Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Merebaknya Kasus Bunuh Diri, Bukti Minimnya Tanggung Jawab Negara terhadap Mental Health Generasi


TintaSiyasi.com -- Mental health (kesehatan mental) adalah keadaan sejahtera dimana setiap individu bisa mengeluarkan potensi dalam dirinya masing-masing (World Health Organization). Berbeda dari maknanya, mental health yang dialami oleh individu hari ini justru memprihatikan, kesehatan mental individu rapuh dan rentan akan masalah-masalah yang dihadapinya, sehingga tak jarang banyak kita jumpai individu justru menghadapi masalahnya dengan jalan yang salah, mulai dari melakukan kejahatan hingga bunuh diri.

Dikutip dari kompas.com (12/03/2023), seorang mahasiswa dari Universitas Indonesia (UI) berinisial MPD (21) ditemukan tewas di apartmen miliknya dikawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Korban diduga bunuh diri dengan meloncat dari lantai 18 apartemen miliknya. Sebelum melakukan korban melakukan bunuh diri, korban sempat meninggalkan pesan berisi permintaan maaf kepada keluarga dan teman-temannya malalui di media sosial miliknya. Kasus bunuh diri juga terjadi di Bantul, dikutip dari sindonews.com (10/03/2023), seorang warga dusun Wirokerten RT 02 kelurahan Wirokerten Kapanewon Banguntapan, Bantul. Mereka menemukan NS, seorang laki-laki berumur 38 tahun ditemukan tewas gantung diri di rumahnya dengan menggunakan tali plastik warna orange dengan diameter 10 milimeter diusuk kayu dapur milik orang tuanya. 

Insiden bunuh diri menjadi salah satu hal yang begitu mengkhawatirkan saat ini. Dikutip dari bbc.com (25/01/2023), bunuh diri menjadi masalah senyap di Indonesia. Insiden bunuh diri kemungkinan besar jauh lebih tinggi dari data resmi, menurut penelitian terbaru. Sebuah studi pada tahun 2022 menemukan angka bunuh diri di Indonesia mungkin empat kali lebih besar dari data resmi. Stigma seputar masalah kesehatan jiwa dan kelemahan sistem pendataan menjadi penyebab utamanya. 

Merebaknya kasus bunuh diri yang terjadi saat ini tidak lain tidak bukan adalah karena terganggunya kesehatan mental masyarakat yang menyeliputi berbagai usia. Keputusan dalam mengambil tindakan yang salah ini sering terjadi karena beberapa faktor, diantaranya adalah faktor ekonomi, lingkungan, kurangnya pemahaman akan agama karena sangat sedikitnya jam pelajaran agama yang diberikan, kurikulum yang menekan serta pola asuh dan didik yang masih sering salah sehingga menjadikan generasi hari ini rentan dan rapuh terhadap problematika yang dihadapinya.

Faktor-faktor di atas dapat terjadi karena buruknya sistem yang diterapkan serta minimnya tanggung jawab para penguasa terhadap masyarakatnya. Adapun sistem yang buruk tersebut adalah sistem sekulerisme yakni sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Oleh karenanya, banyak kita jumpai hari ini generasi yang mentalnya rusak serta jiwa-jiwa yang mudah rapuh disertai dengan keimanan yang sedikit, hingga pada akhirnya individu-individu hari ini tidak mampu menyelesaikan problematika yang dihadapinya dan sangat sulit untuk menemukan solusinya. 

Sistem sekularisme yang menjadi akar permasalahan juga memberikan dampak berupa abainya negera terhadap rakyatnya. Negara yang berada pada naungan sekulerisme hanya memandang bahwa rakyat sekumpulan warga yang hidup pada wilayah tertentu, namun sangat abai akan kondisi-kondisi yang dialami oleh rakyatnya. Jika negara memberikan program-program tertentu baik untuk kehidupan maupun kesehatan mental bagi rakyatnya sudah pasti tidak akan mampu memberikan dampak yang signifikan bagi rakyatnya, apalagi memulihkan generasi dari gangguan mental tersebut. Program semacam ini memang tidak akan berjalan mulus jika masih berada pada sistem sekuler, bukannya memberikan kesembuhan bagi mental generasi justru akan membuat mental generasi akan semakin buruk dan akan membuat generasi buta akan rasa ketakwaan dan juga keimanan serta menjadikan generasi jauh dari kata mulia.

Kesehatan mental generasi hanya akan pulih dengan adanya sistem yang benar dan shahih yaitu sistem Islam yang disebut dengan khilafah. Syariat Islam telah menetapkan bahwa posisi negara khilafah adalah sebagai pelayan umat (khadimatul ummat). Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Rasullah SAW, “Imam (khalifah) adalah rai’in (pengurus rakyat) dan bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari).

Negara Khilafah yang berada dalam naungan Islam tentulah akan menjaga rakyatnya dengan sebaik-baiknya. Islam memandang manusia secara utuh dan menyeluruh. Maka dari itu, aspek pembangunan manusia tidak hanya dilihat pada aspek fisik, tetapi juga dilihat pada aspek kesehatan mentalnya. Khilafah menjadikan aqidah Islam sebagai pedoman kehidupan, aqidah Islam akan diajarkan pada seluruh generasi serta mengajari dan menuntun mereka untuk dapat memahami arti dari tujuan hidup, sehingga menjadikan generasi akan paham arti kehidupan ini hanyalah untuk Allah. Generasi akan mampu memahami bahwa segala kenikmatan dan cobaan adalah ujian yang diberikan oleh Allah kepada manusia, guna untuk melihat seberapa jauh taraf keimanan dan ketaatan mereka. Dengan penanaman akidah pada diri generasi akan mampu membuat mereka jauh dari gangguan mental dan tidak akan rentan serta tidak akan berputus asa dalam mengahadapi berbagai problematika yang melintasi kehidupannya. 

Di sisi lain, negara khilafah tidak akan abai atas kondisi rakyatnya. Negara akan memberikan jaminan terbaik bagi rakyatnya dengan mengurangi berbagai tekanan yang mampu membuat kehidupan dan kesehatan rakyatnya menjadi tidak aman. Negara akan meberikan jaminan mulai dari aspek ekonomi, pendidikan yang gratis, pelayanan kesehatan yang baik, keamanan yang mampu menjaga rakyatnya dan jaminan lainnya yang akan menjaga kemaslahatan masyarakatnya. 

Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Sintia Wulandari
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments