Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kekerasan Merajalela, Sekularisme Biang Keroknya

Oleh: Novita Fauziyah, S. Pd

TintaSiyasi.com -- Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anak pejabat Direktorat Jendral Pajak Mario Dandy Satriyo terhadap Cristallino David Ozora alias David Februari lalu cukup menyita perhatian publik. Dikutip dari cnnindonesia.com (02/03/2023) David mengalami penganiayaan oleh Mario di sebuah perumahan di Pesanggrahan, Jakarta Selatan, pada Senin (20/2) lalu. David koma dan menjalani perawatan insentif di RS Mayapada hingga hari ini.

Tak lama setelah kejadian itu berlangsung, kasus kekerasaan yang dilakukan pemuda juga terjadi lagi. Dilansir dari jurnalpolri.com (22/2/2023), Polsek Pasawahan, Polres Purwakarta amankan lima orang pemuda yang melakukan percobaan pencurian dengan kekerasan dan atau penganiayaan. Diketahui, para pemuda tersebut masih berstatus pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Purwakarta.

Kekerasan yang dilakukan pemuda di atas makin menambah deretan kasus yang pernah ada. Kondisi ini cukup miris, mengingat pelakunya adalah pemuda yang notabene menjadi tumpuan pembangun dan pengisi peradaban. Tak hanya itu, bentuk dan motifnya pun beragam.

Dengan maraknya kasus kekerasan yang dilakukan oleh pemuda menggambarkan bahwa ada yang salah dengan sistem kehidupan kita. Bukan hanya karena satu atau dua hal namun berbagai hal dan semuanya saling berkaitan. Mulai dari gagalnya sistem pendidikan yang membentuk anak didik beriman bertakwa dan berakhlak mulia, lemahnya peran keluarga dalam meletakkan dasar  perilaku terpuji  hingga rusaknya masyarakat. Semuanya merupakan buah dari kehidupan yang berasaskan sekularisme. 

Sekularisme merupakan paham yang memisahkan agama dari aturan kehidupan. Aturan agama hanya untuk urusan pribadi dan tidak digunakan mengatur urusan di kehidupan umum. Paham ini menjadikan akal manusia untuk menentukan aturan dan hanya mengikuti hawa nafsu. Sekularisme yang melahirkan adanya liberalisme dan hedonisme menjadikan pemuda bebas melakukan apa saja tanpa memperhatikan halal haram dan hanya mengejar kesenangan belaka.

Kegagalan sistem pendidikan juga menjadi sorotan bersama, mengingat banyak di antara mereka adalah pemuda yang masih mengenyam pendidikan. Pendidikan yang berbasis sekularisme melahirkan generasi nirakhlak. Pola pikir dan pola sikap yang terbentuk adalah sekuler. Porsi pelajaran agama sangat minim. Pendidikan yang mestinya mampu menjadikan generasi berakhlak mulia dan senantiasa taat kepada Sang Pencipta justru sebaliknya. Berbagai pembaruan kurikulum sering dilakukan namun permasalahan yang melanda pemuda tak juga sirna.

Tak hanya dari sisi kegagalan sistem pendidikan. Peran keluarga dalam membentuk anak-anak yang senantiasa taat dan berakhlak mulia juga lemah. Sungguh tantangan yang tidak mudah. Tuntutan era Kapitalisme menjadikan waktu orang tua habis untuk bekerja hingga pengawasan atau kontrol terhadap anak kurang. Padahal anak tidak hanya harus diawasi atau dikontrol namun juga dibimbing untuk bisa menjalani kehidupan. Pola asuh yang kurang tepat hingga menjadikan anak tumbuh menjadi pribadi yang manja dan tidak bisa berpikir jernih dalam menghadapi masalah seringkali menjadi faktor penyebab dari sisi keluarga. Kondisi anak yang merasa kurang diperhatikan orang tua juga biasanya menjadi alasan hingga mereka mencari pelampiasan atau perhatian kepada orang lain. Hal inilah yang akhirnya membuat mereka berulah. 

Gaya hidup hedon dan adanya kebebasan berperilaku di tengah masyarakat sebagai buah sekularisme juga menjadikan kasus kekerasan merajalela. Demi mendapatkan apa yang diinginkan baik material maupun non material, pemuda bisa melakukan perbuatan yang membahayakan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Bahkan parahnya mereka masih merasa bangga atas apa yang dilakukan. 

Negara seperti kewalahan dalam memperbaiki kondisi kerusakan yang makin parah. Berbagai upaya yang terus dilakukan nyatanya belum mampu membendung kasus kekerasan yang terjadi. Informasi mengalir begitu cepat dan kemudahan akses menjadikan tayangan kekerasan sering berseliweran bahkan sengaja dipertontonkan. Sungguh tak ada kebaikan yang dapat diambil dari penerapan sistem kehidupan yang berasakan sekularisme. Aturan agama yang datang dari Sang Pencipta mestinya diterapkan dalam kehidupan. Hanya sistem kehidupan Islam yang dapat mengatasinya.

Dalam sistem Islam, kualitas generasi yang dilahirkan tak perlu diragukan lagi. Generasi yang lahir dari sistem ini memiliki pola pikir dan pola sikap Islam. Sistem Islam berasaskan akidah Islam yang menuntut setiap pemeluknya untuk senantiasa terikat dengan aturan dari Allah di setiap perbuatannya. Akidah Islam akan senantiasa menjadi penuntun dalam kehidupan. Kesadaran akan pemahaman dari mana manusia itu berasal, untuk apa hidup di dunia dan akan ke mana setelah kehidupan ini tertancap dengan kuat.

Islam sangat menjaga generasi agar senantiasa memiliki akhlakul karimah. Peranan dari tiga pilar yakni keluarga, masyarakat dan negara semuanya bersinergi. Dari pilar keluarga, orang tua akan mendidik anak menjadi pribadi yang berakhlak mulia. Tidak hanya kebutuhan dari sisi materi yang diupayakan untuk dicukupi, namun juga bimbingan dalam menjalani kehidupan sesuai dengan perintah Allah akan senantiasa dilakukan. Anak tidak akan sampai memiliki sifat sombong, hedon, apalagi sampai melakukan kekerasan terhadap sesama.

Dari sisi masyarakat, amar ma’ruf nahi munkar menjadi kewajiban bersama. Ketika di tengah masyarakat melihat kemungkaran maka tidak segan untuk mengubahnya. Lingkungan yang diciptakan sangat kondusif bagi perkembangan anak. Praktik nilai-nilai agama Islam dalam kehidupan dicontohkan agar anak juga senantiasa terjaga. Tidak hanya ketika di rumah saja, namun juga ketika bergaul dengan teman-temannya.

Peran yang tidak kalah penting yakni negara. Dengan berbagai aturan yang diterapkan, akan lahir pemuda pengisi peradaban yang mulia. Dari sisi sistem pendidikan, kurikulum yang diterapkan berbasis akidah Islam. Tujuan dari pendidikan adalah membentuk generasi yang bersyakhsiyah atau berkepribadian Islam, yakni memiliki pola sikap dan pola pikir Islam. Tidak hanya it, mereka juga menguasai tsaqofah Islam, ilmu pengetahuan dan teknologi yang berguna dalam kehidupan. Dari sisi sistem sosial, pengaturan hubungan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan tuntunan Islam. Interaksi yang terjadi antara laki-laki dan perempuan justru saling tolong menolong berlandaskan aturan Allah. Dengan demikian penganiayaan atau kekerasan tidak akan terjadi. Negara juga akan menutup celah masuknnya informasi yang dapat merusak generasi seperti kekerasan, tayangan porno maupun bentuk lainnya. Sanksi yang diterapkan untuk pelaku kejahatan juga tegas dan bersifat preventif serta kuratif. 

Dengan mekanisme yang diterapkan melalui sinergi tiga pilar, akan lahir generasi yang berkualitas, bukan generasi yang rusak. Hanya sistem Islam yang memberikan solusi tuntas dalam menyeleseikan problem pemuda khususnya masalah kekerasan. Tentu kita merindukan kualitas pemuda seperti pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka dengan penerapan aturan Islam secara menyeluruh di bawah institusi negara insya Allah akan terwujud.
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments