Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Trafficking, Imbas Abainya Peran Negara Pada Pekerja Migran

TintaSiyasi.com -- Tenaga Kerja Indonesia (TKI) merupakan salah satu penyumbang devisa bagi Negara kita. Oleh karena itu pemerintah menyebut mereka sebagai Pahlawan Devisa. Gelar yang disematkan pada mereka karena para TKI ikut menyumbang pemasukan devisa dalam bentuk remintasi (jasa pengiriman uang dari luar negeri ke dalam negeri atau sebaliknya) ke Indonesia. Jadi secara tidak langsung membuat Indonesia mendapatkan keuntungan. Remintasi ini merupakan remintasi masuk atau inward remittance. Pemasukan uang itu membantu perekonomian negara meski tidak masuk dalam pendapatan negara. Dengan iming-iming nominal gaji besar, banyak kaum pekerja terutama wanita yang nekad bekerja walau jauh dari sanak saudara.

Namun, alih-alih merubah nasib menjadi lebih baik tak sedikit para tenaga kerja tersebut yang malah mendapatkan kekerasan fisik maupun verbal dari para majikannya. Seperti yang terekam dalam sebuah video, seorang wanita yang diketahui bernama Siti Kurmaesa seorang TKW (Tenaga Kerja Wanita) asal cianjur. Dalam tayangannya selama 46 detik, wanita tersebut meminta tolong agar bisa pulang ke Indonesia karena selama ini dirinya sering disalahkan oleh majikan dan anak-anaknya. Pada akhirnya video viral tersebut terdeteksi berasal dari Kota Jubail, Provinsi Damman Saudi Arabia, yang mana daerah tersebut tempat tempat tinggal majikannya. Dirtipidsiber Bareskrim Polri, Brigjen. Pol. Adi Vivid Agustiadi Bachtiar, S.I.K., M.Hum., M.S.M., menjelaskan bahwa setelah diketahui keberadannya, tim dari kepolisian beserta perwakilan pemerintah Indonesia berangkat meninjau lokasi untuk memastikan kondisi TKW tersebut, dilansir read.id, (27/01). 

Video tersebut juga menarik atensi Menkoplhukam Mahfud MD, ini terlihat dari cuitan akun Twitter-nya pada Kamis (26/01), meminta Kementerian Tenaga Kerja serta Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak untuk membantu Siti dapat pulang kembali ke Indonesia, sesuai keinginan yang disampaikan lewat video tersebut.

Menanggapi hal itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga mengatakan bahwa Indonesia berkewajiban dan memiliki tanggung jawab penuh atas pemenuhan hak dan perlindungan warganya, tidak terkecuali para pekerja migran Indonesia (PMI). "Negara memiliki peran besar dalam menyikapi pelanggaran HAM yang dialami oleh PMI. Indonesia tetap berkewajiban dan memiliki tanggung jawab penuh atas pemenuhan hak dan perlindungan terhadap warganya, tidak terkecuali para PMI," kata Bintang Puspayoga dalam keterangan di Jakarta, Jumat (27/2), dilansir Republika.com, Sabtu (28/2). 

Menurut Bintang, pelanggaran HAM kepada para pekerja akan terus bermunculan apabila para pekerja migran yang berada di luar negeri tidak diberikan sebuah perlindungan. Padahal Indonesia sebagai salah satu negara anggota PBB mengemban penuh atas segala perjanjian yang telah disepakati, salah satunya perlindungan mengenai HAM dalam konvensi-konvensi-nya, seperti Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM), Konvensi ILO, dan Konvensi CEDAW.

Perlindungan kepada para pekerja migran dimulai dari sebelum berangkat, yaitu pada saat pendaftaran hingga keberangkatan. Tak hanya itu perlindungan kepada para pekerja juga tetap diberikan selama bekerja dan setelah bekerja, mengingat pekerja migran mempunyai kerentanan mengalami pelanggaran HAM. "Perlu implementasi konvensi migran dan UU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) dengan merombak paradigma komodifikasi menjadi orientasi HAM dan hak asasi perempuan," lanjut Bintang Puspayoga.

Kasus yang menimpa seorang TKW dari Cianjur merupakan bagian kecil dari beberapa kasus yang terjadi di kalangan para pekerja migran. Oleh karena itu Pemerintah terus berupaya melakukan berbagai upaya pencegahan. Seperti yang terjadi beberapa waktu yang lalu, sebanyak 87 Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) yang rencananya akan diberangkatkan ke Timur Tengah (Timteng) digagalkan oleh Tim dari Dinas Nakertrans Provinsi Jawa Timur dan Petugas gabungan dari Imigrasi Bandara Juanda, Dansatgaspam Bandara Juanda, pada Sabtu (28/1/2023). Calon pekerja migran tersebut hampir menjadi korban TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) atau bisa disebut juga dengan Trafficking. Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Ramdhani membenarkan hal itu dan mengatakan pihaknya akan mengawal proses hukumnya agar para pelaku dihukum seberat-beratnya. Tidak ada toleransi bagi pelaku TPPO, dikutip Republika.com, Ahad (29/1/2023). 

Pada hari yang sama BP2MI Provinsi Jawa Timur juga melakukan penggerebekan tempat penampungan CPMI ilegal yang mengaku sebagai LPK di Tulungagung. Dalam penggerebekan tersebut ditemukan ibu-ibu yang diduga akan diberangkatkan ke Malaysia. Dalam kesempatan tersebut, Kepala Disnakertrans Jatim Himawan Estu Bagijo menjelaskan, sebanyak 87 CPMI yang mayoritasnya perempuan itu akan dibawa ke Shelter Pelayanan Perlindungan Tenaga Kerja  (UPTP2TK) milik Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Timur, Bendul Merisi, Kota Surabaya. "Pemberangkatan CPMI tersebut ilegal karena tidak dilengkapi dokumen-dokumen yang sah dan nantinya akan diproses ke Polda Jawa Timur. Setelah proses di sini, akan kita serahkan ke Polda. Menyerahkan barang bukti paspor, tiket, dan lain-lain, tutur Himawan."

Maraknya kasus yang menimpa para pekerja migran semakin mengkhawatirkan. Berbagai perlakuan tidak menyenangkan kerap kali dialami mereka, dari kekerasan verbal, fisik, hingga kekerasan seksual. Namun, korbannya terkadang enggan melapor hingga akhirnya sampai meregang nyawa. Ketiadaan lembaga atau serikat kerja yang bisa menjadi tempat mereka mengadu dan berkeluh kesah menjadi salah satu alasan mereka tutup mulut. Padahal, ancaman bahaya yang mengintai para pejuang devisa ini bukan hanya di tempat kerja saja. Kendala lain seperti banyaknya lembaga yang menawarkan pekerjaan di luar negeri dengan birokrasi yang lebih mudah tetapi kenyatannya hanya kedok saja, sehingga akhirnya para calon pekerja migran ini menjadi korban Traficking. Tak sedikit juga para pekerja migran yang berhasil berangkat ke luar negeri dengan dokumen-dokumen yang ilegal, dan pada akhirnya mereka juga diperlakukan sewenang-wenang oleh majikannya karena tidak mempunyai kekuatan hukuman yang bisa melindungi mereka. 

Dengan mengamati beberapa fakta di atas, kita dengan mudah bisa menyimpulkan bahwa kasus yang menimpa para pekerja migran ini adalah imbas dari lalainya pengawasan instansi terkait. Bermunculannya lembaga-lembaga fiktif berkedok LPK (Lembaga Pelatihan Kerja) luput dari perhatian pemerintah. Mereka turun tangan ketika korban sudah berjatuhan. Traficking bukan kasus yang sepele, tapi sudah pada tingkat yang meresahkan. Kemiskinan yang membelenggu menjadi sebab para calon pekerja migran ini lengah akan bahaya di depan mata. Tujuan mereka seragam yaitu ingin meraih kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Miris, ketika fakta tersebut gagal dicerna oleh pemimpin kita. Dengan bangga pemerintah menyematkan gelar Pahlawan Devisa tapi abai terhadap kesejahteraan tiap individunya. Inilah bukti jika sistem kapitalisme masih diterapkan. Para pekerja migran dijadikan "tumbal" ekonomi negara dengan keuntungan yang mengalir setiap tahunnya.

Lantas bagaimana memotong rantai kasus tersebut agar tidak terulang kembali?. Salah satunya yaitu dengan segera mencampakkan sistem buatan manusia itu lalu ganti dengan sistem Islam yang aturannya telah terbukti mampu menyelesaikan setiap persoalan dari akar hingga cabangnya. Kepemimpinan dalam Islam dipandang sebagai amanah. Seorang pemimpin bangsa hakekatnya ia mengemban amanah Allah sekaligus amanah masyarakat. Amanah itu mengandung konsekwensi mengelola dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan harapan dan kebutuhan pemiliknya. Negara wajib menjamin kesejahteraan individu per individu. Sosok pemimpin dalam Islam juga harus cerdas. Kecerdasan, kemampuan menguasai persoalan dan mengatasi masalah mutlak harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Rasulullah saw. dalam memberikan arahan, menentukan kebijakan, dan mengambil keputusan selalu mendasarkan pandangan beliau pada ilmu.

Seorang pemimpin harus cerdas dan berilmu. Dari pemimpin yang cerdas dan berilmu akan lahir kebijakan-kebijakan yang tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan rakyat. Bukan kebijakan yang merugikan dan menyengsarakan rakyat banyak. Karena setiap kebijakan yang diambil kelak harus dipertanggungjawabkan. Seperti sabda Rasulullah saw, dari Ibnu Umar RA, dia berkata, "Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, 'Kalian semua adalah pemimpin dan akan di mintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.'" (HR Bukhari dan Muslim). 

Islam juga mengajarkan umatnya untuk hidup sederhana, membedakan antara kebutuhan dan keinginan, jadi tidak akan timbul kesenjangan sosial yang berujung seseorang menghalalkan segala cara untuk memenuhi keinginannya. Hidup sederhana merupakan akhlak terpuji yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Hidup sederhana artinya menerima apa adanya yang telah diberikan Allah Swt. dan menjauhkan diri dari sikap tidak puas serta menjauhkan sikap suka berlebihan.  Allah berfirman dalam salah satu Suratnya: 

وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَىٰ عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ ٱلْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَّحْسُورًا

Artinya: "Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal." (QS. Al Isra: 29)

Wallahu'alam Bishowab

Oleh: Rita Yusnita
Aktivis dakwah

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments