Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Atasi Stunting Dengan Jo Kawin Bocah, Mampukah?

TintaSiyasi.com -- Pernikahan usia dini atau lebih akrab dikenal "kawin bocah" ini dianggap memiliki dampak buruk. Dampak buruknya yakni meningkatnya angka Stunting. Sehingga dalam rangka menurunkan angka stunting, Pemkab Temanggung beserta jajaran terkait gencar melakukan edukasi dan monitoring kampanye "Jo Kawin Bocah". Kampanye Jo Kawin Bocah ini dilakukan di berbagai Puskesmas dan Sekolah Menengah Pertama yang angka kawin bocahnya tinggi.

TP PKK Kabupaten Temanggung bersama Perangkat Daerah terkait mengadakan Monitoring dan Evaluasi “Jo Kawin Bocah” (Jangan Menikah Usia Dini) di Halaman SMP Negeri 1 Tretep, Ketua TP PKK Kabupaten Temanggung, Eni Maulani Saragih menyampaikan, bahwa kegiatan Monitoring dan Evaluasi "Jo Kawin Bocah" atau Jangan Menikah Usia Dini ini dilakukan di tingkat SMP, disebabkan masa-masa SMP merupakan masa pubertas.

Jo Kawin Bocah ini dikampanyekan guna mencegah pernikahan dini supaya kesehatan ibu baik, angka stunting juga akan menurun. Ditegaskan juga oleh beliau, bahwa usia anak SMP yang sudah baligh dan sudah dewasa ini sangat rentan, dimana mereka sudah bisa hamil, perlu adanya edukasi terkait pergaulan dan pernikahan dini, Sabtu (25/02/2023).

Stunting merupakan permasalahan utama anak dan kronis yang melanda Indonesia, bahkan dunia. Indonesia sendiri menduduki peringkat kelima stunting di dunia. Indonesia mentargetkan untuk menurunkan angka stunting sebesar 14% pada tahun 2024.

Namun, benarkah kawin bocah merupakan faktor dominan dalam kasus stunting? Berdasar data BPS Pemkab Temanggung, tingkat Kemiskinan 2021: 10.17% dan tahun 2022 turun menjadi 9.33%. Sementara angka Pengangguran tahun 2021 sebesar 2,62% dan tahun 2022 turun menjadi 2,54%.

Stunting menurut WHO adalah gangguan tumbuh kembang yang dialami anak akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. 

Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Balita di Indonesia (SSGBI) telah ada penurunan angka stunting, dari 25,79 persen pada 2019 menjadi 20,5 persen pada 2021. Menurut Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Temanggung Sri Hartati (Temanggung, Rabu 06/01/2022), banyak hal yang mempengaruhi tingginya angka kekerdilan diantaranya pola pengasuhan, kemiskinan, dan asupan gizi. Sementara faktor paling dominan adalah gizi yang dikonsumsi, kekurangan protein dan karbohidrat.
 
Dari data tersebut, jelas bahwa kawin bocah atau perkawinan anak bukanlah faktor dominan penyumbang stunting. Kawin bocah hanyalah kambing hitam semata bagi tingginya kasus stunting. 

Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy sendiri pun mengakuinya, bahwa stunting disebabkan oleh kemiskinan, yakni ibu dan anak tidak memperoleh gizi cukup. Walhasil, kunci untuk menurunkan stunting adalah penanganan kemiskinan (Republika, 02/03/2021).

Jelas bahwa permasalahan stunting berkaitan dengan kurangnya asupan gizi lengkap dan seimbang. Sementara faktor utama tidak mampunya mengakses gizi adalah kemiskinan. 

Jika permasalahan ini dibiarkan berlarut-larut, tentu akan berdampak buruk bagi generasi bangsa ke depan. Sayangnya program yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi stunting saat ini belum menyentuh problem hulu. Baru menyentuh problem hilir yang lebih banyak berkutat pada solusi teknis belaka.

‌Sebenarnya permasalahan stunting akan tuntas apabila masyarakat hidup sejahtera dan makmur. Kemiskinan buah penerapan sistem kapitalisme. Sistem yang tidak mampu menjamin kebutuhan pangan dan akses kesehatan bagi generasi. Sehingga kasus stunting tidak pernah tuntas. Sistem kapitalisme sukses melahirkan kesenjangan sosial ditengah-tengah masyarakat. Yang miskin semakin miskin dan tidak berdaya, sementara yang kaya semakin kaya. Kekayaan hanya berputar pada segelintir orang saja.
‌Penerapan sistem buatan manusia ini, telah mengalihkan peran negara dalam mengelola kekayaan alam milik rakyat kepada para korporasi. Negara mengabaikan tugasnya sebagai pelayan rakyat. Justru negara beralih fungsi sebagai pelayan bagi korporasi dan pengusaha besar guna mengeksploitasi kekayaan alam. 

Hasilnya hanya untuk kepentingan mereka saja. Walhasil, masyarakat yang bertahan hidup dengan mahalnya biaya hidup, hingga tidak mampu hidup layak dan sejahtera apalagi harus mengkomsumsi makanan bergizi.  
Negara hanya sebagai regulator dan fasilitator semata. Inilah yang menyebabkan kehidupan rakyat semakin berat, bahkan untuk memenuhi kebutuhan pokok saja tidak mampu. Apalagi jika harus makan dengan makanan bergizi. Masyarakat miskin hanya diberikan bantuan sosial ala kadarnya yang tentu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka. Jadi, tidak heran jika kasus stunting terus bertambah setiap tahunnya.

Oleh karena itu, butuh sistem yang paripurna guna menyelesaikan permasalahan kronis ini. Sistem yang sudah terbukti menjamin kesejahteraan bagi rakyatnya. Sistem dengan seperangkat aturannya, termasuk dalam hal ekonomi. Sistem ini adalah sistem Ilahi yakni sistem Islam. Negara beserta masyarakatnya menjalankan aturan Islam didorong oleh ketakwaannya, bukan karena motif ekonomi semata.

Islam mencegah akumulasi kekayaan hanya pada segelintir orang atau kelompok tertentu. Islam mengharamkan memakan harta orang lain secara zalim. Penguasa diperintahkan oleh Allah Swt untuk menunaikan serta mengelola harta umat sebagai amanah dengan sebaik-baiknya. Dan juga diperintahkan untuk mendistribusikan harta negara, serta memastikannya sampai ke tangan rakyat. Sehingga, kasus stunting yang disebabkan oleh kemiskinan dapat terselesaikan dengan tuntas.

Dengan demikian, hanya dengan penerapan ekonomi Islam mampu menyelesaikan dengan tuntas permasalahan stunting. Tak hanya di tingkat daerah, tapi juga tingkat nasional dan dunia. Wallahu 'alam bishshowwab.[]

Oleh:Ninik Suhardani, S.T
(Sahabat Tintasiyasi)
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments