TintaSiyasi.com -- "Ngaji biang keroknya stunting". Begitulah kira-kira maksud dari perkataan Megawati Soekarnoputri sehingga menuai kontroversi di media sosial usai berpidato di dalam Seminar Nasional Pancasila dalam Tindakan: "Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting, Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan, Kekerasan dalam Rumah Tangga, serta Mengantisipasi Bencana." Di Jakarta Selatan pada Kamis (16/2/2023) (Republika.co.id).
Dalam pidato yang kontroversial tersebut, Megawati merasa heran dengan ibu-ibu yang kini sangat senang mengikuti Pengajian. Dia juga menambahkan, anaknya nanti mau diapakan? Karena ibu-ibu terus pergi ke Pengajian, waktu untuk anak-anak berkurang, kurang memberi gizi yang cukup bagi anak-anaknya, sehingga menyebabkan stunting.
Apa Benar Karena Ngaji?
Perkataan yang diucapkan Mantan Presiden Indonesia itu bisa dikatakan sebagai tuduhan tak berdasar. Karena jika diperhatikan lebih dalam, justru kajian Islam hanya meluangkan sedikit waktu dibandingkan dengan ibu-ibu lain yang kerja kantoran misalnya. Ibu pekerja kantor justru lebih banyak menghabiskan waktu diluar. Kenapa harus ibu-ibu Pengajian?
Stunting yang terjadi pada anak bisa bersumber dari kemiskinan. Karena kurangnya pendapatan, tidak mencukupinya uang untuk memenuhi kebutuhan yang kian mahal, membuat para ibu memutuskan untuk bekerja. Sehingga melupakan peran utamanya dalam keluarga, salah satunya sebagai pendidik bagi anak.
Itu artinya perlu ada koreksi besar dari negara dalam mengatasi stunting. Bagaimana kebijakan negara dalam meri’ayah dan mensejahterakan rakyat justru perlu jadi pertimbangan ulang. Karena negara bertanggungjawab atas kondisi rakyatnya. Apalagi yang menyangkut generasi penerus peradaban, seharusnya negara menaruh perhatian lebih.
Hakikat Ngaji Sebenarnya
Ngaji, atau bisa kita sebut sebagai menuntut atau mengkaji ilmu agama, adalah fardhu ‘ain bagi setiap muslim. Menuntut ilmu agama ini bisa kita dapatkan di berbagai tempat tertentu. Bisa dari sekolah, komunitas, atau berguru langsung ke orang-orang tertentu.
Dapat dikatakan bahwa mengkaji Islam menjadi sarana alternatif untuk memahami hukum Allah secara menyeluruh yang nantinya akan dijadikan sebagai sarana untuk menghadapi dunia sekuler seperti saat ini. Pengkajian Islam yang mendalam akan membentengi kita dari berbagai permasalahan yang terjadi.
Sistem yang berasaskan Sekuler-Kapitalis ini, menjadikan agama merupakan sebuah bagian lain dari kehidupan. Sistem ini menetapkan bahwa agama mempunyai tempat sendiri yang tidak boleh diikutsertakan dalam menjalani kehidupan. Sehingga agama adalah sebuah ranah tersendiri yang tidak boleh mencampuri urusan negara.
Pemisahan atau mungkin bisa dibilang pengasingan ilmu agama dari kurikulum sekolah adalah bukti adanya sekulerisasi di negeri ini. Jam pelajaran agama di sekolah hanya diberi waktu 2 jam/minggu, bahkan diwacanakan akan dihapus dari kurikulum. Membuat masyarakat semakin awam pada ilmu agama.
Kalau begitu, bukankah wajar jika para ibu-ibu khususnya, pergi ke Pengajian untuk mencari ilmu lebih yang tidak mereka dapatkan?
Dalam negara Islam, mengkaji Islam secara menyeluruh adalah bentuk pembinaan kepribadian setiap individu. Daulah akan menetapkannya dalam setiap sekolah dan menyebarluaskannya. Daulah akan menjadikan penyebaran islam sebagai tujuan utamanya.
Berbanding terbalik dengan yang terjadi saat ini. Agama dikucilkan, syari’at Allah dianggap usang, menuntut ilmu-Nya dikatakan tak bertanggungjawab. Padahal dari pengkajian itu juga lah kita akan mendapatkan tuntunan untuk menghadapi arus kehidupan.
Oleh sebab itu, perlu adanya negara yang mengaruskan rakyatnya untuk menuntut ilmu agar memahami agamanya lebih dalam dan ikut serta dalam memperjuangkan penerapan syari’at Islam. Agar Islam bisa menjadi ideologi umat, sehingga tidak ada lagi bentuk diskriminasi terhadap agama Allah yang mulia ini. Wallahu'alam bishshowab.[]
Oleh: Safira Luthfia
Aktivis Muslimah
0 Comments