Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sumber Daya Pertambangan Nikel dan Pemanfaatannya di Pulau OBI

TintaSiyasi.com -- Indonesia memiliki cadangan nikel melimpah. Menurut data BKPM, Indonesia memiliki 30% cadangan nikel dunia, yaitu sebesar 21 juta ton. Nikel dapat ditemukan di berbagai wilayah, seperti Halmahera Timur di Maluku Utara, Morowali di Sulawesi Tengah, Pulau Obi di Maluku Utara, dan Pulau Gag di Kepulauan Raja Ampat. 

Indonesia menyiapkan industri baterai nasional melalui Indonesia Battery Corporation (IBC) yang merupakan konsorsium PT Pertamina, PT PLN, PT Inalum dan PT Aneka Tambang sebagai bagian dari Kementerian BUMN. IBC membuka kesempatan bekerja sama untuk proyek sektor hilir berdasarkan profitabilitas. Kerja sama ini mencakup kemampuan akses pasar dan pendanaan untuk mengembangkan produksi mineral dari cadangan perusahaan.

Sekitar 77% wilayah di daerah ini berpotensi pembawa mineralisasi. Cadangan bijih nikel di Sulawesi mencapai 2,6 miliar ton bijih. Banyak Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diterbitkan hingga September 2020 tercatat IUP nikel di Sulawesi Tenggara mencapai 154 IUP dan 1 pemegang Kontrak Karya (KK), lalu 85 IUP di Sulawesi Tengah, dan 3 IUP di Sulawesi Selatan. Terdapat 3 kawasan industri nikel di Sulawesi, yaitu Kawasan Industri Morowali, Kawasan Industri Konawe, dan Kawasan Industri Bantaeng.

Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk transportasi Jalan mendukung percepatan produksi tersebut. Jumlah mobil listrik ditargetkan mencapai 400.000 unit pada tahun 2025, lalu meningkat menjadi 5,7 juta unit pada tahun 2035.

Pemerintah juga mengeluarkan Proyek Prioritas Nasional berdasarkan Perpres No. 18 tentang RPJMN Tahun 2020-2024. Salah satu proyek prioritas nasional adalah pengembangan Kawasan Industri Strategis Nasional dimana salah satu kawasan ini berada di Pulau Obi, Maluku Utara. Berdasarkan Keppres No. 63 Tahun 2004, Kawasan strategis nasional ditetapkan sebagai obyek vital nasional.

Ekonom Faisal Basri mengungkapkan melalui blognya berjudul ‘Presiden Dibohongi Mentah-mentah’, bahwa mimpi itu jauh panggang dari api. Smelter investor asing yang masuk ke dalam negeri memang berhasil mengolah bijih nikel menjadi feronikel, stainless steel slab, dan lembaran baja. Namun, beberapa produk itu sudah cukup lama telah dihasilkan di dalam negeri, antara lain oleh PT Antam (Persero) di Pomalaa, PT Valle di Sorowako, dan PT Indoferro di Cilegon.

Sampai sekarang tidak ada fasilitas produksi untuk mengolah bijih nikel menjadi hidroksida nikel (kadar nikel (Ni) 35 persen sampai 60 persen) dan nikel murni berkadar 99,9 persen yang menjadi bahan utama menghasilkan baterai. Faisal Basri menyebutkan bahwa investor asing mendapat untung besar atas model investasi nikel yang dibuka pemerintah.

Mereka menikmati fasilitas mulai dari tax holiday, nihil pajak ekspor, tak bayar pajak pertambahan nilai, boleh membawa pekerja kasar sekalipun tanpa pungutan 100 dollar AS per bulan bagi pekerja asing. Ekonom Universitas Tadulako, Ahlis Djirimu juga mengungkapkan aktivitas IMIP sendiri tak menumbuhkan ekonomi eksklusif bagi Provinsi Sulawesi Tenggara. Sedangkan pada daerah yang melimpah area pertambangannya, bukannya kemakmuran tetapi yang terjadi kesuraman yang mereka dapatkan.

Paradigma Islam

Dalam Hadis Abyadh bin Hamal disebutkan secara manthhuq bahwa tambang yang seperti al-mâ‘u al-‘iddu itu tidak boleh diberikan kepada individu, yakni tidak boleh dikuasai atau dimiliki oleh individu. Secara mafhumnya hadis ini menunjukkan, jika tambang itu tidak seperti almâ‘u al-’iddu maka boleh diberikan kepada individu dan boleh dimiliki oleh individu. Rasul saw. pun pernah memberikan tambang al-Qabaliyah kepada Bilal bin Harits al-Muzani dan beliau menuliskan dokumen pemberian itu. 

Jadi status kepemilikan tambang dikaitkan dengan sifat al-mâ‘u al-‘iddu. Sifat ini bisa dipahami menjadi ‘illat ketidakbolehan suatu tambang dimiliki oleh individu. Adapun makna al-mâ‘u al-‘iddu, di al-Qâmûs al-Muhîth maknanya adalah air yang memiliki deposit yang tidak terputus seperti mata air. Makna ini yang dikuatkan oleh alAzhari. Dengan demikian tambang yang depositnya besar, berdasarkan hadis Abyadh bin Hamal itu, tidak boleh diserahkan dan tidak boleh dimiliki oleh individu. 

Penyamaannya dengan al-mâ‘u al-‘iddu, yang itu disetujui dan dibenarkan oleh Rasul saw. dan menjadi sebab penarikan beliau atas pemberiannya kepada Abyadh, juga mengisyaratkan bahwa status kepemilikannya seperti air yang terus mengalir yakni seperti halnya mata air. Artinya, sama seperti mata air yang terus mengalir, status tambang yang depositnya besar itu adalah milik umum, yakni semua rakyat berserikat di dalamnya. 

Konsep Islam dalam masalah pertambangan sangat berbeda dibandingkan dengan sistem kapitalisme yang diterapkan di negara ini, yang kerap didikte oleh kepentingan pemodal. Dalam hukum Islam, sumber hukum sepenuhnya berasal dari Zat Yang Maha Adil, Allah SWT. Namun, hukum-hukum tersebut hanya dapat diterapkan jika suatu negara mengadopsi Islam sebagai dasar negara, sekaligus menjadikannya sebagai satu-satunya sumber hukum. 

Wallahu’alam bishoshowab.[]

Oleh: Sahna Salfini Husyairoh, S.T.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments