Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Fenomena Kenaikan Harga Jelang Ramadhan, Mengapa Terus Berulang?

TintaSiyasi.com -- Bulan suci ramadan adalah bulan yang sangat ditunggu-tunggu oleh seluruh kaum muslimin. Selain ibadah puasa serta aktivitas ibadah lainnya, menjelang bulan ramadan identik juga dengan melonjaknya harga komoditas bahan pangan pokok. Seolah ini sudah menjadi tradisi dari tahun ke tahun yang menimbulkan keresahan bagi masyarakat. 

Dilansir dari tempo.co (07/03/2023), berdasarkan data di Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga cabai merah besar terpantau naik 0.55% menjadi Rp45.750/kg. Cabai merah keriting juga ikut naik 1.41% dengan harga Rp46.800/kg. Disamping itu, harga cabai rawit hijau juga mengalami kenaikan sebanyak 1.48% atau Rp49.050/kg. Cabai rawit merah juga naik 3.99% dengan harga Rp67.700/kg. Sedangkan minyak goreng kemasan bermerek naik 0.25% dengan harga Rp20.200/kg. Gula pasir premium juga mengalami kenaikan harga 0.32% dengan harga Rp15.900. 

Komoditas pangan atau bahan pokok adalah hal yang sangat penting bagi masyarakat untuk kelangsungan hidupnya, apalagi menjelang ramadan tentu ibu rumah tangga akan giat mempersiapkan segala kebutuhan anggota keluarganya, untuk bisa melaksanakan ibadah puasa dengan optimal.

Akan tetapi, naiknya harga komoditas ini tentu sangat berpengaruh bagi banyak pihak terutama bagi kalangan masyarakat menengah kebawah. Apalagi kondisi ekonomi rakyat masih terbilang sulit dan tentunya ini akan menambah beban hidup mereka. 

Fenomena kenaikan harga yang terus berulang seakan sudah dianggap biasa oleh masyarakat. Melihat fakta yang terjadi, tentu kita bertanya-tanya, mengapa hal demikian terus berulang dan tidak ada solusi tuntas untuk menghentikannya?
 
Ekonomi Kapitalisme Sumber Masalah

Ketika kita  merenungi sejenak bahwa yang menjadi sumber permasalahan adalah karena sejak awal negara menerapkan sistem ekonomi kapitalisme.  Distribusi serta pengelolaan pasokan barang adalah faktor penting untuk menjaga kestabilan harga barang di pasar. Akan tetapi, dominasi ekonomi kapitalis membuat produktifitas pangan negeri sangat bergantung pada korporasi. 

Pada aspek pendistribusian sangat jelas terlihat bahwa penguasa tidak memberi jaminan ketersediaan bahan. Sistem kapitalisme menjadikan hilangnya kendali negara atas penguasaan cadangan dan stok pangan. Hal ini sangat wajar karena sistem sekarang menjadikan negara tidak menjalankan perannya dengan baik yaitu sebagai pengurus rakyat melainkan negara hanya memposisikan diri sebagai regulator dan fasilitator sedangkan operatornya adalah korporasi, hal ini menyebabkan terciptanya kapitalisasi korporasi pangan yang semakin menggurita dan tidak terkendali. 

Negara yang mengadopsi sistem kapitalisme acap kali hanya fokus pada produksi dan mengabaikan distribusi. Pengelolaan dan kebutuhan rakyat justru diserahkan kepada korporasi yang hanya mengejar keuntungan tanpa memperdulikan halal haramnya. Bahkan aturan yang dibuat oleh pemerintah malah memfasilitasi masuknya para pemilik modal dalam bisnis kebutuhan pangan.

Korporatokrasi yang masif disektor ini menyebabkan stabilitas harga tidak pernah terwujud bahkan ketahanan dan kedaulatan pangan makin jauh dari kenyataan. Penguasaan korporasi dalam aspek produksi menyebabkan mayoritas pangan berada di tangan swasta bukan dengan kendali negara. Alhasil, distribusi pangan menjadi buruk dan juga selalu terjadi distorsi pasar yang menyebabkan munculnya pihak-pihak yang ingin menguasai pasar. 

Selain itu, faktor lain yang menjadi sebab naiknya harga komoditas pangan adalah karena pasar dan harga pangan menjadi tempat bermain para spekulan atau mafia pangan, mereka sengaja menahan dan menimbun pasokan barang sehingga terjadi kelangkaan.

Setelah terjadi kelangkaan mereka akan mudah melempar barang dengan harga tinggi untuk meraup keuntungan yang lebih serta mendorong penguasa untuk melakukan impor komoditas. 

Negara seharusnya melakukan upaya antisipatif agar tidak ada gejolak harga sehingga masyarakat bisa mendapatkan kebutuhan bahan pangan dengan mudah. Namun, nihil  untuk mendapatkan solusinya apabila sistem yang diterapkan saat ini adalah masih sistem ekonomi kapitalisme.
 
Sistem Islam, Solusi Tuntas

Berbeda dengan Islam, Islam adalah agama paripurna yang memiliki seperangkat aturan kehidupan yang mampu menyelesaikan serta memberi solusi terhadap segala problematika kehidupan umat, termasuk masalah kebutuhan bahan pangan. Dalam negara Islam atau khilafah, pemerintah berperan sebagai pengatur serta pelindung urusan umat.

Olehnya itu, peran distribusi ada di tangan pemerintah bukan di tangan korporasi. Bahkan, khilafah tidak akan membiarkan korporasi untuk menguasai rantai penyediaan pangan. Dalam penerapan ekonomi Islam, keberadaan korporasi dapat dihindari bahkan dihilangkan. 

Selain itu untuk menjaga stabilitas stok pangan, khilafah akan menjaga rantai penyediaan pangan dengan mewujudkan kebijakan dalam politik pertanian yaitu menjamin produksi pertanian di dalam negeri berjalan maksimal melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. 

Intensifikasi ditempuh dengan penggunaan sarana produksi pertanian yang lebih baik, untuk itu khilafah akan memberi dukungan dengan memfasilitasi berupa modal maupun infrastruktur pendukung lainnya. Ekstensifikasi pertanian dilakukan untuk meningkatkan luasan lahan pertanian yang diolah, untuk itu khilafah akan menerapkan kebijakan yang dapat mendukung terciptanya perluasan lahan pertanian, seperti menghidupkan lahan mati dan pemagaran apabila petani tidak menggarapnya secara langsung serta pembukaan lahan baru. 

Selain itu, untuk menjaga stabilitas harga serta distribusi bahan pangan di pasaran, khilafah akan menghilangkan serta mencegah distorsi pasar diantaranya melarang penimbunan, intervensi  harga, melarang praktik tengkulak, kartel dan lain-lain. Sebab Islam mengharamkan bagi semua pihak yang bertujuan mengatur serta mengendalikan harga suatu produk. 

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: 

“Siapa saja yang turut campur (melakukan intervensi) dari harga-harga kaum Muslimin untuk menaikkan harga atas mereka, maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukkannya  dengan tempat duduk dari api pada hari kiamat kelak. “(HR. Ahmad, Al-Baihaqi, Ath-Thabrani) 

Olehnya itu, untuk menjaga aktivitas mekanisme ekonomi di pasar agar sesuai dengan syariat Islam, khilafah akan menetapkan qadhi hisbah (Al-Muhtasib). Al-Muhtasib bertugas untuk melakukan pengawasan serta memberantas segala tindak atau bentuk penipuan, sehingga menjamin tidak terjadinya praktik curang di pasar dan penimbunan barang yang dapat menyebabkan kenaikan harga serta menjamin tidak adanya spekulan atau mafia pangan. Jika masih ada pihak yang berbuat curang maka akan diberi sanksi yang dapat menimbulkan efek jera.

Inilah gambaran bagaimana negara Islam dalam mengatasi permasalahan stabilitas stok dan harga pangan, yang menciptakan masyarakat tetap fokus dalam beribadah terutama di bulan ramadan. Namun, kebijakan-kebijakan ini baru bisa terealisasikan apabila sistem yang diterapkan di tengah-tengah umat adalah sistem Islam yakni khilafah.[]

Oleh: Yusmiati
(Aktivis Dakwah Nisa Morowali)

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments