Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Miras Haram, Harusnya Dilarang Bukan Diatur


TintaSiyasi.com -- Telah maklum dipahami oleh umat Islam bahwasannya Bulan Ramadhan merupakan bulan takwa. Bulan Ramadhan adalah bulan suci yang kedatangannya dinanti-nantikan oleh banyak orang. Persiapanpun dilakukan untuk memuliakan bulan nan agung ini. Tentu saja tidak luput adalah persiapan materi termasuk bahan pangan. Para ibu mulai berhitung untuk mempersiapkannya. Pemerintahpun tidak terlewat setiap tahunnya membuat beberapa kebijakan untuk menghadapi bulan suci ini. 

Aparat di sejumlah daerah mulai melakukan razia miras. Tidak hanya miras, razia juga dilakukan terhadap sepeda motor berknalpot brong yang digunakan untuk balapan liar, seperti yang dilakukan oleh jajaran Polresta Banjarmasin. Hal ini untuk mengantisipasi adanya hal yang mengganggu ketenangan Umat Islam dalam beribadah di Bulan Ramadhan (pojokbanua.com, 6/3/3023). Sudah selayaknya Bulan Ramadhan menjadi bulan yang dimuliakan.


Sebatas Mengatur Bukan Melarang

Sejumlah peraturan di buat menyangkut miras atau minol ini, mulai dari undang-undang sampai ke peraturan daerah. Misalnya dalam Perpres No. 74 tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-Dag/Per/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol. 

Kedua instrumen ini mengatur minuman beralkohol golongan A (kadar etil alkohol atau etanol sampai 5 persen, golongan B (kadar 5-20 persen), dan golongan C (kadar 20-55 persen) hanya dapat dijual di hotel, bar, dan restoran yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepariwisataan.

Penjualan juga dapat dilakukan pada toko bebas bea dan tempat tertentu yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penjualan dan/atau peredaran yang ditentukan kepala daerah tidak berdekatan dengan tempat peribadatan, lembaga pendidikan dan rumah sakit.

Selain itu, penjualan minuman beralkohol golongan A juga dapat dijual di toko pengecer dalam bentuk kemasan dan diletakkan terpisah dari barang yang lain. Terdapat juga aturan tidak boleh minum di tempat, kecuali yang dijual di hotel, restoran, bar sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepariwisataan; dan tempat tertentu lainnya yang ditetapkan oleh bupati/wali kota dan gubernur untuk provinsi DKI Jakarta.

Konsumen minol hanya untuk yang telah berusia 21 tahun dengan menunjukkan kartu identitas kepada petugas/pramuniaga. Minuman tradisional beralkhohol yang dijual selain di hotel, bar dan restoran hanya dibolehkan untuk kepentingan adat, kepentingan ritual keagamaan, dan cinderamata, yang dibatasi dengan takaran volume sampai dengan 1000 ml.

Dari sini jelas bahwa semangat dari peraturan mengenai minol ini bukanlah melarang, akan tetapi sebatas mengatur.


Haram Berarti Melarang Bukan Mengatur

Minuman beralkohol tradisional maupun pabrikan adalah haram, tiada beda. Islam sangat memperhatikan terjaganya akal sebagai salah satu dari maqasidus syariah, yakni tujuan/goal dari dihadirkan syari’at di tengah-tengah manusia. 

Mengonsumsi miras merupakan perbuatan haram dan dilarang. Mengonsumsi miras juga diketahui akan merusak kesehatan dan menjadi dalang berbagai tindak kriminal. Allah SWT menyebut perbuatan meminum miras ini sebagai perbuatan setan. Di dalam surat al Maidah ayat 90, yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." 

Allah SWT juga menyatakan untuk kita bahwa setan adalah musuh yang nyata bagi manusia. Di dalam surat Fatir ayat 5, yang artinya, "Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu, maka jadikanlah ia musuh(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala."

Dari Abdullah bin Amr bin Ash ra, Nabi SAW bersabda, “Minuman keras itu induk dari hal-hal yang buruk, siapa yang meminumnya, maka salatnya tidak diterima selama empat puluh hari, jika ia meninggal sedangkan minuman keras berada di dalam perutnya, maka ia akan meninggal dunia dalam keadaan jahiliah.” (HR Thabrani).

Di dalam hadis lain disebutkan, “Allah melaknat khamar (minuman keras), peminumnya, penuangnya, yang mengoplos, yang minta dioploskan, penjualnya, pembelinya, pengangkutnya, yang minta diangkut, serta orang yang memakan keuntungannya.” (HR Ahmad).

Jelaslah keharaman miras atau minol ini. Ia haram tidak hanya bagi yang meminumnya tapi bagi yang bersangkutan langsung terhadap miras ini. Sudah barang tentu, pembuat aturan mengenai miras sebagai pihak yang turut menjadi jalan bagi adanya penjual, pembeli, pengangkut dan seterusnya. 

Oleh karena itu, tidak semestinya ketentuannya hanya bersifat mengatur produksi, peredaran dan penggunaannya saja. Akan tetapi menutup rapat jalan keharaman ini. Dengan sikap seperti ini, pengambil kebijakan dan pembuat aturan akan selamat dari kemurkaan Allah SWT karena ia tidak memfasilitasi kemaksiatan. Sekaligus akan menyelamatkan masyarakat dari bahaya dan dampak buruk miras.


Beginilah Mindset Kapitalisme Sekuler

Walaupun telah dicabut, namun Pemerintah sempat mengeluarkan lampiran Perpres No. 10 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Penanaman Modal (BUPM) berkaitan pembukaan investasi minuman keras mengandung alkohol. Pencabutan lampiran ini setelah menuai banyak penolakan dari sejumlah pihak. Perlu dicatat, pencabutan lampiran ini tidak membuat masalah minol selesai. Oleh karena sederet peraturan yang ada sejatinya dibuat tidak untuk memberantas minol. 

Dalam mindset kapitalisme, apapun bisa jadi komoditas yang penting menghasilkan cuan. Bersenyawa dengan kapitalisme, yakni sekularisme. Sekularisme menutup mata dari halal-haram. Agama itu percuma, agama tidak berguna, setiap orang boleh melakukan apa saja suka-suka. Agama hanya menempati sudut-sudut masjid atau didatangkan sebatas formalitas saja. Saat sumpah jabatan atau sekedar baca doa.

Bagi kapitalis, selama ada pangsa pasar, maka barang itu halal diproduksi dan diperdagangkan. Kebebasan bertingkah laku dengan menanggalkan agama bahkan agama dianggap menghambat perbuatan suka-suka, tentu saja akan menimbulkan bahaya dan kerusakan bagi masyarakat. 

Tidak sedikit tindak kriminalitas, bermula dari barang haram miras ini. Kasus pembunuhan, perkosaan, perzinaan maupun perkelahian.

Apa jadinya jika mindset kapitalisme sekuler ini ada pada negara? Pastilah dampaknya amat luas. Negara yang hanya mempertimbangkan cuan, akan setengah hati untuk melindungi masyarakatnya dari dampak buruk miras. Sudah barang tentu akan mendapat kemurkaan Allah SWT.

Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Munajah Ulya
Pemerhati Sosial, Perempuan, dan Anak
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments