Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kekerasan Jadi Budaya: Inikah Potret Generasi Harapan Bangsa

TintaSiyasi.com -- Menjadi pemuda merupakan sebuah momentum. Ini berarti kesempatan menjadi pemuda tidak akan datang dua kali. Begitu pula potensi yang dimiliki, tidak akan kembali dirasakan saat diri telah beranjak tua. Karenanya, generasi muda mesti memanfaatkan kesempatan masa mudanya sebaik mungkin.

Begitu hebatnya generasi muda hingga pemimpin pertama negeri ini menyerukan bahwa generasi muda dapat mengguncang dunia. Di pundak generasi muda, cita-cita bangsa teremban. Generasi muda dipercaya dapat membawa pembaharuan juga perbaikan. Namun, bagaimana jika pada diri generasi muda bangsa justru membudaya kekerasan?

Budaya Kekerasan pada Generasi Muda

Kehebohan sempat menggemparkan publik baru-baru ini. Kasus yang menyeret salah satu lembaga negara ini berkaitan dengan kekerasan dan pelaku, korban serta pihak terlibat lainnya adalah generasi muda. Adalah Mario Dandy Satriyo, anak pejabat pajak yang menganiaya secara brutal David, anak petinggi GP Ansor hingga terbaring koma, mengalami _Diffuse Axonal Injury_ (CNNIndonesia.com, 25/02/2023).

Kasus kekerasan lainnya yang tak kalah heboh dan membuat miris terjadi di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Seorang siswi SMP berinisial J (14 tahun) meninggal setelah dirawat selama 5 hari di rumah sakit usai diperkosa ramai-ramai empat rekan sekolahnya (Kompas.com, 24/2/2023).

Kasus-kasus kekerasan yang pelakunya generasi muda tentu masih banyak yang belum terekspos media. Jika ditanya tujuan beragam kekerasan yang dilakukan, ialah untuk memperoleh kepuasan salah satunya materi. Seperti fakta yang terjadi di Kabupaten Purwakarta, lima siswa SMK melakukan pencurian dengan kekerasan. Mereka bahkan membacok punggung korban dengan sebilah celurit.

Kekerasan pada Generasi Muda Membudaya, Ada yang Salah ?

Melihat ragam fenomena kasus kekerasan yang dilakukan pemuda, mulai dari bentuk, usia pelaku, motif dan lainnya, tentu patut bagi kita menyelisik, mengapa kekerasan menggurita seperti ini? Apakah karena sistem pendidikannya yang gagal? Apakah karena peran keluarga yang tak mempan? Apakah karena pengaruh lingkungan media yang buruk? Atau karena semua aspek tersebut yang gagal?

Memang benar, kekerasan yang menggurita di kalangan generasi muda bukan tanpa sebab. Kalau ada api, tentu saja ada asap bukan? Dalam situasi ini, nyatanya ada beberapa satu kesatuan yang salah dan akhirnya berhasil mewujudkan generasi demikian layaknya yang dipaparkan, generasi yang padanya melekat budaya kekerasan. Satu kesatuan yang salah tersebut berawal dari asas kehidupan yang salah pula, yakni sekularisme.

Sekularisme: Pijakan Kehidupan yang Salah

Sekularisme adalah suatu paham yang meyakini keharusan adanya pemisahan agama dari kehidupan. Jika kehidupan kita berpijak padanya, agama yang merupakan wahyu dari Sang Pencipta dan Pengatur, kita marginalkan. Jika kita menjadikannya pijakan, segala yang tumbuh berlandasnya tak boleh menyentuh ranah agama.

Begitulah. Sehingga menjadi wajar jika generasi muda hari ini melenggang jauh dari koridor syariat, menabrak rambu-rambu agama, sehingga padanya membudaya kekerasan bahkan kemaksiatan. Adalah karena sistem pendidikan yang harusnya melahirkan individu berkepribadian Islam justru bergeser tujuannya yakni melahirkan generasi bermental "demi mendapatkan seonggok dunia."

Berpijak sekuler, kehidupan masyarakat jauh dari kata baik, cenderung individualis. Sehingga tak jarang masyarakat enggan beramar makruf nahi mungkar, memberi teguran-teguran, mengajak kepada kebaikan. Hal ini diperparah dengan media yang selalu mempertontonkan adegan kekerasan yang lolos sensor, tercakup di dalamnya pornoaksi dan pornografi. Generasi muda yang hampir semuanya memiliki gadget tentu dengan gampang menyaksikan.

Dari sini, tampak bahwa generasi muda sudah terlalu jauh jatuh. Apalagi jika peran keluarga justru minim atau bahkan tidak sama sekali. Ya, keluarga yang disfungsi dalam menanamkan akidah, tidak meletakkan dasar perilaku terpuji serta tidak memberi contoh yang baik akan berdampak besar pada generasi muda karena mereka tidak memiliki pegangan.

Terkait sistem sanksi di kehidupan berlandas sekuler juga tak kalah rapuh dan gagal. Hal ini karena tidak membuat jera bahkan kadang kasusnya hilang tak berbekas berbekal cuan. 

Karenanya, perlu untuk tepat dalam mengambil pijakan. Dan sungguh sekularisme bukan pijakan yang tepat. Karena dengannya, berbagai sistem yang mestinya membuat generasi tumbuh pada kebaikan justru bergeser ke arah sebaliknya. Semua sistem yang berlandas padanya gagal dalam menciptakan generasi muda yang memiliki pegangan Islam, beriman dan bertakwa, juga berakhlak mulia.

Islam Wajib Jadi Pijakan

Islam menjadikan akidah Islam sebagai asas, sebagai pijakan untuk seluruh aspek kehidupan. Sehingga segala yang berdiri di atasnya berlandas akidah Islam semata. Mulai dari sistem pendidikan, masyarakat, media, keluarga juga sistem sanksi.

Dari sinilah tiap individu menyadari bahwa kehidupan dunia adalah fana sedangkan akhirat adalah kekal. Dengan begitu, akan memanfaatkan dunia untuk beramal karena kelak di akhirat akan ada pertanggungjawaban. Individu terkhusus generasi muda akan menjauhi kekerasan juga kemaksiatan. Karena bagaimana mungkin dapat menjadi generasi harapan bangsa jika potretnya dibalut kekerasan?
Wallahu a'lam bishshawab.[]

Oleh : Khoulah
(Aktivis Dakwah)
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments