi karena belum tersedianya jalan khusus untuk angkutan batu bara tersebut.
Pengusaha truk pun mengalami kerugian fantastis hingga belasan miliar. Ternyata warga juga ikut merasakan kerugian. Banyak hasil pertanian yang celaka selama 22 jam tersebut. Lebih parahnya lagi, pada saat kejadian terdapat mobil ambulans yang sedang membawa pasien yang akhirnya tidak dapat diselamatkan karena mobil ambulans tidak dapat bergerak.
Menurut ketua umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo), Gemilang Tarigan, kejadian ini disebabkan oleh ketidaktegasan pemerintah mengenai aspek lingkungan perusahaan batu bara di Indonesia. Seharusnya negara menyiapkan jalur khusus untuk distribusi, jangan menggunakan jalanan umum. Alhasil terjadi kejadian kemacetan parah hingga memakan korban jiwa. Padahal pemerintahlah yang memberi izin perusahaan batu bara tersebut, di mana tanggung jawab negara?
Tak hanya itu, sejumlah jalan di Kalimantan Timur juga bermasalah. Banyak yang rusak, padahal di sana tempat lokasi IKN (Ibu Kota Nusantara). Padahal, menurut Ketua Komisi III DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Veridiana Huraq Wang, anggaran perbaikan jalan untuk Kaltim lumayan besar meningkat dari tahun lalu sebesar 1.8 triliun, tapi mayoritas di alokasikan untuk IKN. Seolah-olah karena wilayah lain tidak memberi keuntungan seperti IKN, jalannya tidak diurus sebagaimana mestinya.
Padahal, jalan merupakan salah satu infrastuktur yang sangat penting dalam membangun dan meratakan ekonomi sebuah negara demi kesejahteraan rakyatnya. Dalam Islam, jalan termasuk fasilitas umum, berkepemilikan umum, yang seharusnya dapat dinikmati masyarakat dengan mudah dan nyaman. Pembagian jalan menurut penanggungjawabnya ikut berpengaruh terhadap keadaan jalan yang berdampak kepada manusia.
Jika kita lihat, kemacetan bukanlah hal yang asing, dan tidak akan pernah tuntas di bawah kapitalisme-neolib yang dianut negara saat ini. Pasalnya, negara hanya mendahulukan kepentingan korporat bukan kepentingan rakyat. Dan hal ini mengakibatkan rakyat makin kesulitan dan kesusahan.
Namun, berbeda halnya dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam yakni khilafah, jalan akan dibuat lebar dan diurus dengan baik agar dapat mengurangi kemacetan. Kendaraan pribadi pun akan diatur produksi dan distribusinya serta akan disediakan sarana tranportasi umum yang aman, nyaman dan ongkos yang murah, bahkan gratis. Kota juga akan ditata dengan baik menjadikan setiap bagian kota hanya untuk sejumlah penduduk tertentu, seperti Kota Baghdad saat Kekhilafahan Abbasiyah. Sehingga tidak akan terjadi urbanisasi besar-besaran seperti sekarang.
Inilah cara mengatasi kemacetan dan hanya bisa terwujud dalam khilafah Islam. Sebab pemimpin dalam khilafah Islam adalah raain (periayah, pelayan, pelindung bagi rakyatnya). Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Imam adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas penguasaan rakyatnya.” (HR Bukhari).
Dalam hadis lain Rasulullah SAW bersabda, “Imam adalah ibarat penggembala, dan hanya dia yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Muslim).
Demikianlah solusi kemacetan yang dijanjikan dalam sebuah Kekhilafahan Islam yang insyaallah akan terwujud karena menerapkan hukum-hukum Islam secara kaffah atau keseluruhan. []
Oleh: Fatiyah Danaa H.
Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok
0 Comments