TintaSiyasi.com -- Telah kita ketahui bersama bahwasanya air adalah salah satu elemen yang sangat penting di bumi ini. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa air selalu tidak terpisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari. Manusia dan bahkan makhluk hidup yang lainnya pun tidak bisa hidup tanpa adanya air. Air dapat digunakan bahkan dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan hidup makhluk hidup. Oleh karena itulah kebutuhan air dianggap hal yang vital, tetapi ada isu yang tidak sedap buat masyarakat hari ini.
Sebagaimana yang dilangsir republika.co.id, para perempuan dari berbagai kalangan yang tergabung dalam Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) cabang Indramayu menolak rencana kenaikan tarif air bersih Perumdam Tirta Darma Ayu Kabupaten Indramayu. Penolakan itu disampaikan kepada para wakil rakyat, dalam audensi di gedung DPRD Indramayu, Jumat (27/1/2023).
Mereka diterima langsung oleh Ketua DPRD Indramayu, Syaefudin dan sejumlah ketua serta anggota komisi DPRD. Salah seorang perempuan asal Desa Krasak, Kecamatan Jatibarang, Lili Marlina (34 tahun), mengatakan, rencana kenaikan tarif PDAM sebesar 30 persen sangat memberatkan.
Lili menyatakan, sebagai pedagang rumbah, air menjadi kebutuhan yang sangat penting untuk mencuci sayuran yang akan dimasaknya. Untuk itu, dia berharap, tarif PDAM tidak naik.
Dari kegunaan yang vital tersebut, sangat disayangkan karena Indonesia yang 70 persen wilayahnya adalah laut ternyata mengalami kekurangan air bersih. Diketahui, bahwa tingkat ketersediaan air bersih di Indonesia terendah di Asia Tenggara. Jika dibandingkan dengan negara tetangga lainnya seperti Malaysia, Filipina, Singapura, bahkan Vietnam sekalipun, stok ketersediaan air bersih di Indonesia masih jauh di bawah rata-rata (kompas.com, 22/3/2021).
Realitas krisis air bersih tersebut tentu menambah rentetan panjang duka dan lara masyarakat negeri ini. Bukan hal yang berlebihan, namun sungguh sangat ironi ketika negeri maritim yang wilayahnya dikelilingi laut dan sumber mata air, harus mengalami kekurangan air bersih. Masalah besar yang juga sedang terjadi adalah, saat ini Kementerian PUPR sedang berupaya mendorong investor asing untuk berinvestasi pada Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Indonesia.
Mencermati hal ini, tampak jelas bahwa pengelolaan sumber daya air yang melibatkan swasta dan asing, akan berwujud bisnis. Dalam kacamata kapitalisme, air sebagai sumber daya vital tiap individu, tentu dipandang sebagai komoditas ekonomi. Tak jarang, para pemodal juga tak segan menempuh berbagai cara demi menguasai areal yang mengandung sumber daya komersial. Oleh kapitalisme, upaya ini juga seringkali ditempuh melalui berbagai kebijakan zalim.
Naiknya tarif PDAM dalam kehidupan yang serba susah hari ini menambah beban rakyat. Apalagi air adalah Kebutuhan pokok setiap individu, yang seharusnya dijamin oleh negara, tapi ternyata harus bayar. Sayangnya kenaikan tarif ini tidak disertai peningkatan kualitas air, sehingga rakyat kadang masih harus membeli untuk kebutuhan tertentu.
Dampak Negatif Krisis Air Bersih di Negeri Maritim
Krisis air merupakan puncak dari semua krisis sosial dan alam. Betapa tidak, air adalah hal yang paling utama bagi kehidupan manusia di bumi. “Ketersediaan air telah menurun secara drastis pada tingkat tidak berkesinambungan,” ujar Dirjen UNESCO, Koichiro Matsuura. Dua dekade mendatang, ketersediaan air akan menurun hingga sepertiga dari saat ini. Kerusakan lingkungan yang kian meluas membuat semua negara di dunia berada dalam ancaman. Tak akan ada bagian dari bumi ini yang terbebas dari krisis air. Ketahanan pangan dunia pun terancam, termasuk salah satunya Indonesia. Krisis air sudah sering melanda beberapa daerah, sehingga kebutuhan air penduduk untuk keperluan rumah tangga, pertanian dan kebutuhan dasar lainnya tidak tercukupi. Dampak langsung dari kurangnya kebutuhan air antara lain yaitu terjadinya gagal bercocok tanam dan panen yang menyebabkan terganggunya persediaan bahan pangan, sanitasi yang buruk dan kelaparan yang berdampak pada munculnya penyakit akibat kurang pangan dan gizi buruk. Banyak penyakit akibat krisis air dan sanitasi yang buruk, seperti penyakit akibat kelaparan, kekurangan gizi, kolera, tifus, dan disentri yang hingga saat ini masih merupakan ancaman bagi sebagian penduduk dunia.
Sistem kapitalis adalah akar dari segala permasalahan yang terjadi saat ini, baik dalam urusan kelangkaan air bersih ataupun masalah umat lainnya. Dalam sistem ini, negara tidak memiliki kewajiban memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok, termasuk air. Justru sebaliknya, model pemerintahan neoliberalisme rezim, sistem pemerintahan demokrasi justru menyokong upaya kapitalisasi sumber daya oleh antek asing-aseng. Mereka enggan menghentikannya, bahkan menjadi fasilitator bagi kerusakan ini. Ujungnya, petaka lingkungan perubahan iklim.
Ironis, meski sudah ada UU 17/2019 yang mengatur sumber daya air, realitasnya masih banyak masyarakat kesulitan mengakses dan memanfaatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
Indonesia butuh visi politik SDA yang berorientasi pada kemaslahatan rakyat. Mengingat negeri ini memiliki wilayah perairan yang lebih luas ketimbang daratannya, maka sungguh ironis jika negeri maritim ini malah mengalami krisis air berulang kali.
Strategi Islam Menjaga dan Melestarikan Ketersediaan Air Bersih
Negara yang berasaskan Islam, punya solusi tuntas soal pengelolaan sumber daya alam. Fungsi dari negara yang telah ditetapkan dalam sistem Islam pun rinci.
Pertama, mengembalikan kepemilikan SDA yang terkategori milik umum kepada rakyat. Hutan, air, sungai, danau, laut adalah milik rakyat secara keseluruhan.
Kedua, negara mengelola secara langsung dalam proses produksi dan distribusi air. Negara melakukan pengawasan atas berjalannya pemanfaatan air, seperti peningkatan kualitas air dan menyalurkan kepada masyarakat melalui industri air bersih perpipaan hingga kebutuhan masyarakat atas air terpenuhi dengan baik.
Terhadap sumber daya kepemilikan umum ini, negara tidak boleh menyerahkan pengelolaannya kepada individu/swasta. Negara harus memberdayakan para ahli terkait agar masyarakat bisa menikmati air bersih dengan mudah.
Ketiga, negara melakukan rehabilitasi dan memelihara konversi lahan hutan agar resapan air tidak hilang. Negara akan mengedukasi masyarakat agar bersama-sama menjaga lingkungan, melakukan pembiasaan hidup bersih dan sehat, serta memberi sanksi tegas terhadap pelaku kerusakan lingkungan.
Sabda Nabi SAW, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Dari hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa air yang merupakan hajat hidup orang banyak tidak boleh diberikan hak pengelolaannya kepada swasta, baik asing maupun lokal. Kebijakan pemerintah menyerahkan hak pengelolaan air kepada pihak swasta yang dilindungi UU melalui UU SDA, tentu saja menyalahi aturan syarak. Alhasil, untuk mendapatkan air bersih, rakyat harus membeli, padahal tidak semua rakyat mampu membeli air. Agar semua rakyat dapat menikmati air bersih tanpa harus membayar, maka pengelolaannya harus dikembalikan kepada aturan Islam
Sebagai sumber daya milik umum, sejatinya air yang juga ciptaan Allah ini, haram untuk dikapitalisasi. Maka, upaya-upaya pembisnisan air minum memang tidak dibenarkan oleh Islam. Terlebih adanya rencana pemerintah untuk mengundang investor asing dalam pengelolaan sumber daya air bersih, sudah pasti berujung pada kapitalisasi sumber daya air, padahal semua upaya ini jelas diharamkan dalam Islam. Sumber daya alam tidak boleh dimiliki atau dikuasai individu, beberapa individu, ataupun negara sekalipun, alih-alih memprivatisasinya. Agar semua bisa mengakses dan mendapatkan manfaat dari sumber daya alam, negara dapat mewakili masyarakat untuk mengelola dan mengatur pemanfaatannya, agar masyarakat bisa mendapatkan manfaat secara adil dari harta-harta milik umum itu.
Demikianlah prinsip Islam dalam melakukan tata kelola SDA dengan terperinci. Kesalahan dalam mengelola SDA berakibat malapetaka bagi umat manusia. Di tangan para kapitalis rakus, kerusakan lingkungan meluas hingga menyebabkan perubahan iklim ekstrem dan kekeringan.
Inilah sebabnya, Indonesia harus bersegera menjadi negara ideologis, yakni negara yang mampu mencari solusi bagi problematika dalam negeri. Termasuk agar dapat lepas dari cengkeraman negara-negara kapitalis penjarah sumber daya alam, pun mampu memiliki posisi terdepan demi melawan penjajahan dan kezaliman kapitalisme itu. Maka mutlak adanya, ideologi yang diambil haruslah Islam. Satu-satunya solusi mengatasi krisis air adalah dengan mengembalikan pengelolaannya berdasarkan aturan Sang Pencipta air itu sendiri, yakni Allah SWT. Wallahu a'lam. []
Oleh: Nani, S.Pd.I.
Pemerhati Kebijakan Publik
0 Comments