TintaSiyasi.com -- “Saya melihat ibu-ibu tuh ya maaf ya sekarangkan kayaknya budayanya beribu maaf, jangan lagi saya dibully. Kenapa toh seneng banget ngikut pengajian? Iya lho maaf beribu maaf saya sampai mikir gitu lho.”
Ketua Dewan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri, menjadi sorotan kembali setelah pidatonya memicu kontroversi di media sosial (medsos).
Pidato itu terucap saat ia menjadi pemateri dalam Seminar Nasional Pancasila dalam Tindakan: Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting, Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan, Kekerasan dalam Rumah Tangga, serta Mengantisipasi Bencana di Jakarta Selatan (Republika.co.id,16/02/2023).
Pidato tersebut menjadi polemik dalam kancah media soisal. Muncul berbagai tanggapan dari warganet. Tentu saja, pidato yang disampaikan oleh Megawati patut menjadi buah bibir perbincangan khalayak.
“Ini pengajian iki sampai kapan tho yo? Anake arep dikapake (anaknya mau diapakan), he, iya dong. Boleh bukan ga berarti boleh, saya pernah pengajian kok,” lanjut Megawati.
Pernyataan itu jelas mengandung tuduhan bahwa pengajian emak-emak menjadi salah satu sebab dari adanya stunting dan tuduhan itu sama sekali tak berdasar. Pasalnya fakta di lapangan tidak menunjukkan hal demikian. Kasus stunting tidak berhubungan dengan kesibukan emak-emak pengajian.
Stunting menjadi satu problematika yang tengah dilirik oleh pemerintah. Kasusnya tidak sedikit di Indonesia. Menjadi suatu yang dikhawatirkan. Populasi yang terjangkit kian bertambah.
Dalam pidatonya, Megawati menyindir kebiasaan emak-emak pengajian. Dikatakan bahwa pengajian menjadikan mereka lalai terhadap pola asuh anak-anak.
Hanya saja, kasus stunting yang terjadi tidak lepas dari kemiskinan dan gizi buruk di Indonesia. Krisis ekonomi yang melanda strata bawah dari lapisan masyarakat. Tidak dapat dipungkiri. Tingginya harga kebutuhan pokok. Tidak ada pemerataan bantuan sosial dari pemerintah. Merupakan beberapa bukti kelalaian yang membuat rakyat merana. Dan berdampak pada terwujudnya stunting ini.
Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapillu) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Andi Nurpati mengatakan, bahwa solusi utama mengatasi stunting dalam memberantas kemiskinan dengan memberikan pendidikan dan kemampuan atau keterampilan supaya bisa bekerja (Sindonews,19/2/2023).
Lagi-lagi malapetaka kapitalisme. Tatanan yang tidak stabil. Juga tidak terstruktur membuat gelombang masalah terus datang bergulir. Dengan memberikan pendidikan dan keterampilan bekerja. Tidaklah cukup. Karena kasus PHK di Indonesia juga marak terjadi. Ini juga merupakan masalah sistemik.
Selain itu, terkait dengan pengajian menjadikan emak-emak lalai terhadap gizi asupan anak. Menurut Andi Nurpati, sangat tidak pantas menyoal ibu-ibu pengajian. Mengapa tidak mempersoalkan tentang ibu-ibu yang dugem (dunia gemerlap, red) ke diskotik? Ibu- ibu yang bekerja full day?
Anggapan ini tidak salah. Seharusnya penyoalan emak-emak dugem lebih dikritisi daripada emak-emak pengajian. Secara, lebih terlihat dampak negatif di dalamnya. Generasi muda sekarang sangat minim edukasi agama. Kurikulum yang berlaku saat ini. Jauh dari pendidikan agama. Tentunya agama Islam.
Kurikulum yang digunakan pada sistem kapitalis-sekularisme. Memisahkan agama dari kehidupan. Justru dalam kurikulum sekarang, banyak penetrasi budaya kufur. Fakta bahwa jam pelajaran agama dikurangi cukup menjadi bukti.
Bahkan, kabarnya pelajaran agama akan dihapus dari kurikulum pendidikan. Jelas, terjadi kapitalisasi pendidikan.
Penghapusan jam pelajaran agama. Tentu tidak lepas dari menjaga reformasi liberal. Minimnya pengetahuan agama masyarakat terutama kawula muda. Membuat mereka para pemuda lupa dan lalai terhadap agama. Mereka tidak sadar bahwa mereka sedang menjadi sasaran sistem.
Ketika emak-emak pengajian, mereka dapat memberikan pengajaran yang tidak diberikan sekolah kepada anak-anak. Juga tidak ditetapkan dalam kurikulum pendidikan. Berupa edukasi kepribadian Islam (Syakhsiyyah Islamiyah), ataupun lainnya. Sehingga, pada asalnya pengajian tidak memberikan dampak negatif bagi pola asuh anak.
Dalam Islam, pengajian atau kajian merupakan satu kewajiban. Karena dengan mengikuti pengajian atau kajian berarti menuntut ilmu. Hukum menuntut ilmu adalah fardhu ‘ain bagi setiap muslim. Selain itu, edukasi atau pembinaan kepribadian individu sangat penting. Pengajian atau kajian menjadi salah satu sarana untuk pembinaan ini. Sehingga, akan terbentuk individu yang berkepribadian bertakwa juga beriman, tinggi taraf berpikir, dan kuat kesadaran politiknya.
Berbeda dengan kapitalisme yang memberikan konotasi buruk terhadap pengajian atau kajian.
Terlebih bagi emak-emak. Merupakan ibu dari generasi sebagai tonggak peradaban. Sangat penting mendapatkan edukasi yang sesuai syariat Islam. Untuk mewujudkan generasi paham agama dan berjuang untuk ummat. Berkontribusi dalam perjuangan untuk melanjutkan kehidupan Islam kaffah dalam daulah Islam.Wallahu a’lam bishshawwab.[]
Oleh: Hilwa Imadiar
Aktivis Muslimah
0 Comments