Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Membangkitkan Pemikiran Seorang Ibu dengan Pengajian


TintaSiyasi.com -- Menuntut ilmu agama atau mengaji adalah wajib bagi setiap Muslim (fardhu 'ain) sehingga berdosalah setiap orang yang meninggalkannya. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam :
 
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

"Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim" (HR. Ibnu Majah). 

Merujuk pada dalil diatas artinya kewajiban itu pun berlaku bagi kaum perempuan atau Muslimah. Umumnya kajian rutin keagamaan dilaksanakan minimal satu kali dalam sepekan. 
Mengherankan, jika aktivitas memenuhi kewajiban beragama dinilai sebagai kebudayaan yang merugikan.

Diskriminasi terhadap Islam dan aktivitas di dalamnya kembali berulang. Sungguh disayangkan, pendapat negatif terlontar dari seorang politisi senior yang juga menjabat sebagai Ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri. Pada pidatonya di acara Seminar Nasional Pancasila dalam Tindakan : "Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting, Kekerasan Seksual Pada Anak dan Perempuan, Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Serta Mengantisipasi Bencana. Di Jakarta Selatan pada Kamis (16-2-2023).

Salah satu pidato Megawati yang lagi-lagi mengundang kegaduhan adalah pembahasan soal kondisi anak stunting. Megawati mengaitkannya dengan kegiatan pengajian para ibu yang menyita waktu sehingga abai terhadap pengasuhan dan melupakan asupan gizi bagi anak-anaknya. "Ini pengajian iki sampai kapan tho yo? Anake arep dikapake? (anaknya mau diapakan?), he iya dong. Boleh bukan gak berarti boleh, saya pernah pengajian kok," ucap Megawati di acara yang dihadirinya tersebut (Replubika.co.id, 19/2/2023).

Megawati pun bakal menginstruksikan kepada dua menteri yang mengurusi ibu-ibu dan stunting, yaitu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati alias Bintang Puspayoga dan Menteri Sosial (MenSos) Tri Rismaharini untuk mengatur waktu ibu-ibu, supaya tidak terus mengikuti pengajian sampai melupakan asupan gizi anak. Benarkah rajinnya ibu-ibu mengaji menjadi salah satu penyebab stunting?

Merujuk kepada World Health Organization gizi buruk menjadi salah satu sebab terjadinya stunting, di samping itu terjadinya infeksi berulang serta kurangnya stimulasi psikososial juga menjadi faktor lainnya.

Gizi buruk yang terjadi pada anak biasanya karena rendahnya kesempatan mendapatkan makanan bergizi akibat faktor ekonomi. Kurangnya stimulasi psikososial karena tidak adanya interaksi yang baik dengan orang tuanya terutama ibu yang biasanya disibukkan dengan bekerja diluar rumah sehingga anak dititipkan kepada kerabat atau keluarga yang lain.

Bantahan terhadap pernyataan Megawati yang melarang ibu-ibu pergi ke pengajian disampaikan oleh ketua PP Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) PDIP Faozan Anwar, kepada Replublika.co.id, Jum'at 24/2/2023. bahwa "Ibu Megawati sama sekali tidak melarang ibu-ibu ikut pengajian, karena beliau sendiri pun ikut. Ikut pengajian itu penting, tapi menyiapkan dan mendidik anak agar menjadi generasi yang sehat, cerdas, dan berkualitas jauh lebih penting," ujar Faozan yang juga hadir dalam acara Kick Off Pancasila dalam tindakan tersebut. 

Dalam kesempatan lainnya, Koalisi Penggiat HAM Yogyakarta melaporkan Megawati Soekarnoputri kepada Komnas Perempuan RI. Laporan ini terkait pidato Megawati yang menyoalkan ibu-ibu gemar mengaji. Laporan tersebut dikirimkan Koalisi Penggiat HAM Yogya melalui surat yang dikirimkan kepada Komnas Perempuan lewat kantor Pos Besar Yogya pada Rabu, 22 Februari 2023.

Lebih lanjut Tri Wahyu yang merupakan perwakilan dari tim Penggiat Koalisi HAM Yogya mengungkapkan bahwa pelaporan tersebut didasari oleh isi pidato Megawati yang dinilai melabeli ibu-ibu yang gemar pengajian tidak mampu memanajemen rumah tangga dan menelantarkan anak. Tri juga menyampaikan, "Kami menduga, kami tidak ingin ikut melabeli menghakimi, kami menduga pernyataan itu satu bentuk praktik ketidak adilan gender،" jelas Tri pada www.detik.com (detikJateng, 23/2/2023).

Ibu ataupun calon ibu adalah pendidik generasi. Dalam Islam derajat seorang ibu begitu mulia, ditangan para ibu anak-anak mendapatkan sekolah pertama mereka. Kalimat Al Ummu Madrosatul Ula (ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya), ibu berperan mengajarkan setiap hal baru kepada anak-anaknya. Kosa kata pertama, mengindera benda dan keberadaan lingkungan sekitar, implementasi kasih sayang, semua itu baru sebagian contoh kecil pembelajaran yang didapat anak dari sosok guru bernama ibu.

Tidak ada sekolah formal untuk menjadikan kaum perempuan menyandang gelar ibu dengan multifungsi sebagai manager di dalam keluarga sekaligus guru untuk anak-anak. Keberadaan ibu melebihi peran guru-guru dalam mengajarkan ilmu di sekolah. Bukan sekadar asupan makan yang menjadi perhatian, anak-anak dibentuk menjadi manusia yang punya rasa sayang, prinsip hidup dan nilai ketaqwaan terhadap Allah SWT.

Nilai tersebut menjadi pedoman hidup dan landasan setiap perbuatan anak-anak nantinya.
Harapan bagi setiap ibu, anak-anak mereka tumbuh sehat, kuat, cerdas dan berakhlak baik.
Tentunya ibu akan secara totalitas berupaya mewujudkan harapan itu.

Ibu sangat mengerti semua itu pasti ada ilmunya, cara mudah dan efisien mendapatkan ilmu dengan rajin datang dan mengikuti pengajian.
Mencerdaskan sudah tentu, dalam forum pengajian pembahasan Islam sebagai satu-satunya solusi problematika umat diulas tuntas.

Persoalan stunting yang menjadi masalah serius di Indonesia saat ini tak luput dari tema pembahasan.

Kemiskinan sistemis menjadi akar mencuatnya kasus stunting di negeri ini. Rakyat yang rata-rata berpenghasilan minimalis sulit memenuhi kebutuhan gizi baik 4 sehat 5 sempurna, sehingga mengalami stunting.

Peta pembangunan yang dilakukan pemerintah hanya bertujuan mensejahterakan golongan utama yaitu para kapitalis. Di sisi lainnya golongan sekunder yaitu rakyat dengan standar ekonomi bawah di belenggu kemiskinan, dengan realita kenaikan harga bahan pangan yang fantastis kemudian tidak terjangkau.

Jadi, masih tingginya kasus stunting lebih karena dampak buruk aktivitas pengurusan negara terhadap rakyatnya. Tidak ada kaitannya dengan ibu-ibu ke pengajian. Seolah di paksakan mengaitkan akifnya ibu ke pengajian sebagai sebab stunting. 

Bisa disimpulkan, ungkapan yang muncul kali ini merupakan komponen dari beberapa ungkapan sebelumnya yang memperlihatkan indikasi islamofobia pada politisi maupun pejabat negeri ini. Isyarat islamofobia tersebut terlihat dalam pernyataan yang mengoyak hati umat Muslim.

Visualisasi virus islamofobia di kalangan elite politik dan pejabat negeri ini makin real, dengan ragam narasi diskriminatif yang dilontarkan. Penggambaran makin jauhnya Islam dalam pandangan hidup dan politik jelas kentara padahal kaum Muslim mendominasi negeri ini.

Sungguh sebagai umat mayoritas kita harusnya memetik pelajaran dari setiap usaha penghancuran Islam. Kaum sekularisme akan masif menggaungkan idenya di tengah umat. Basi jika kita masih menggantungkan harapan perubahan ditangan politisi dan penguasa sekular. Aspirasi umat mayoritas tidak akan di gubris. Waktunya bangkit, apabila umat ingin merealisasikan penerapan Islam dalam kehidupan, berjuang bersama memulai dakwah amar makruf nahi mungkar.

Islam merupakan sumber kekuatan aturan hidup yang datang langsung dari Allah SWT sang pencipta yang Maha Agung. Islam menjelaskan semua masalah akidah dan hukum-hukum syariah secara lugas dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Rasulullah.

Merebaknya berbagai kajian di setiap komunitas membuktikan umat semakin sadar bahwa mereka butuh lebih banyak pengetahuan ilmu agama. Mereka, insyaallah semakin mengerti bahwa solusi dari problematik itu adalah Islam bukan yang lain.

Para perempuan dari remaja, ibu muda bahkan yang sudah berumur pun makin semangat mengaji. Sepatutnya mereka diberikan apresiasi positif bukan dilabeli dengan hal-hal yang negatif. Bersyukur kepada dakwah Islam yang terus hadir mengukuhkan keimanan umat. Mendekatnya umat kepada majelis ilmu dan pengajian sudah tentu menjauhkan mereka dari kemaksiatan.

Apabila timbul pertanyaan seharusnya ditujukan kepada mereka para penguasa dan politisi, apa aktualisasi kepemimpinan mereka? Sudahkah mereka benar-benar menjadi pelayan yang mensejahterakan rakyatnya? Ataukah jabatan mereka dijadikan alat memakmurkan diri dan golongan yang menguntungkan mereka? Karena faktanya masih marak praktek korupsi menggelapkan uang negara.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Meika
Aktivis Dakwah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments