TintaSiyasi.com -- Dinas Sosial menyatakan sebanyak 3.961 jiwa warga Kabupaten Bekasi, Jawa Barat masuk kategori penduduk miskin ekstrem berdasarkan hasil pencocokan data lapangan yang dilakukan Dinsos setempat. Kepala Dinsos Kabupaten Bekasi, Endin Samsudin di Cikarang, mengatakan pencocokan data dilakukan petugas dari tenaga kesejahteraan sosial kecamatan dan pekerja sosial masyarakat dengan mengacu data terpadu kesejahteraan sosial tahun 2022 (megapolitan.antaranews.com).
Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono mengungkapkan sangat sulit untuk mencapai target kemiskinan ekstrem nol persen dan miskin 7 persen di 2024. Mengingat, angka kemiskinan ekstrem di Maret 2022 masih mencapai 2,04 persen dan penduduk miskin pada September 2022 sebesar 9,57 persen (kumparan.com).
Indonesia negara yang kaya SDA, namun kemiskinan terjadi di berbagai daerah, bahkan terjadi kemiskinan ekstrim. Untuk wilayah jawa Barat sendiri, berdasarkan data BPS jumlah penduduk miskin menjadi yang tertinggi kedua hingga September 2022. Jumlah penduduk miskinnya mencapai 4,05 juta orang. Tetapi di tengah kondisi kemiskinan yang amat parah, Kementerian Investasi /Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat Jawa Barat justru menempati posisi pertama sebagai lokasi investasi terbesar sepanjang 2022. Realisasi di kawasan itu mencapai Rp174,6 triliun.
Pada dasarnya tingginya angka kemiskinan terjadi akibat salah kelola SDA, dan juga pengelolaan SDA yang diserahkan kepada swasta, baik dalam negeri maupun luar negeri. Maraknya investasi merupakan salah satu bukti kesalahan kelola SDA. Pakar ekonomi Dr. Arim Nasim, SE.,M.Si.,Ak.,CA. menilai investasi merupakan alat penjajahan karena yang menikmati para kapitalis bukan rakyat. Melalui investasi, mereka bisa meraup keuntungan yang luar biasa dari pengelolaan sumber daya alam yang sejatinya untuk rakyat. Sementara rakyat yang terkena dampaknya seperti pencemaran lingkungan serta dampak negatif lainnya.
Investasi telah menyebabkan hilangnya pengelolaan SDA oleh negara. Beberapa fasilitas umum seperti bandara, jalan tol, PLN sudah dikuasai investor asing sehingga pelayanan bandara, tol juga PLN semakin mahal. Kapitalis mendapatkan keuntungan, sementara rakyat harus membayar mahal untuk mendapatkan layanan. Investasilah yang menyebabkan rakyat menjadi miskin karena tercipta kesenjangan ekonomi yang luar biasa di mana sumber-sumber daya ekonomi dikuasai swasta baik asing maupun lokal melalui investasi.
Maraknya investasi yang dikendalikan dan dimonopoli oleh oligarki menyebabkan kebijakan negara akan disetir oleh mereka. Penentuan harga migas, listrik, tarif tol, penentuan pelayan publik lainnya bahkan termasuk bidang pendidikan dan kesehatan pada akhirnya mereka yang akan menentukan. Dalam menentukan itu semua paradigma mereka mencari untung, bukan dalam rangka mengurus rakyat, maka kita terjebak dalam penjajahan ekonomi yang semakin parah dan menyengsarakan rakyat. Kesimpulannya investasi asing akan makin mengokohkan penjajahan ekonomi dan semakin melemahkan kedaulatan negara terutama di bidang ekonomi.
Akhirnya realitas di lapangan, terbukti kehidupan masyarakat memang terasa makin berat saja. Kehidupan serba mewah yang sering kali dipamerkan para selebritas, youtuber, dan pengusaha, nyatanya semakin menampakkan kesenjangan yang ada. Belum lagi dengan problem sosial yang juga kian merajalela. Mulai dari kasus kriminalitas, stunting, perceraian, kelaparan hingga kasus kesehatan mental yang makin mewabah di mana-mana. Di beberapa daerah di Indonesia, semua kasus tersebut makin merata.
Pihak penguasa sendiri selalu mengaku sudah berusaha keras untuk memerangi kemiskinan dan semua problem yang mengikutinya dengan sejumlah program-program yang dicanangkan. Akan tetapi program-program yang ada bersifat pragmatis dan sering kali hanya menyentuh aspek cabang dari semua problem kemiskinan. Contohnya adalah dalam bentuk bantuan dan jaminan sosial yang sering dibangga-banggakan. Sebagian kritikus menyebut program semacam itu hanya meredakan masalah sementara saja. Adapun problem akarnya tidak pernah bisa tuntas. Apalagi sumber anggaran berasal dari utang riba, dan sebagiannya dikorupsi pula.
Sejatinya problem kemiskinan bukanlah problem tunggal, tetapi problem kompleks yang berakar dari penerapan sistem politik ekonomi yang asasnya rusak sehingga melahirkan berbagai kerusakan. Sistem ini tidak lain adalah kapitalisme neoliberal yang tegak di atas asas sekularisme dan diemban negara-negara adidaya, lalu dipaksakan penerapannya di negeri-negeri lainnya. Sistem ini telah mencabut kemandirian sekaligus melumpuhkan kemampuan negara untuk menyejahterakan rakyatnya.
Nyaris semua sumber-sumber kekayaan alam yang seharusnya menjadi milik rakyat dikuasai oleh pengusaha baik lokal maupun asing, hingga negara pun tidak punya modal untuk menyejahterakan rakyatnya. Bahkan pengusaha dan penguasa tega saling bekerjasma mengambil untung dari rakyatnya. Sistem ini telah melahirkan kapitalis-kapitalis dan penguasa yang rakus untuk terus berusaha mengambil keuntungan dalam setiap kesempatan dan kondisi yang ada, tanpa peduli nasib rakyatnya yang kian kesusahan.
Hal itu berbeda dengan sistem Islam yang mewajibkan pengelolaan SDA oleh negara, karena SDA adalah milik umum. Sistem Islam sungguh menjamin kesejahteraan, keadilan, dan keberkahan bagi semua orang. Belasan abad lamanya sistem ini tegak dan mewujudkan peradaban mulia yang melahirkan masyarakat dengan level kesejahteraan yang tiada bandingan. Negara atau penguasa dalam sistem Islam benar-benar berperan sebagai pengurus sekaligus pelindung umat. Ini karena mereka paham bahwa kepemimpinan adalah amanah berat yang harus siap dipertanggungjawabkan di hari akhir.
Negara akan secara konsisten menerapkan seluruh hukum Islam, terutama sistem politik ekonomi Islam, serta sistem-sistem lainnya yang mencegah kezaliman, termasuk penguasaan kekayaan oleh segelintir orang. Negara Islam juga tidak akan tunduk pada intervensi asing dan menolak segala bentuk penjajahan. Negara siap memimpin peradaban dalam skala global. Selain paradigma kepemimpinan sejati dalam Islam. Selain itu, ada banyak aturan Islam yang menjamin keadilan dan kesejahteraan, mulai dari sistem ekonomi yang mengatur soal kepemilikan, distribusi kekayaan, sistem moneter dan keuangan, sistem perdagangan dan polugri, juga sistem hukum dan sanksi. Islam mengatur bahwa kekayaan sumber daya alam yang melimpah ruah tidak boleh dimiliki atau dikuasai individu, karena sejatinya itu adalah milik rakyat yang wajib dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat.
Politik ekonomi Islam mewajibkan negara atau penguasa memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya secara orang per orang. Negara mengelola seluruh SDA sesuai ketetapan hukum syara dan wajib menciptakan situasi yang kondusif bagi setiap laki-laki untuk bekerja hingga dia dan keluarganya bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka. Di sisi lain, negara akan menjamin kehidupan rakyat yang lemah, sekaligus menjamin kebutuhan bersama, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan bagi seluruh rakyatnya dari pengelolaan harta kekayaan milik rakyat.
Tentu saja untuk penerapan yang demikian, butuh ditegakkan sistem Islam dengan dukungan umat. Sementara itu, dukungan umat baru akan terwujud jika mereka mengetahui dan menyadari kewajiban dan kebaikan hidup di bawah naungan Islam, serta menyadari bahwa keburukan yang menimpa kehidupan mereka hari ini adalah akibat hidup dalam sistem sekuler kapitalisme yang jauh dari nilai-nilai Islam. Oleh karenanya, menyadarkan umat secara umum atas kondisi ini semua dan adanya kewajiban menerapkan Islam kaffah harus menjadi agenda dakwah kekinian. Selama belum ada penerapan Islam yang sempurna, umat akan terus menerus ada dalam keterpurukan dan dalam cengkeraman penjajahan. Kemiskinan pun akan terus merajalela, sekalipun kondisi Indonesia kaya. Tentu saja Kita pasti tidak menginginkan itu semua. []
Oleh: Hanum Hanindita, S.Si.
Sahabat TintaSiyasi
0 Comments