TintaSiyasi. com -- Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Laiskodat terkait kebijakan masuk sekolah pukul 5 pagi yang menuai pro dan kontra hingga viral di Media Sosial. Alasan aturan tersebut adalah diterapkan guna mengasah kedisiplinan dan etos kerja para peserta didik. Selain itu, menurutnya, rata-rata anak SMA tidur paling malam pukul 22.00. Sehingga, siswa sudah cukup tidur untuk memulai sekolah pukul 05.00. (tribunpalu.com, 02/03/2023)
Dalam laman (cnbcindonesia.com,02/03/2023), Gubernur NTT Viktor mengatakan, budaya masuk sekolah lebih pagi bertujuan untuk mengasah kedisiplinan dan etos kerja para peserta didik. Meskipun berat tapi harus ada pengorbanan sebelum melakukan perubahan.
Dilansir dari laman Centers for Disease Control and Prevention (CDC), menurut studi yang dipublikasikan American Academy of Pediatrics, waktu ideal untuk memulai jam belajar bagi Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan SMA adalah pukul 08.30. Dengan demikian, siswa akan memperoleh jumlah tidur yang lebih ideal. Studi lain yang dipublikasikan Journal of Clinical Sleep Medicine menemukan bahwa durasi tidur yang ideal bagi remaja berusia 13 hingga 18 tahun adalah delapan hingga 10 jam per hari. Jumlah durasi tersebut dinilai baik bagi kesehatan. Penelitian menyebutkan, bahwa remaja yang memiliki waktu tidur tidak cukup berisiko mengalami kelebihan berat badan atau obesitas, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara maksimal, depresi, berprestasi buruk di sekolah, hingga cenderung melakukan pola hidup yang buruk, seperti mengonsumsi alkohol, merokok, dan menggunakan obat-obatan terlarang.
Lantas, apakah benar jika budaya masuk sekolah sejak pukul 05.00 pagi dinilai lebih efektif mengasah kedisiplinan dan etos kerja siswa?
Jika dalam penelitian disebutkan dampak remaja dengan waktu tidur tidak cukup, akan tidak optimal menjalani kehidupan akhirnya menjadi tidak disiplin juga etos kerja yang menurun, bahkan depresi dan melakukan penyimpangan. Nyatanya tidak optimalnya menjalani kehidupan dan penyimpangan yang dilakukan remaja tidak selalu dikarenakan kurangnya waktu tidur saja. Apakah dengan ditambahnya jam tidur penyimpangan remaja akan hilang seketika,? Tentu saja tidak, karena penyimpangan yang terjadi pada remaja juga generasi hari ini karena diterapkannya sistem pendidikan negeri ini yang berbasis sekulerisme atau bahkan tidak berbasis apapun. Akhirnya wajar saja ketika malah menghasilkan generasi rusak bahkan generasi yang tidak ada masa depan. Sehingga dengan melakukan terobosan bagaimana pun ketika basis pendidikan masih sekulerisme maka tidak akan menghasilkan apapun. Bahkan, bagi sebagian siswa tidak menutup kemungkinan masuk sekolah jam 5 pagi bisa menjadikan siswa tertekan, karena persiapan berangkat yang pastinya sebelum jam 5 pagi.
Berbagai macam fenomena kondisi generasi hari ini akibat tekanan yang terjadi pada siswa yang akhirnya siswa bunuh diri, diantaranya: Siswa SD di Banyuwangi yang bunuh diri karena sering di bully teman, siswa bunuh diri karena tugas online, siswi SMA minum racun karena depresi sekolah online, depresi karena jaringan internet susah siswi SMA bunuh diri, kesulitan memahami pelajaran siswa bunuh diri. Seperti inilah kondisi generasi saat ini yanh dihasilkan oleh sistem pendidikan sekuler. Dimana generasi yang memiliki mental yang lemah, sedikit mendapat tekanan seolah dunianya seketika runtuh dan memutuskan bunuh diri untuk menyelesaikan masalahnya.
Maka, apakah kondisi kerusakan generasi saat ini akan selesai hanya dengan masuk sekolah jam 5 pagi? Sudah jelas tidak akan selesai persoalan yang terjadi di generasi ini karena akar masalahnya adalah di terapkannya sistem pendidikan basis sekulerisme, dimana agama pelan-pelan dimusuhi dan disingkirkan, justru melahirkan banyak persoalan seperti tawuran, pergaulan bebas, narkoba, dan lahir pula para pejabat dan pengusaha yang tidak amanah. Begitu juga karena bercokolnya sistem kehidupan sekulerisme liberalisme semakin menambah kerusakan generasi di segala lini.
Maka akan sangat berbeda ketika sistem pendidikan generasi berbasis akidah islam yang pasti banyak keunggulan: pertama, akidah Islam yang merupakan konsep pemikiran yang mudah dicerna oleh siapa saja, termasuk anak-anak. Terdapat ratusan ayat untuk mengajak anak unyuk memikirkan keindahan dan kokohnya alam semesta ciptaan Allah.
Kedua, anak-anak yang dididik dengan basis akidah Islam yang akan teguh dalam prinsip. Tuduhan bahwa anak-anak yang dipaksa untuk patuh pada ajaran agama akan tertekan maka itu tdak benar, karena anak-anak itu ditanamkan akidah Islam bukan dengan doktrin, tapi melalui metode berpikir (thariqah ‘aqliyyiah). Itulah cara yang digunakan al-Qur’an dengan mengajak manusia berpikir tentang keberadaan Allah melalui perantaraan mahluk-mahluknya. Sehingga keyakinan itu kuat menancap, sulit untuk digoyahkan.
Ketiga, Akidah Islam akan menjadikan anak-anak agar mempunyai sandaran kehidupan yang hakiki, yakni Allah SWT. Dengan dipahamkan konsep qadha dan qadar secara sederhana seperti musibah, ajal dan rizki dari Allah akan membuat anak-anak selalu bersandar pada kebesaran Allah SWT, juga anak akan berikhtiar sekuat tenaga. Dengan begitu, anak-anak yang hidup dalam pendidikan berbasis akidah Islam akan mempunyai kekuatan mental yang kuat dan kepercayaan diri yang tinggi.
Keempat, dengan basis akidah Islamiyyah, anak-anak akan mudah untuk taat syariat dan hidup disiplin. Ketaatan dan kedisiplinan dengan akidah Islam, mereka dipahamkan bahwa ajaran Islam itu benar dan akan menuntun mereka pada kebaikan. Jadi, bukan dengan indoktrinasi apalagi tekanan, ancaman, paksaan atau intimidasi.
Maka dengan konsep pendidikan berbasis akidah, sebagaimana kita juga meyakini hanya Islam satu-satunya ajaran mulia dan memuliakan manusia. Dan anak-anak kita akan tumbuh sebagai generasi yang baik dan inovatif dengan landasan akidah Islam. Hanya saja keunggulan sistem pendidikan Islam ini tidak akan mampu diwujudkan tanpa penerapan islam secara kaffah dalam kehidupan yang dilakukan oleh negara. Dengan penerapan Islam secara kaffah akan menjadikan kondisi generasi ini menjadi generasi mulia yang akan memimpin dan mengisi peradaban.
Oleh: Safda Sae, S.Sosio.
Aktivis Dakwah Kampus
0 Comments