TintaSiyasi.com -- Betapa murah harga sebuah nyawa di negeri ini, kasus demi kasus penghilangan nyawa seseorang baik kasus pembunuhan maupun kasus bunuh diri kerap kali kita dengar di media massa. Kasus pembunuhan dan bunuh diri juga terjadi di berbagai wilayah, bahkan di berbagai penjuru dunia, dan menjadi wabah global yang kronis. Termasuk di kota Bekasi-Jawa Barat.
Dilansir dari detiknews.com (28/02/23), warga Harapan Jaya, Bekasi, digegerkan dengan penemuan dua mayat perempuan. Dua mayat wanita ditemukan di sebuah rumah. Lebih mengenaskan tersangka sendiri akhirnya bunuh diri disinyalir karena tidak kuat menanggung beban mental akibat perbuatannya. Setelah diusut motif pembunuhan terjadi akibat perkara utang piutang antara tersangka dengan salah satu korban.
Tak lama berselang Radarbekasi.co.id ( 22/02/23) juga melansir kasus bunuh diri yang dilakukan seorang kakek akibat mengalami tekanan mental. Si Kakek kesal dan depresi akibat perlakuan anaknya, kemudian ia nekat menabrakkan dirinya ke kereta api yang sedang melaju kencang di perlintasan Kampung Bojong Koneng, Warung Bambu, Telaga Murni, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Selasa (21/2).
Kasus pembunuhan dan bunuh diri memang merupakan dua hal yang berbeda, namun keduanya termasuk pada perbuatan tercela, bahkan dalam pandangan agama keduanya sama-sama haram untuk dilakukan.
Buah Dari Kapitalisme-Sekulerisme
Banyak faktor yang menyebabkan seseorang melakukan tindak pembunuhan maupun bunuh diri, salah satunya adalah lemahnya keimanan individu dan tekanan mental yang dialami oleh seseorang akibat permasalahan hidup yang dihadapinya.
Tekanan mental atau depresi akibat permasalahan hidup sering kali membuat seseorang tidak bisa berfikir waras bahkan sampai melakukan hal yang sangat bertentangan dengan fitrah kemanusiaan seperti bunuh diri atau bahkan sampai membunuh orang lain, karena pelaku merasa sudah tidak ada jalan keluar untuk permasalahannya yang dirasa sangat pelik.
Begitu banyak permasalahan hidup mulai dari permasalahan pribadi, ekonomi, sosial, keluarga, kesehatan dan lain- lain. Seringkali menjadi alasan untuk seseorang mengalami tekanan mental yang sering kali berakhir dengan depresi hingga berani melakukan perbuatan kejam seperti membunuh atau bunuh diri. Terlebih hidup di perkotaan yang serba kapitalistik membuat masyarakat harus bergelut dengan standar-standar serba materialistik.
Tak bisa dipungkiri itu semua merupakan buah dari penerapan sistem kapitalisme sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan manusia. Sehingga menjadikan seseorang memiliki ketakwaan yang lemah. Dengan sistem kehidupan sekuler yang kering dari unsur keimanan membuat masyarakat rentan terkena gangguan mental akibat tidak mendapatkan solusi yang tepat dalam menyikapi permasalahan secara emosi.
Selain itu kasus pembunuhan atau bunuh diri yang semakin marak juga dikarenakan lemahnya sistem hukum di negara ini. Sistem hukum yang ada di Indonesia tidak mampu memberikan efek jera bagi pelaku tindak kejahatan pembunuhan. Bahkan sudah menjadi rahasia umum jika banyak residivis yang mengulang lagi tindak kejahatan yang serupa bahkan lebih sadis dari sebelumnya setelah keluar dari penjara.
Begitupun dengan kasus bunuh diri yang kerap terjadi, sistem saat ini tidak mampu menangani kasus bunuh diri. Meskipun dalam hukum pidana positif di Indonesia, bunuh diri dan percobaannya bukan merupakan tindak pidana karena tidak diancam pidana. Akan tetapi ini tetap menjadi sebuah polemik di tengah masyarakat, hal ini juga menjadi PR besar bagi negara untuk melakukan upaya pencegahan demi memberikan jaminan keberlangsungan hidup bagi rakyatnya.
Berbagai upaya dilakukan untuk menekan angka bunuh diri salah satunya dengan adanya hotline atau call center pencegahan bunuh diri/layanan bantuan konsultasi mental yang diharapkan mampu menekan angka bunuh diri, namun sayang upaya tersebut belum mampu menurunkan kasus tindakan bunuh diri.
Kasus pembunuhan dan bunuh diri menimbulkan keresahan bagi masyarakat, hal ini perlu penanganan serius sehingga mampu menyolusi permasalahan tersebut. Namun sayangnya sistem kapitalisme sekuler tidak mampu memberikan solusi yang utuh, karena memang solusi yang diberikan sistem saat ini tidak sesuai dengan fitrah manusia, alih-alih memberikan solusi yang ada hanya menambah dan memunculkan masalah baru.
Butuh Solusi Tuntas
Oleh karena itu, dibutuhkan solusi tuntas dalam menyelesaikan masalah di atas, yaitu dengan menerapkan sistem kehidupan yang sesuai dengan fitrah manusia dan penuh dengan nuansa keimanan. Tiada lain adalah dengan aturan yang datang dari Sang Pencipta itu sendiri yaitu Islam.
Islam mampu mengatasi depresi massal yang diderita masyarakat, dengan cara penerapan kebijakan yang mampu menyejahterakan rakyatnya. Ketakwaan yang tinggi akan terbentuk dalam setiap individu dalam daulah, sehingga tercipta masyarakat yang tangguh yang tidak mudah stress dan mampu menyelesaikan segala persolaan yang dihadapi dengan sudut pandang Islam.
Dalam Islam pembunuhan (membunuh orang yang tak bersalah) ataupun tindakan bunuh diri merupakan sebuah perkara yang tercela, keduanya bisa mendatangkan dosa besar. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam Al-Quran:
“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.” (QS: Al-Maidah: 32).
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Jauhilah tujuh (dosa) yang membinasakan!” Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasûlullâh, apakah itu?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Syirik kepada Allâh, sihir, membunuh jiwa yang Allâh haramkan kecuali dengan haq ..." (HR al-Bukhâri, no. 2615, 6465; Muslim, no. 89).
Adapun dalil larangan bunuh diri:
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. An Nisa: 29-30).
Selain itu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, ia akan di adzab dengan itu di hari kiamat” (HR. Bukhari no. 6105, Muslim no.110).
Dari dalil Quran dan hadits di atas jelas aktivitas membunuh (orang yang tidak bersalah) dan tindakan bunuh diri adalah suatu pelanggaran hukum Syara. Selain itu Syari’at Islam telah menjelaskan bahwa setiap pelanggaran hukum syara' adalah tindak kejahatan yang akan dikenai sanksi di akhirat kelak dan sanksi di dunia.
Adapun terkait hukuman bagi pelaku pembunuhan ada tiga jenis sanksi pidana Syariah yaitu: hukuman mati atau qishash, membayar diyat (tebusan/uang darah), atau dimaafkan (al afwu'). Sanksi tersebut diberikan tergantung dari pilihan ahli waris korban. Adapun hikmah diterapkan qishash adalah agar terpelihara jiwa (nyawa) seseorang dari aksi pembunuhan. Ancaman dibunuh apabila membunuh akan membuat seseorang takut untuk melakukan hal tersebut.
Islam memiliki sistem persanksian (‘uqubat) yang khas yang bersifat pencegah (zawajir) dan penebus (jawabir). Sebagai pencegah karena sanksi dalam Islam akan mencegah dan memberikan efek jera bagi orang-orang untuk melakukan tindakan dosa dan kriminal.
Sedangkan maksud sebagai penebus karena sanksi yang dijatuhkan akan menggugurkan sanksinya di akhirat. Dengan begitu sistem hukum dalam Islam sangat efektif menekan bahkan mengurangi tindakan kejahatan pembunuhan ataupun bunuh diri.
Sejatinya hukum Syariah Islam itu sesuai fitrah manusia, yang mana jika diterapkan secara sempurna tentu bukan hanya akan memberikan rasa aman, tetapi juga akan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Begitulah jaminan keamanan yang diberikan dalam konsep Syariah Islam, dan konsep ini hanya akan terlaksana dalam sebuah negara yang menerapkan mabda Islam secara sempurna. Wallahu'alam bishshawab.[]
Oleh: Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I.
Aktivis Muslimah
0 Comments