Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kenaikan Harga Jelang Ramadhan Dibiarkan Jadi Tradisi?


TintaSiyasi.com -- Jika bukan karena sulitnya mendapatkan kehidupan yang layak, tentu perkara harga tak akan menjadi perdebatan. Di satu sisi rakyat sulit memperoleh sembako terjangkau. Di sisi lain, pedagang jika tidak menaikkan harga maka akan kecil sekali keuntungan mereka. Di sisi lain, para korporasi tidak pernah mau rugi dan suka cita menaikkan harga. Bagaimana Islam memandang fenomena berulang setiap memasuki Ramadhan semacam ini?

Ramadhan tinggal hitungan hari, maka sudah selayaknya kita sebagai seorang Muslim mempersiapkan diri dan hati kita untuk menyambutnya dengan penuh rasa syukur dan gembira.
 
Karena sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam QS. Yunus ayat 58) yang artinya, "Katakanlah (muhammad) "Dengan karunia Allah dan Rahmatnya, hendaklah dengan itu mereka bergembira, itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.

Maksudnya adalah dengan adanya rasa syukur, gembira adalah lebih baik dari pada harta dan kemewahan yang kita kumpulkan. Masya allah, dengan rasa gembira menyambut datangnya bulan rahmat ini adalah lebih berharga daripada apa yang mereka kumpulkan. 

Tapi sayang di balik rasa bahagia, ada duka tersembunyi. Karena semua bahan pokok melambung tinggi harganya. Mulai dari beras, cabe merah, bawang merah, bawang putih dan lain sebagainya. 

Seperti yang dilansir dari katadata.co.id (03/03/2023), Harga sejumlah komoditas bahan pangan pokok naik seperti cabai, minyak goreng, gula pasir kualitas premium, dan daging ayam ras segar. Kenaikan tersebut terjadi 20 hari jelang bulan puasa atau Ramadhan. 

Berdasarkan Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, rata-rata harga pangan naik di antaranya:
Pertama, cabai merah besar secara nasional mencapai Rp 42.200 per kilogram, pada Jumat (3/2). Angka tersebut naik dibandingkan pada bulan lalu yang mencapai Rp 36.250 per kg. 
Kedua, cabai rawit hijau juga naik yang mencapai Rp 48.700 per kilogram. Angka tersebut naik dibandingkan posisi pada awal Februari yang hanya mencapai Rp 42.600 per kilogram. 
Ketiga, daging ayam ras segar secara nasional mencapai Rp 33.800 per kilogram. Angka tersebut naik dibandingkan posisi bulan lalu yang mencapai Rp 34.100 per kilogram. 
Keempat, minyak goreng curah terpantau naik ke Rp 14.990 per liter, dibandingkan sepekan lalu (30 Januari 2023) yang tercatat di Rp 14.940 per kg (cnbcindonesia.com, 06/02/2023).

Sedangkan Mendag hanya ingatkan kepala daerah berikan subsidi jelang Ramadan yang terkesan pragmatis dan tidak semua yang warga terdampak kenaikan harga memperoleh subsidi tersebut.


Kenaikan Harga Dibiarkan Menjadi Tradisi 

Seolah sudah tradisi, harga menjelang Ramadhan dan hari besar agama selalu naik. Akibatnya rakyat kesusahan dalam mendapatkan bahan kebutuhan pokok. Apalagi setelah terdampak pandemi, pengangguran meningkat sehingga pemasukan keluarga juga menurun disebabkan sulitnya mendapatkan pekerjaan yang layak upahnya.

Walaupun negara melakukan upaya antisipasi agar tidak ada gejolak harga dan rakyat mudah untuk mendapatkan kebutuhannya. Tapi tetap saja harga nya mahal, walaupun ada sembako murah syarat dan ketentuan berlaku yang merepotkan.

Di sisi lain, ada pihak yang bermain curang dengan menimbun atau memonopoli perdagangan barang tertentu. Sehingga kebutuhan bahan pokok melambung tinggi harganya. Inilah sistem kapitalis yang berasaskan manfaat.

Fenomena ini akan terus terjadi dan sudah jelas menunjukkan bahwa negara gagal dalam menjaga stabilitas harga dan menyediakan pasokan yang cukup sesuai kebutuhan rakyat. 


Sistem Islam Beri Solusi

Perekonomian adalah salah satu penopang dalam kehidupan negara. Perekonomian negara yang kokoh akan mampu menjamin kesejahteraan dan kemampuan rakyat. Salah satu penunjang perekonomian negara adalah kesehatan pasar. 

Kesehatan pasar sangat tergantung pada mekanisme pasar yang mampu menciptakan harga yang seimbang yaitu tingkat harga yang dihasilkan oleh interaksi antara kekuatan permintaan dan penawaran yang sehat.

Islam memiliki mekanisme yang ampuh yang mampu menjaga gejolak harga sehingga harga tetap stabil dan rakyat mampu mendapatkannya. Ini solusi preventif yang dilakukan dalam sistem Islam untuk berbuat adil bagi golongan marginal tertentu.

Selain itu Islam juga melarang berbagai praktik curang dan tamak seperti menimbun atau memonopoli komoditas sehingga mendapatkan keuntungan yang besar. Hal ini disamakan dengan perbuatan menghalang-halangi masyarakat mendapatkan sumber makanan yang terjangkau.

Konsep makanisme pasar dalam Islam dapat dirujuk dari hadis Rasulullah SAW, sebagaimana disampaikan oleh Sayyidina Anas Bin Malik ra, sehubungan dengan adanya kenaikan harga-harga barang di kota Madinah. 

Dalam hadis ini terlihat dengan jelas bahwa Islam jauh lebih dahulu, kurang lebih 1160 tahun telah mengajarkan konsep mekanisme pasar. 

Hadis tersebut diriwayatkan sebagai berikut, “Harga melambung pada zaman Rasulullah SAW. Orang-orang ketika itu mengajukan saran kepada Rasulullah dengan berkata: “Ya Rasulullah hendaklah engkau menentukan harga.” Rasulullah SAW berkata: ”Sesungguhnya Allah-lah yang menentukan harga, yang menahan dan melapangkan dan memberi rezeki. Sangat aku harapkan bahwa kelak aku menemui Allah dalam keadaan tidak seorang pun dari kamu menuntutku tentang kezaliman dalam darah maupun harta."

Inilah Islam, mengatur setiap lini kehidupan masyarakat, bukan hanya ibadah saja yang diatur oleh Islam, akan tetapi ekonomi juga harus dan wajib diatur oleh aturan Allah, agar masyarakatnya bahagia damai dan sejahtera. 

Dan tanggung jawab negara juga sebagai pengatur dan pemelihara urusan umat akan membuat rakyat hidup sejahtera dengan diterapkan sistem Islam secara kaffah.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Resmi Juwita
Aktivis Muslimah Riau
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments