TintaSiyasi.com -- Melansir dari voaindonesia.com, sebuah laporan yang disusun oleh WHO, UNICEF dan UNFRA, bersama Grup Bank Dunia dan UNDESA bidang kependudukan yang berjudul “Kecenderungan Kematian Ibu Tahun 2000 hingga 2020” menyebutkan bahwa satu perempuan meninggal setiap dua menit, selama kehamilan atau persalinan. Padahal sebagian besar penyebabnya bisa dicegah.
Laporan ini pun mencatat bahwa pada tahun 2020 angka kematian ibu (AKI) sekitar 287.000 perempuan di seluruh dunia meninggal terkait kehamilan dan persalinan. Itu setara dengan 800 kematian sehari dengan kata lain satu kematian setiap dua menit.
Direktur Jenderal WHO, Tedros Ghebreyesus, menyayangkan kondisi ini. Masa kehamilan yang seharusnya menjadi masa penuh harapan dan pengalaman positif bagi semua perempuan, malah menjadi pengalaman yang sangat berbahaya bagi jutaan orang di seluruh dunia.
Dari data yang diajukan dalam laporan tersebut, harus menjadi peringatan bagi para pemimpin dunia untuk bertindak mengakhiri kematian ibu, dengan memberi sistem perawatan kesehatan dan menutup kesenjangan sosial dan ekonomi yang melebar yang berdampak pada kematian. Hal ini pun menjadi kebutuhan yang mendesak untuk memastikan setiap perempuan dan anak perempuan mempunyai akses ke layanan kesehatan penting sebelum, selama dan setelah melahirkan.
Dan menurut laporan WHO yang dirilis pada hari Kamis (23/2/2022), negara yang memiliki tingkat kematian ibu melahirkan tertinggi adalah negara Afghanistan. Padahal negara ini berada di benua Asia dimana sebagian besar negara berkembang di benua tersebut telah membuat kemajuan signifikan dalam meningkatkan layanan kesehatan bagi para ibu.
Jika memahami dengan seksama atas solusi yang disampaikan oleh PBB melalui salah satu badan khususnya yaitu WHO maka solusi tersebut adalah solusi utopis. Kenapa? Karena sistem yang diterapkan di negara-negara baik berkembang atau maju adalah sistem kapitalisme. Sistem yang menjadikan kesehatan dikapitalisasi dan kemiskinan tak mungkin dientaskan. Sikap peduli di permukaan tetapi abai di dalamnya.
Bahkan data yang disampaikan ini malah membuka bobroknya kegagalan kapitalisme dalam menyelesaikan persoalan AKI. Tanpa peran negara dalam kebijakan kesejahteraan dan layanan kesehatan murah, maka AKI akan terus terjadi bahkan meningkat.
Bagaimana mungkin bisa berharap Ibu bisa mengakses layanan kesehatan sebelum melahirkan jika pundak mereka masih dibebankan nafkah keluarga saat pendapatan suami sebagai kepala keluarga kurang menjanjikan? Bagaimana juga bisa Ibu mendapatkan layanan kesehatan selama mengandung jika harga vitamin, susu dan suplemen kandungan lebih mahal dibanding kebutuhan makan sehari-hari? Dan bagaimana bisa Ibu mendapatkan pemenuhan kesehatan pasca melahirkan jika cuti melahirkan yang diberikan sangat terbatas dari tempat dia bekerja? Kembali lagi, peran negara sangat dibutuhkan. Bukan sekedar solusi, tetapi aksi dan tindakan real yang dibutuhkan oleh calon ibu dan ibu itu sendiri, sebagai sang pencetak generasi.
Lalu, apa solusi yang tepat untuk hal ini? Sistem Islamlah solusinya. Islam menjadikan layanan kesehatan termasuk pada ibu hamil dan bersalin sebagai kewajiban negara. Apalagi hal ini terkait dengan masa depan generasi yang akan membangun peradaban yang mulia. Islam juga menjamin kesejahteraan rakyat dengan berbagai mekanisme sehingga tercapai derajat kesehatan yang tinggi dan layanan kesehatan prima bagi ibu. Dengan demikian, maka AKI bisa diberantas hingga tuntas.
Wallahu a’lam. []
Oleh: Dwi R. Djohan
Aktivis Muslimah
0 Comments