TintaSiyasi.com -- Bulan suci Ramadhan tinggal menghitung hari, semua umat Muslim bergembira akan menyambut bulan suci ini. Walaupun begitu untuk mempersiapkan bulan suci ini, bukan saja menyiapkan iman yang kuat, tetapi juga menyiapkan fisik yang kuat. Dengan ini, bahan makanan sangatlah mempengaruhi fisik manusia. Berbicara tentang makanan tentunya akan berbicara tentang kebutuhan pokok. Biasanya sebelum hari besar keagamaan, akan terdengar isu bahan-bahan pokok melonjak naik dan itu terjadi setiap tahun salah satunya Bulan Suci Ramadhan.
Melalui media setne.go.id (01/03/2023), Wakil Presiden RI KH. Ma'ruf Amin, berharap bahwa kenaikan harga bahan pokok masih dalam kewajaran. Lebih lanjut Wapres menyampaikan, pemerintah telah menyiapkan beberapa langkah antisipasi untuk mengatasi kenaikan harga akibat kelangkaan barang di pasar. Wapres menambahkan, salah satu upaya konkret yang dilakukan adalah dengan mendatangkan bahan pokok dari daerah lain yang memiliki stok lebih dan biaya transportasinya akan ditanggung oleh pemerintah daerah.
Harga naik menjelang Ramadhan, tradisi buruk yang terus berulang, walaupun pemerintah akan melakukan upaya-upaya untuk kemudahan masyarakat. Tapi kenyataannya tidak membuahkan hasil, hal ini selalu terjadi dari tahun ke tahun. Penawaran dan permintaan sebagai penentu kenaikan harga kebutuhan pokok, sehingga menyebabkan sulitnya masyarakat mendapatkan kebutuhan dan kelangkaan bahan pokok menjadi dalih sulitnya pemerintah menstabilkan harga pangan. Di sisi lain, munculnya para mafia, pihak yang bermain curang dengan menimbun atau memonopoli perdagangan barang tertentu, menjadikan pemerintah semakin sulit untuk mengedalikan harga.
Inilah yang terus terjadi, negara yang memiliki sistem sekuler kapitalis menunjukkan kegagalan dalam melayani masyarakat serta kegagalan dalam menjaga stabilitas harga dan menyediakan pasokan yang cukup sesuai kebutuhan rakyat. Bagaimana dengan Islam?
Konsep Islam dalam sistem perekonomian, bahwa persoalan ekonomi adalah persoalan distribusi barang dan jasa. Oleh karenanya Islam sangat konsen dalam hal tersebut, sehingga tidak terjadi penguasaan milik umum oleh pihak pribadi (privatisasi) yang menyebabkan kalangan kaya semakin kaya dan kalangan miskin semakin miskin. Bahkan Islam memerintahkan kepada negara untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat secara individu per individu, berupa sandang, pangan, papan dan juga kebutuhan komunal berupa kesehatan, pendidikan dan keamanan.
Jika terjadi musibah karena faktor alam, seperti kekeringan, gempa, banjir, wabah penyakit dan lainnya menyebabkan kelangkaan barang dan naiknya harga-harga, maka di samping umat dituntut bersabar, Islam juga mewajibkan negara untuk mengatasi kelangkaan tersebut dengan mencari supply dari daerah lain. Jika seluruh wilayah dalam negeri keadaannya sama, maka bisa diselesaikan dengan kebijakan impor dengan masih memperhatikan produk dalam negeri. Islam memiliki mekanisme yang ampuh yang mampu menjaga gejolak harga sehingga harga tetap stabil dan rakyat mampu mendapatkannya.
Selain itu, Islam juga melarang berbagai praktek curang dan tamak seperti menimbun dan memonopoli komoditas sehingga mendapatkan keuntungan yang besar. Islam juga telah mengharamkan bagi semua pihak, baik itu asosiasi pengusaha, importir, produsen atau pedagang untuk melakukan kesepakatan, kolusi atau persekongkolan yang bertujuan mengatur dan mengendalikan harga suatu produk. Misalnya dengan menahan stok maupun membuat kesepakatan harga jual.
Hal itu berdasarkan sabda Rasul SAW, yang artinya, “Siapa saja yang turut campur (melakukan intervensi) dari harga-harga kaum Muslimin untuk menaikkan harga atas mereka, maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukkannya dengan tempat duduk dari api pada Hari Kiamat kelak.” (HR. Ahmad, al-Baihaqi, ath-Thabarani).
Dengan demikian, negara memiliki tanggung jawab sebagai pengatur urusan rakyat maka akan membuat rakyat hidup sejahtera dan tenang serta nyaman.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Suwaririn, S.Pd.
Aktivis Muslimah
0 Comments