Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Berbagai Penyakit Kronis Mengancam Generasi


TintaSiyasi.com -- Bagai angan-angan menerawang langit, peribahasa yang menggambarkan sulitnya mewujudkan negara berdaulat, maju, adil, dan makmur. Sebuah visi Indonesia pada 2045. Karena hingga hari ini, banyak persoalan diantaranya masalah kesehatan belum tertangani dengan baik terlebih menyangkut kelompok anak-anak.   

Sebelumnya diberitakan terjadi lonjakan kasus diabetes pada anak-anak. Indonesia sendiri berada pada urutan ke-7 sebagai negara dengan penduduk penderita diabetes terbesar di dunia. Lalu menyusul berita memiriskan dirilis beritasatu.com (17/03/2023) bahwa Indonesia menempati urutan ke-2 dengan kasus tuberculosis (TBC) tertinggi di dunia.   

Global TB Report 2022 melaporkan di antara 100.000 penduduk ada 354 penderita TBC termasuk dari kalangan anak-anak. Menurut data Kemenkes (dataindonesia.id, 24/03/2023) ada 100.726 anak di Indonesia yang terjangkit TBC pada 2022. Jumlah tersebut merupakan anak berusia 0-14 tahun. Kasus TBC yang menjangkiti anak mengalami kenaikan hingga 138,8% pada 2022. Ini merupakan yang tertinggi dalam enam tahun ke belakang. 


Multifaktor

Fakta tentang kasus TBC pada anak menambah suram wajah Indonesia. Banyak faktor yang menyebabkan anak menderita TBC seperti status gizi, kondisi sosial ekonomi dan tingkat pendidikan orang tua.  

Dikutip dari halodoc.com (12/01/2023), penyakit TBC erat kaitannya dengan stunting yaitu gangguan gizi kronis. Angka stunting pada anak di Indonesia masih tinggi. Ketua IDAI, Piprim Basarah Yanuarso menyebut ada 1 dari 4 anak atau ada 24 persen anak Indonesia mengalami stunting. Anak yang mengalami gangguan gizi, sistem kekebalan tubuhnya rendah sehingga meningkatkan resiko terinfeksi TBC. 
 
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, dr. Imran Pambudi mengatakan kasus TBC paling banyak terjadi pada keluarga kaum buruh dan lingkungan padat penghuni. Ini menunjukkan penyakit TBC beririsan dengan kemiskinan atau persoalan ekonomi yang juga erat dengan tingkat pendidikannya.

Keluarga dengan tingkat pendidikan rendah umumnya minim pengetahuan tentang perilaku hidup bersih dan sehat. Banyak diantara pasien yang putus pengobatan dari yang seharusnya dijalani minimal 6 bulan menunjukkan potret masih rendahnya pengetahuan masyarakat dalam pengobatan TBC. 


Penanganan Terintegrasi

Penyebaran TBC cepat karena penularannya bisa melalui udara. Ketika penderita TBC aktif memercikkan lendir atau dahak saat batuk atau bersin, bakteri TB akan ikut keluar melalui lendir tersebut dan terbawa ke udara. Selanjutnya, bakteri TB akan masuk ke tubuh orang lain melalui udara yang dihirupnya. Peningkatan kasus secara signifikan pada anak terjadi karena umumnya mereka belum bisa melindungi diri secara mandiri.  

Di dalam Permen Kesehatan Republik Indonesia No. 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis disebutkan bahwa pemerintah baik pusat maupun daerah, swasta dan masyarakat memiliki tanggung jawab dalam menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitative. Dari semua unsur tersebut, seharusnya pemerintah yang memiliki peran besar karena memiliki kewenangan luas untuk memobilisasi semua sektor yang saling terkait mengingat penanganan TBC harus teringrasi. 

Namun, dengan penerapan sistem kapitalis, masalah penyakit TBC dan persoalan lainnya mustahil tertangani. Malah justru persoalan semakin pelik dan susul menyusul seperti benang kusut yang sulit diurai. 

Ini dikarenakan negara bermazhab kapitalis sehingga peranan negara pasti ter-down grade. Dari fungsi melayani menjadi sebatas regulator demi kepentingan aktor-aktor lainnya. Melalui skema pembangunan terbaru ala kapitalis, selain pemerintah ada komunitas, akademisi, pengusaha dan media saling bekerja sama sebagai aktor pembangunan. Ini disebut teori pembangunan penthahelix.  

Dari kelima unsur yang berada dalam orbit kekuasaan tersebut, kekuatan paling menonjol yaitu kalangan pengusaha. Salah satunya dengan menguasai SDA, para kapital bisa memiliki kekayaan luar biasa tetapi memiskinkan negara sehingga mandul dalam menyelesaikan berbagai persoalan. Untuk penanganan TBC saja, Indonesia yang kaya dengan SDA harus berhutang kepada Bank Dunia sebesar US$300 juta atau setara Rp4,5 triliun (asumsi kurs Rp15 ribu per dolar AS). 

Penerapan konsep penthahelix juga merambah dalam pelayanan kesehatan. Kesehatan yang seharusnya menjadi kebutuhan dasar yang harus dipenuhi negara, dikapitalisasi dan dikomersialkan sehingga sulit diakses oleh kalangan masyarakat bawah. Sementara orang-orang kaya akan memberikan keuntungan karena mereka rela membayar mahal demi kesehatan.  

Jika dicermati, kasus TBC pada anak-anak bisa tertangani jika masalah kemiskinan bisa diatasi. Kelompok keluarga miskin tidak bisa menyediakan lingkungan bersih dan sehat, tidak bisa memenuhi kebutuhan gizi anak-anaknya. Namun, keluarga miskin ini sulit keluar dari keadaan mereka sekarang bahkan sistem kapitalis makin memiskinkan secara sistematis.  

Dengan demikian, sistem kapitalis lah akar masalah dari berbagai persoalan termasuk penyakit TBC. Sistem ini membuat negara kehilangan kemampuan malah memilih cara instan yaitu berhutang yang akan menambah beban. Meski negara menggandeng banyak pihak, melakukan berbagai upaya, selama masih mempertahankan sistem rusak ini, penyakit TBC akan terus menjadi bayang-bayang menakutkan.  


Solusi Islam

Islam memiliki solusi untuk menangani TBC. Penyakit ini mengakar dari problem sosial masyarakat yaitu kemiskinan dan kebodohan serta layanan kesehatan. Sistem Islam akan membenahinya dengan pendekatan terintegrasi oleh negara sebagai pelaku utama karena memiliki tanggung jawab utama pelayan rakyat.  

Pertama, sistem politik Islam akan menempatkan pemimpin dan pejabat yang memiliki komitmen menerapkan syariah Islam bagi pengaturan dan pemecahan semua masalah. Sistem politik Islam tidak memberikan ruang bagi swasta atau sekelompok elite mengintervensi kebijakan dikarenakan memiliki kekuatan melebihi negara. Salah satu yang mempercepat peningkatan kekayaan kelompok kapital sehingga menjadi penguasa bayangan, ketika menguasai SDA yang diberikan secara gratis oleh Allah SWT. Dalam Islam, pengelolaan SDA tidak akan diberikan kepada individu atau kelompok.  

Kedua, kebutuhan dasar rakyat, yakni sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan menjadi tanggung jawab negara. Semua didanai oleh Baitul Mal yang memiliki banyak sumber pemasukan. Tidak seperti dalam sistem kapitalis yang mengandalkan pajak dan makin menambah beban rakyat. Dalam sistem Islam, negara bisa memanfaatkan zakat, sodakoh, infak untuk membantu keluarga-keluarga miskin.  

Ketiga, sistem ekonomi Islam tidak memberikan ruang kelompok kaya memanfaatkan kelompok miskin. Tidak boleh ada saling memakan harta dengan cara batil dan kekayaan hanya berputar di kalangan tertentu saja. Sebagaimana firman Allah, “… supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu….” (QS. Al Hasyr: 7).

Negara berupaya membuka lapangan kerja seluas-luasnya agar kebutuhan setiap keluarga tercukupi. Beban kepala keluarga tidak seberat dalam sistem kapitalis karena kebutuhan kolektif seperti pendidikan dan kesehatan ditanggung negara.  

Keempat, layanan pendidikan memberikan pendidikan preventif sehingga masyarakat paham pola hidup sehat yang dapat melindungi dari TBC. Bagi yang sudah terkena, memperoleh layanan kesehatan secara gratis. Jika terindikasi penyebarannya membahayakan, negara melakukan penelitian dan mendirikan sarana untuk mencegah meluasnya penyebaran penyakit. []


Oleh: Novianti
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments