Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pelecehan Seksual Anak Marak, Bukti Sistem Rusak


TintaSiyasi.com -- Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Makassar, Muslimin Hasbullah menyampaikan dalam acara peringatan hari perempuan, bahwa kasus kekerasan pada anak tahun 2021-2022 mencapai 1.800 kasus dengan kasus kekerasan seksual yang paling banyak. Sekitar 70 persennya masih anak-anak. Artinya ada sekitar seribuan anak yang mengalami perubahan batin dan kelompok kekerasan seksual yang tertinggi jumlahnya (kabarmakassar.com, 8/3/2023).

Sungguh angka yang mencengangkan. Indonesia memang mengalami darurat kekerasan seksual pada anak. Ini sesuai dengan pernyataan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Berdasarkan catatan KemenPPPA secara nasional, kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 9.588 kasus pada 2022. Jumlah itu mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, yakni 4.162 kasus (kompas.com, 27)1/2023).

Andaikata lingkungan sekitar mereka, seperti keluarga, masyarakat, pendidikan dan negara memiliki kemampuan untuk melindungi rakyatnya, kejadian ini tidak akan terjadi, karena negara bertanggung jawab atas kejadian tersebut, dengan menjamin rasa aman. 
 
Sebenarnya banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut, antara lain lemahnya negara dalam mendidik dan mengasuh rakyatnya, lemahnya lembaga pendidikan, lemahnya keluarga dalam mendidik serta mengasuh anak. Pada hakekatnya pendidikan sejati membutuhkan pengetahuan, sementara sistem pendidikan saat ini tidak memberikan contoh yang tepat untuk anak-anak supaya menjalani hidupnya dengan baik dan benar. Pada saat yang sama, tujuan pendidikan adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang handal. Apalagi di era modernisasi yang pesat saat ini. 
 
Kurikulum saat ini menjauhkan anak dari pemahaman Islam yang sebenarnya. Di bawah derasnya arus modernisasi agama, serta penerapan kurikulum kapitalisme, yang tertanam dalam benak anak-anak adalah kemanfaatan. Mereka hanya berpikir bagaimana mencari kesenangan dunia. Hal ini ditambah dengan kurangnya peran orang tua dalam menanamkan kepribadian Islam pada anak-anaknya. Maka anak-anak tidak lagi menjadikan ridha Allah sebagai tujuan hidupnya, serta halal haram sebagai tolok ukur perbuatan, melainkan untung rugi sebagai asas utama perbuatannya.

Di sisi lain, ekonomi kapitalis yang diterapkan saat ini membuat perekonomian rakyat negeri ini makin sulit. tidak hanya seorang ayah yang bekerja, tetapi Ibu pun turut menjadi penyangga ekonomi keluarga. Sehingga kita tidak bisa berharap sepenuhnya pada ibu dalam pengasuhan dan mendidik secara optimal. Sebaliknya, pengabaian hak-hak anak
kerap terjadi dibandingkan dengan anak-anak dari Ibu yang tidak bekerja. 
 
Apalagi pengaruh media sosial saat ini teramat kuat. Tidak ada kendali dan batasan yang jelas tayangan yang layak dan tidak layak tonton. Apapun bisa didapatkan dari gawai dalam genggaman tanga. Banyak tayangan dari nternet yang menjauhkan anak dari agama. Bahkan, media sosial telah menjadi buku pelajaran bagi anak-anak. Pada akhirnya, anak-anak ini mudah menjadi korban dari dunia digital, jika tidak adanya kontrol dari orang tua dan negara. 

Selain itu, sistem pendidikan saat ini sangat sedikit dalam mengajarkan nilai-nilai agama kepada siswa, apalagi adanya steriotipe yang buruk terhadap agama. Ada anggapan bahwa jika mengikuti hukum agama maka dianggap radikal. Akibatnya, anak makin jauh dari nilai-nilai agama. 
 
Semua kejadian ini adalah karena diterapkannya sistem kapitalis dalam negeri ini. Kerusakan demi kerusakan jelas terlihat di depan mata kita, bahkan sampai anak di bawah umur bisa melakukan pemerkosaan, inilah bukti bahwa ada yang salah dalam sistem ini.
 
Jika negara ini menerima sistem Islam sebagai dasar kehidupan, maka semua peristiwa ini tidak akan terjadi. Karena Islam bukan hanya akidah untuk diyakini namun juga menyangkut sistem kehidupan yang secara meyeluruh di segala aspek. 
 
Ada sistem pergaulan yang mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan baik di kehidupan umum atau di kehidupan khusus bersama mahramnya. Dalam sistem Islam di kehidupan umum laki-laki dan perempuan dipisahkan, jika tidak ada syarat yang mengharuskan mereka untuk bertemu, seperti pendidikan, penghidupan, dan belanja, Laki-laki dan perempuan tidak boleh berduaan. Aturan ini diberlakukan agar tidak ada kelonggaran untuk melakukan perbuatan maksiat.
 
Dalam sistem Islam juga diharapkan bahwa orang tua dan masyarakat harus terlibat dalam menjaga hubungan antara laki-laki dan perempuan. Ketika ada anak laki-laki dan perempuan yang bukan mahram bersama, masyarakat sekitar akan segera memperingatkan mereka. Masyarakat tidak diam saja, namun juga saling melakukan amar makruf nahi mungkar. Maka setiap bagian akan mengambil perannya dalam menjaga lingkunganya dari pergaulan yang salah.

Dalam hukum Islam, hakim tegas memberi hukuman pada pelaku kejahatan, termasuk di antaranya para pemerkosa, bahkan pada pezina. Korban akan mendapat keadilan dengan cepat dan tanpa proses yang panjang dan sulit. Proses pengadilan juga gratis karena merupakan bagian dari pelayanan pemerintah kepada warganya. 

Cara pembuktian pemerkosaan adalah seperti perzinahan, yang merupakan salah satu dari tiga cara pembuktian. Pertama, pengakuan dari pezina sampai empat kali. Kedua, kesaksian empat orang Muslim merdeka. Ketiga, kehamilan pada wanita yang belum menikah. (Abdurrahman Maliki, Nizamul Uqubat, hal. 338). 

Ketika seorang wanita mengadu kepada hakim bahwa seorang pria telah memperkosanya, maka  akan diibuktikan dalam pengadilan. Jika seorang wanita menunjukkan tanda-tanda perkosaan, pelakunya akan dihukum karena perzinahan, yaitu jika dia belum menikah, dia akan menerima 100 cambukan, dan jika dia menikah, dia akan dilempari batu. Pencambukan dan rajam dilakukan di depan umum agar orang lain tidak melakukan hal yang sama. 

Seperti dalam firman Allah berikut ini: "Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman." (QS. An-Nur: 2).

Hanya dengan Islam kita bisa menyelesaikan kasus-kasus perkosaan atau pelecehan seksual. Sistem hukuman Islam mampu mencegah terulangnya kejadian serupa. Hukuman berat diberikan kepada pelakunya, memiliki efek jera. Masyarakat juga dipahamkan pergaulan yang benar antara laki-laki dan perempuan. Dengan ini Islam akan memuliakan dan menjaga harkat, martabat dan kehormatan manusia. []


Oleh: Kanti Rahayu
Aliansi Penulis Rindu Islam
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments