TintaSiyasi.com -- Jika sudah memulainya, maka akan sulit untuk melepaskannya. Itulah, kata-kata yang cocok untuk menggambarkan hubungan antara manusia dengan minuman keras (khamr). Bak bestie, keduanya akan sulit dipisahkan kecuali ada tekad kuat dan kesungguhan. Efek kecanduan yang luar biasa tentunya akan terus menempel pada diri orang yang telah mengonsumsinya.
Gambaran di atas tentunya akan terus kita lihat dan saksikan di dunia ini. Tak akan pernah terputus rantainya kecuali diberantas sampai akarnya. Sebagaimana diberitakan oleh salah satu media nasional bahwa ada lima orang pria di Kota Makassar-Sulawesi Selatan dilarikan ke unit gawat darurat rumah sakit setelah menenggak minuman keras oplosan. Dari kelima orang tersebut, ternyata tiga diantaranya telah menghembuskan nafas terakhir (meninggal) dan sisanya dalam kondisi kritis (detik.com, 25/02/2023).
Dikutip dari kumparan.com (28/2/2023), polisi telah menggagalkan pengiriman ribuan liter minuman keras tak berizin ke daerah Gorontalo dari Minahasa Tenggara. Di sisi lain, diberitakan bahwa seorang pria bernama Gede Putu Harimbawa Putra Riantika (22) melakukan perampokan terhadap seorang perempuan pengendara motor di Jembrana-Bali. Aksi bejadnya itu terjadi pada Jumat (10/2/2023) sekitar 23.15 WITA. Ia melakukan perampokan karena kehabisan uang untuk membeli minuman keras (khamr). Selain aksi perampokan, Gede juga melakukan usaha pemerkosaan terhadap korbannya.
Fakta di atas adalah secuil fenomena minuman haram di masyarakat. Itu baru tiga dari sekian banyak kasus yang ada. Belum lagi kasus yang tidak terdeteksi oleh aparat. Lagi dan lagi, salah satu barang haram terus saja ada dan beredar bebas di masyarakat. Rasanya bosen kita mendengar ada orang meninggal ataupun memperkosa dan membunuh korbannya setelah menenggak miras oplosan. Kembali, rakyat yang menjadi sasaran serta korbannya. Sungguh miris memang, namun itulah fakta yang terjadi di masyarakat kita. Padahal negeri ini mayoritas Muslim, namun ternyata tak mampu menghadang lajunya peredaran barang haram tersebut. Itu baru satu produk, belum lagi yang lainnya. Entah berbentuk serbuk, pil, atau dihisap. Mungkin ada 'seabrek' lagi laporan yang telah masuk ke aparat berwenang. Tapi nyatanya, orang akan terus dan balik lagi mengedarkan, menjadi kuli, atau bahkan bandar dari barang haram tersebut. Ngeri memang, namun kita harus menilik lebih dalam apakah sebenarnya yang membuat semua orang jadi tertarik dengan bisnis haram tersebut?
Usut punya usut, banyak faktor yang akhirnya menjadi penyebab manusia mau berdekatan dengan barang haram tersebut. Tak lain, semua ini adalah akibat dari diterapkannya sistem saat ini. Makna kebahagiaan hidup dalam alam kapitalisme ini dinilai dengan materi, sehingga semua pandangan manusia akhirnya menuju ke sana. Bahagia jika banyak uang, rumah besar, mobil, perhiasan, tas branded, dan masih banyak yang lainnya. Dari sini kita akan memahami bahwa seorang Muslim pun akhirnya 'kepincut' dengan arti bahagia dalam kamus kapitalis. Kemudian terjadilah pergeseran makna bahagia dalam diri Muslim. Lantas ia akan berusaha mati-matian untuk mencari uang dan uang. Mulai dari bekerja kantoran atau yang lain, berjualan, dan aktivitas yang lainnya. Namun itu semua tidak mencukupi dengan standar yang diberikan oleh sistem ini. Akhirnya jalan pintas akan dilakukan, meliriklah mereka kepada barang haram yang tak boleh tersentuh oleh kaum Muslim. Ternyata dari sana, ketika menjadi kurir atau penjual akan mendapat keuntungan besar dan berlipat ganda. Akhirnya kecanduan untuk berbisnis dalam barang haram tersebut, terlebih ia juga akan mengonsumsinya. Halal dan haram kemudian tak menjadi batasan yang harus dipegang, semua akan tunduk dengan materi. Balik lagi, semua cara akan dilakukan untuk menumpuk harta alias materi tadi.
Kita juga mengetahui bahwa dalam sistem kapitalis ini akan berdasar pada sekuler. Yaitu pemisahan agama dari kehidupan manusia. Alhasil, seperti gambaran di atas tadi. Tanpa aturan agama, mereka melakukan aktivitas sekehendak mereka sendiri. Akibatnya dapat kita rasakan, banyak sekali tindak kriminalitas yang terjadi. Baik itu penjambretan, penodongan, penculikan, pemerkosaan, atau bahkan pembunuhan. Semua itu karena manusia lagi-lagi ingin memuaskan dirinya sendiri dengan makna kebahagiaan standar kapitalisme. Memuaskan seluruh kebutuhan hidupnya dan wajib terpenuhi tanpa mempedulikan aturan agama.
Bagi seorang ibu, jujur ini adalah rasa sakit yang kesekian kalinya. Melihat kondisi yang karut marut seperti ini begitu menyayat hati. Lagi-lagi, sebenarnya kita menjadi korban atas keserakahan dan kebengisan sistem yang diterapkan saat ini. Sejatinya, sistem saat ini telah cacat dari lahir sehingga tak mampu menghasilkan sesuatu yang berguna, berharga, dan bermanfaat bagi seluruh manusia. Semua itu hanya tipu daya yang melenakan manusia. Apalagi paham liberal (kebebasan) yang terus saja menjangkiti manusia membuat mereka akhirnya mempunyai pola pikir dan sikap yang bebas dan liat pula. Mereka mau melakukan apapun itu, tak ada yang bisa mengganggu dan mencampuri urusannya. Karena itu nantinya akan bersinggungan dengan hak asasi manusia yang dielukan sistem saat ini. Begitu berat rasanya beban seorang ibu saat ini, karena ia harus mampu menjaga buah hatinya dari sistem rusak. Jika tidak ada benteng pertahanan, maka yakinlah kehancuran akan kita temui secara pasti.
Seharusnya manusia melirik pada sistem lain, yang mampu menyelesaikan persoalan ini dengan tuntas. Sebuah sistem yang tentunya harus benar dan berasal dari sesuatu yang melebihi manusia, bukan dari hasil pemikiran dari makhluk yang lemah. Sistem itu adalah Islam yang bersumber dari Sang Pencipta, Allah SWT. Karena berasal dari-Nya, maka sudah dipastikan bahwa aturan yang ada tak akan berpihak atau berat sebelah. Aturan yang ada tak juga mampu digeser-geser atau menguntungkan salah satu pihak. Yang pasti, aturan ini akan bersifat adil dan mampu membawa manusia pada jalan kebenaran dan kemenangan.
Sebagaimana kasus merebaknya minuman keras (khamr) di negeri ini, maka Islam punya solusi pamungkas terhadapnya. Dengan standar hukum syarak, maka label haram sudah pasti akan disematkan kepada khamr tersebut. Karena telah jelas di dalam Al-Qur'an.
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (minuman) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keju termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." (QS. Al-Maidah: 90).
“Rasulullah SAW mengutuk sepuluh orang karena khamr; pembuatannya, pengedarnya, peminumnya, pembawanya, pengirimnya, penuangnya, penjualnya, pemakan hasil penjualannya, pembelinya dan pemesannya.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi).
Dalam Islam, khamr adalah haram dari sisi zatnya. Hal ini sebagai bentuk penjagaan terhadap seluruh kaum muslim dan bagian dari kemuliaan syariat Islam sebagai bentuk perlindungan akal dan segala kemudaratan. Bahaya yang luar biasa tentunya akan mengintai manusia, seperti hilang kesadaran yang akan mengacaukan akal (berpikir) manusia. Dengan kacaunya akal maka akan berakibat melakukan tindakan mudarat yang keji. Seperti mencelakakan atau bahkan menghilangkan nyawa seseorang.
Dengan keimanan yang kokoh, maka seorang muslim tak akan pernah tergoda dengan seluruh rayuan dari miras dan sejenisnya. Namun, hal itu tak cukup untuk menghentikan laju peredarannya. Perlu adanya dukungan dari masyarakat berupa amar makruf nahi munkar serta ketegasan dari negara. Dua hal ini harus pula diterapkan dalam kehidupan kita agar benar-benar memutus rantai peredaran miras dan sejenisnya.
Amar makruf oleh masyarakat ini bertujuan membentuk lingkungan yang selalu berada pada lingkaran aturan dari Allah SWT. Ditambah sebagai perwujudan rasa kasih sayang terhadap sesama. Tak ingin saudaranya terjerumus pada jurang kemaksiatan, sehingga menasehatinya menjadi kunci utama. Begitu pula dengan peran negara perlu dilakukan. Lewat kekuatannya maka negara mampu memberikan sanksi tegas dan jelas kepada para pelaku dalam bisnis haram tersebut. Dengan tegasnya tadi, maka insyaAllah orang lain tak akan mengulangi dan meniru aksi yang sama. Karena seyogianya dalam Islam akan memberikan efek pencegahan dan penebus dosa. Ditambah dengan kemampuan mengeluarkan kebijakan, maka negara harus ketok palu bahwa miras tak boleh beredar di dunia dan tanpa ada pengecualian wilayah seperti saat ini. Kita sadari akhirnya bahwa dengan membuat zona peredaran nyatanya tak mampu untuk mengawasi peredarannya. Semua itu omong kosong belaka, hanya ingin meraup pundi-pundi uang bagi segelintir orang. Ataupun misalnya melakukan razia-razia karena saat ini mendekati bulan suci nan mulia, yaitu Ramadhan. Hal itu tampaknya tidak efektif dan efisien. Karena belum menyentuh pada akar masalah dari beredarnya miras tadi. Harus ada ketegasan yang sempurna dari negara, dalam hal ini pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan bahwa miras tak boleh beredar. Itulah yang seharusnya dilakukan, ditambah dua komponen tadi (ketakwaan individu dan kontrol masyarakat) maka insyaAllah miras dan sejenisnya akan mampu dibumihanguskan dari bumi ini.
Alhasil, perlu segera menerapkan sistem Islam agar persoalan ini dan yang lainnya terselesaikan dengan sempurna. Tanpa menimbulkan masalah yang baru lagi. Wallahu a'lam. []
Oleh: Mulyaningsih
Pemerhati Keluarga
0 Comments