TintaSiyasi.com -- Ibu adalah sosok penting dalam keluarga. Dipundaknya tanggung jawab pengelolaan rumah tangga dan pola asuh anak disandarkan. Dari rahimnya diharapkan lahir tokoh, ulama, cendekiawan, politikus atau generasi cemerlang lainnya. Namun apa jadinya bila sosok ibu tak lagi lembut dan penyayang. Bahkan berubah menjadi keji dan beringas.
Seperti yang baru-baru ini terjadi, bocah malang bernama Defanu Danendra (7), tewas dianiaya oleh ibu kandungnya sendiri, diduga sudah sering dikurung oleh sang ibu dan pacarnya saat hendak pergi keluar rumah.
Korban dianiaya karena tidak mau menuruti perintah pelaku untuk mengambil air. Yang terjadi ibunya lantas menganiayanya dan meninggal pada Jumat (24/2/2023) setelah dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kolonel Abujani Bangko, Merangin, Jambi. (TVonenews.com, 27/02/2023).
Lain lagi yang terjadi di Klender, Duren Sawit, Jakarta Timur. Seorang ibu muda NK (20 tahun) tega menganiaya anak perempuannya yang baru berusia 2 tahun hingga tewas, hanya karena balita tersebut rewel. (Tempo.co, 27/01/2023).
Masih banyak deretan kasus-kasus lainnya yang tak diungkap. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat kasus kekerasan terhadap anak dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan. Pada 2019 jumlah kasus kekerasan terhadap anak tercatat 11.057 kasus. Pada 2020 meningkat 221 kasus menjadi 11.278. Lalu, terjadi kenaikan yang tajam pada 2021, yakni mencapai 14.517 kasus. Kenaikan berikutnya terjadi pada 2022 yang mencapai 16.106 kasus. (Republika.id, 28/01/2023).
Tentu miris, melihat data kasus-kasus kekerasan pada anak yang semakin marak. Seorang ibu yang secara fitrah punya kelembutan dan rasa kasih yang besar terhadap anaknya, bisa berubah menjadi seorang yang mendatangkan bahaya bagi keluarganya, terutama anak-anak di bawah umur yang masih memerlukan perawatan dan bimbingan.
Ibu mestinya menjadi suri teladan yang baik bagi putra-putrinya. Sebagai sandaran bagi anak-anak mencurahkan perasaan dan pikirannya. Karena dalam keseharian ibulah yang hadir mendampingi anak-anaknya beraktifitas. Kedekatan emosional inilah yang harus dibangun agar dapat menghantarkan anak-anaknya ke gerbang kesuksesan.
Bila ditelisik ada berbagai faktor penyebab maraknya kasus-kasus penganiayaan terhadap anak. Diantaranya;
Pertama, minimnya pemahaman tentang akidah Islam, bahwasanya Allah Swt akan memberi balasan yang indah bagi makhlukNya yang dengan ikhlas menjalani bagian dari takdirNya.
Kedua, beratnya beban ekonomi membuat seorang ibu harus berjuang menghidupi diri dan keluarganya, hingga saat letih mudah tersulut emosinya manakala orang-orang di sekitarnya berlaku tak sesuai kehendaknya.
Begitulah negara dengan sistem Sekuler Kapitalisme. Agama dipisahkan dari kehidupan. Tak ayal tiap individu berjalan sendiri-sendiri tanpa periayahan (pelayanan) dari penguasa. Tak peduli masyarakat harus jumpalitan demi memenuhi kebutuhan dasarnya.
Sesungguhnya negeri ini dikenal memiliki tanah yang subur dan sumber alam melimpah. Ke mana gerangan kekayaan itu, siapa yang menikmatinya? Tentu saja para kapital dan korporasi, bergandengan tangan dengan penguasa hingga kerap muncul regulasi yang pro untuk kepentingan mereka.
Berbeda dengan sistem Islam. Seorang ibu adalah mulia dan terhormat. Perannya sangat penting menjadi sekolah pertama bagi anak-anaknya. Dalam diri seorang wanita akan ditanamkan akidah yang kokoh. Dan Islam tidak membebankan nafkah dan ekonomi kepadanya. Kebutuhannya akan dipenuhi oleh wali atau suaminya.
Negara akan memberdayakan laki-laki dan memberi akses yang mudah untuk mendapatkan pekerjaan. Membekalinya dengan skill atau keterampilan untuk menunjang pekerjaannya serta memberi modal bagi yang tidak memiliki modal usaha. Tak ada yang sia-sia atas apa yang dilakukan oleh laki-laki ketika mencari nafkah dengan ikhlas. Dari Sa’ad bin Abi Waqqosh, Nabi Saw bersabda,
إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِى بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهَا ، حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِى فِى امْرَأَتِكَ
“Sungguh tidaklah engkau menginfakkan nafkah (harta) dengan tujuan mengharapkan (melihat) wajah Allah (pada hari kiamat nanti) kecuali kamu akan mendapatkan ganjaran pahala (yang besar), sampai pun makanan yang kamu berikan kepada istrimu.” (HR. Bukhari no. 56).
Solusi mendasar dari berbagai kasus kekerasan adalah dengan Syariat Islam. Penerapan nya dilakukan oleh Negara secara sempurna. Menjaga ketakwaan individu baik laki-laki maupun perempuan, sebagai benteng utama mencegah seseorang melakukan pelanggaran atau kekejaman terhadap orang lain. Seorang ibu akan dimuliakan dan anak akan senantiasa dilindungi. Waallahua'lam bishshawab.[]
Oleh: Eti Setyawati
(Pemerhati Umat)
0 Comments