TintaSiyasi.com -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan terjadi kenaikan sangat signifikan atas temuan kasus tuberkulosis (TBC) pada anak di Indonesia. Kenaikan itu bahkan melebihi 200 persen. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kemenkes Imran Pambudi menilai kenaikan ini terjadi lantaran banyak orang tua yang tidak menyadari gejala TBC atau tidak segera mengobati penyakitnya sehingga berimbas penularan pada kelompok rentan seperti anak-anak (CNN Indonesia, 18/03/2023)
Kasus TBC anak mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Dari 2021 ada 42.187, kemudian 2022 ketemu 100.72. Imran melanjutkan hingga Maret 2023 ini, Kemenkes juga telah menerima laporan sebanyak 18.144 anak terinfeksi penyakit menular ini. Sementara secara kumulatif, Kemenkes telah mendeteksi 443.235 kasus TBC pada 2021 dan naik menjadi 717.941 kasus pada 2022.
Berdasarkan data Global TB Report 2022, Indonesia berada pada peringkat kedua dengan beban kasus TBC terbanyak di dunia setelah India, dengan perkiraan kasus baru sebanyak 969 ribu. Temuan itu diharapkan dapat menjadi kesadaran bersama untuk lebih memperkuat komitmen dalam menanggulangi TBC, sehingga Indonesia mencapai target mampu mengeliminasi TBC pada 2030 mendatang.
Sebelumnya pemerintah telah berupaya untuk menyelesaikan masalah penyakit TBC. Pemerintah telah mengeluarkan Perpres no.67 tahun 2021 tentang penanggulangan TBC dan bahkan di tahun 2021 Indonesia telah bekerjasama dengan Uni Emirat Arab untuk menggentaskan TBC. Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Terbukti dengan meningkatnya kasus TBC di Indonesia maupun di dunia.
Dari gambaran di atas sangat jelas bahwa upaya pencegahan penyakit TBC masih belum menyentuh akar persoalan. Tingginya kasus TBC yang terus meningkat setiap tahun, mencerminkan banyak hal. Terlebih lagi Indonesia berada di posisi kedua terbanyak kasus TBC setelah India. Diantaranya karena kondisi lingkungan. Lingkungan yang padat dan kumuh serta sanitasi air yang buruk, membuat masyarakat rentan terkena penyakit.
Terutama orang lanjut usia dan anak-anak. Rentannya seseorang terkena penyakit juga disebabkan kekurangan gizi, sehingga daya tahan tubuh lemah
Kemiskinan juga menjadi penyebab masyarakat rentan terhadap berbagi penyakit, tak terkecuali TBC.
Kemiskinanlah yang membuat masyarakat tidak mampu mencukupi kebutuhan pangan, papan dan sandang. Akhirnya tinggal di lingkungan yang kumuh yang tak memperhatikan kesehatan lingkungan. Karena kemiskinan juga menjadi sebab masyarakat tidak mampu membeli makanan yang bergizi. Sehingga berefek kepada pemenuhan gizi seseorang. Akibat tidak terpenuhi gizi, maka merebaklah stunting.
Terlebih lagi terbatasnya akses dan sarana kesehatan bagi masyarakat miskin. Menjadikan penularan TBC tidak dapat dicegah atau terlambat ditangani. Apalagi biaya kesehatan yang saat ini tidak murah, sehingga tidak terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Kalaupun mendapatkan pelayanan, itupun hanya sekadarnya.
Ditambah lagi rendahnya pemahaman masyarakat terkait TBC atau penyakit menular lainnya. Lemahnya pemahaman ini juga tidak dapat disalahkan secara sepihak. Karena berkaitan erat dengan Pendidikan seseorang. Rendahnya taraf pendidikan masyarakat disebabkan kemiskinan yang melanda kehidupan mereka. Akhirnya, tidak semua lapisan masyarakat bisa mengakses pendidikan secara layak.
Hal ini juga menunjukkan dengan jelas bahwa sistem yang diterapkan hari ini belum mampu menanggulangi kasus TBC. Penerapan sistem sekuler kapitalistik telah menjadikan manusia boleh mengatur urusan masyarakat. Membuat hukum berdasarkan akal yang sebenarnya memiliki keterbatasan. Standar benar dan salah bukan lagi menurut sang pencipta, tetapi berdasarkan pandangan manusia.
Akhirnya, segala sesuatu dipandang berdasarkan materi (untung dan rugi). Sehingga, kesehatan menjadi sesuatu yang mahal, sulit dijangkau oleh masyarakat kecil. Begitu pula dengan pendidikan, jika ingin mendapatkan pendidikan & sarana yang bagus rakyat harus siap membayar dengan harga yang lebih besar.
Berbeda dengan sistem Islam, Islam memandang bahwa sang pencipta (Alkhaliq) adalah pengatur kehidupan manusia. Maka aturan kehidupan manusia haruslah berasal dari Alkhaliq (Allah). Karena Allah yang menciptakan manusia, tentu Allah sangat mengetahui aturan terbaik untuk manusia. Dengan aturan tersebut mampu menyelesaikan berbagai persoalan manusia, termasuk persoalan kesehatan.
Islam menetapkan negara adalah pengurus rakyat, termasuk dalam penggulangan penyakit menular TBC. Negara berkewajiban melakukan berbagai upaya dalam menanggulangi akar masalah secara tuntas. Yakni melalui sistem kesehatan yang handal yang ditopang oleh sistem politik dan ekonomi Islam.
Islam mewajibkan bagi negara agar memenuhi kebutuhan dasar rakyat, berupa sandang, pangan, papan, termasuk pendidikan, dan kesehatan secara layak. Terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat akan membuat masyarakat sehat dan daya tahan tubuh menjadi kuat. Dengan adanya layanan kesehatan yang terjangkau bahkan gratis bagi seluruh warga negara.
Adanya tenaga kesehatan yang profesional, disertai dsengan kelengkapan peralatan kedokteran untuk mendeteksi berbagai penyakit dan tersedianya obat-obatan. Akan membuat masyarakat peduli dengan kondisi kesehatannya.
Begitupun dengan layanan pendidikan yang mudah diakses semua kalangan, akan membuat masyarakat cerdas dan paham bagaimana menjaga kesehatan dan membangun pola hidup sehat. Terlebih lagi negara juga memperhatikan bagaimana tata kelola pemukiman masyarakat yang asri dan sehat. Memperhatikan ketersediaan air bersih, sanitasi yang baik, lingkungan yang sehat, dan pengelolaan sampah yang baik.
Untuk memenuhi seluruh pembiayaan di atas, negara bisa mengelola sendiri SDA yang dimiliki. Hasil pengelolaan SDA itu dikembalikan kepada masyarakat, untuk memenuhi hajat hidup orang banyak. Islam melarang SDA milik umat dikuasai oleh asing ataupun aseng. Karena sesungguhnya SDA di negeri ini sangat banyak dan melimpah. Demikianlah Islam mengatur agar masyarakat bisa memiliki pola hidup sehat dan tidak rentan terkena penyakit. Wallahua'lam bishshawab.[]
Oleh: Nur 'alimah, S.Pd.
(Pendidik)
0 Comments