Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Arab Saudi Turunkan Biaya Haji, Indonesia Justru Ingin Menaikkan, Ada Apa?

TintaSiyasi.com -- Pemerintah melalui Kementerian Agama telah mengusulkan kenaikan biaya perjalanan ibadah haji (BIPIH) yang harus dibayarkan oleh calon jemaah haji jadi sebesar Rp69 juta.

Jumlah ini adalah 70 persen dari usulan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang mencapai Rp98.893.909,11. Sementara, 30 persen sisanya ditanggung oleh dana nilai manfaat sebesar Rp29,7 juta. Alhasil, biaya haji tahun ini melonjak hampir dua kali lipat daripada tahun lalu yang hanya sebesar Rp39,8 juta. Padahal pada tahun 2018 sampai 2020 lalu biaya haji hanya Rp35 juta. (CnnIndonesia.com. 22/1/2023). 

Bagai pungguk merindukan bulan, mungkin ini kiasan yang tepat bagi umat muslim yang ingin melaksanakan ibadah haji namun tidak mempunyai uang banyak seperti yang diusulkan oleh para penguasa. Walaupun sudah menabung selama bertahun-tahun pun jika biaya terus naik bahkan berkali-kali lipat, mungkin ibadah haji hanya akan jadi angan-angan yang hanya dihafalkan di mulut namun sukar untuk melaksanakannya.

Padahal umat Islam memimpikan untuk bisa berhaji dengan mudah, namun karena biaya haji yang dikabarkan akan makin tinggi, cita-cita mulia itu harus kembali ditunda.

Mengapa penguasa menaikkan biaya haji? padahal di sisi lain Saudi Arabia sendiri dalam upaya untuk memfasilitasi lebih banyak jemaah umrah, telah mengurangi biaya asuransi komprehensif sebesar 63 persen untuk umrah di luar negeri (Arabnews.com.17/1/2023).

Jelas ini menimbulkan kericuhan di tengah masyarakat, Mengapa biaya haji terus naik? Apakah karena zaman yang semakin berkembang membuat biaya haji terus naik? padahal bukankah ketika zaman semakin berkembang maka akan lebih memudahkan umat muslim untuk naik haji?

Ibadah Haji Hanya Berorientasi pada Bisnis dalam Kapitalisme

Lagi dan lagi, asas manfaat dalam sistem kapitalisme kembali menyusahkan rakyat, bagaimana tidak asas manfaat dalam sistem kapitalisme akan melahirkan kebijakan-kebijakan yang bersifat “untung rugi”. Sistem ini telah menjadikan para penguasa yang membuat kebijakan mengkapitalisasi segala sesuatu yang dianggap akan menambah keuntungan tidak terkecuali perihal ibadah yaitu haji. 

Semangat yang ada dalam diri kaum muslim untuk menunaikan ibadah haji ini, baik mereka mempunyai uang banyak, maupun yang uangnya sedikit, namun kegigihan dalam mengumpulkan pundi rupiah walaupun harus menunggu puluhan tahun lamanya agaknya telah membangkitkan jiwa kapitalistik para penguasa. Momentum ini jelas tidak akan dilewatkan oleh para penguasa dalam sistem kapitalisme ini, karena keuntungan yang akan didapatkan tidaklah sedikit, ditambah negeri ini merupakan salah satu negeri dengan mayoritas muslim terbanyak di dunia. Alhasil, ibadah haji dijadikan ladang bisnis, karena memandang bahwa semakin banyak kuota jemaah haji akan semakin banyak keuntungan yang didapat.

Kenaikan biaya ini tentu menimbulkan pertanyaan akan komitmen negara memudahkan ibadah rakyatnya yang mayoritas muslim.  Di tengah kesulitan ekonomi, negara seharusnya memfasilitasi rakyat agar lebih mudah beribadah, bukan malah sebaliknya. Sistem kapitalisme menjadikan penguasanya bukan sebagai pelayan sekaligus sebagai pelindung rakyat namun penguasa hanya menjadi regulator yang menjadikan rakyat sebagai bahan untuk mendapatkan keuntungan. 

Ditambah lagi ketika Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi telah menurunkan paket ibadah haji sebanyak 63 persen, penguasa malah menaikkan dengan alasan untuk mengantisipasi tentang perubahan harga transportasi dan akomodasi. Padahal seharusnya tugas negara adalah untuk menyediakan transportasi yang layak dan mumpuni serta jika pun memerlukan biaya maka akan diambil biaya semurah mungkin.

Sistem kapitalisme tidak akan mampu mengelola hajat hidup masyarakat pada penyelenggaraan haji, hal ini bisa dilihat dari bertumpuknya antrian haji, dan biaya yang semakin tahun semakin tinggi tak terkendali karena orientasi sistem kapitalisme ini hanya pada materi. Dalam sistem kapitalisme tidak terdapat nilai ruhiyah maupun nilai moral dalam menjalankan amanah sebagai pengurus urusan umat. Para penguasa hanya menjalankan tugasnya untuk mendapatkan nilai materi semata.

Berbeda halnya dengan pengaturan ibadah haji di bawah naungan Khilafah.  Negara akan mempermudah rakyat dalam menjalankan ibadah haji dan memberikan fasilitas terbaik untuk para tamu Allah. Dalam sistem pemerintahan Islam, negara bertanggung jawab penuh dalam penyelenggaraan haji. Penguasa dalam sistem Islam bertugas untuk mewujudkan dan memastikan tegaknya hukum Allah kepada seluruh masyarakat. 

Tidak ada kata untung rugi layaknya sistem kapitalisme jika berkaitan dengan pengurusan hajat rakyat. Namun penguasa akan memastikan rakyat akan nyaman dalam melaksanakan ibadah, terutama dalam hal ibadah haji, seperti yang dijelaskan oleh Shaykh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya Ajhizah Ad- Daulah Khilafah, yaitu prinsip dasar khilafah dalam mengatur masalah manajerial adalah sistemnya sederhana, eksekusinya cepat, dan ditangani oleh orang yang profesional. Ongkos Naik Haji (ONH) akan ditentukan bukan dari paradikma bisnis layaknya sistem kapitalis namun besar kecilnya biaya ditentukan berdasarkan jarak wilayah para jemaah dengan Tanah Haram. 

Mengenai akomodasi selama pergi dan kembali dari berhaji maka khilafah akan menyediakan fasilitas terbaik dari darat, laut maupun udara dengan biaya yang berbeda. Tidak ada visa dalam negara khilafah karena negara khilafah adalah satu kesatuan tidak ada yang namanya sekat negara dengan negeri-negeri muslim yang lain.

Terakhir khilafah akan membuka data jemaah haji, untuk menentukan urutan prioritas pemberangkatan ibadah haji dengan memperhatikan 2 hal, yaitu haji dan umrah berlaku sekali seumur hidup dan yang kedua kewajiban ini berlaku bagi mereka yang mampu dan memenuhi syarat. Sudah seharusnya umat Muslim sadar akan ketidakmampuan sistem kapitalisme dalam mengurusi hajat umat, dan mengambil Islam sebagai sistem peraturan hidup. Wallahu’alam Bishshawwab.[]

Oleh: Nada Navisya
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments