Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sistem Sekuler Menghilangkan Fitrah Ibu


TintaSiyasi.com -- Publik dibuat geger oleh ulah seorang ibu muda berinisial NT (25), pemilik rental play station di Kawasan Rawasari Kota Jambi. Ibu ini dilaporkan orang tua korban pelecehan, terdiri 11 anak, 9 laki- laki dan 2 perempuan. Hasil pengembangan kasus korban bertambah menjadi 17 anak (tvOnenews.com, 5/2/2023).

Menurut laporan orang tua korban, pelaku melancarkan aksi bejatnya saat rental sepi. Pelaku menutup rentalnya dan meminta korban melakukan perbuatan tidak terpuji. Anak-anak diminta untuk meraba bagian tubuhnya, melihat film dewasa hingga menyaksikan pelaku yang tengah berhubungan intim dengan suaminya (Kompas.com, 4/2/2023).

 
Hilangnya Fitrah

Kasus pelecehan seksual ini membuka mata publik bahwa, wanita yang selama ini selalu diposisikan sebagai korban kekerasan, ternyata bisa menjadi pelaku. Korbannya anak-anak di bawah umur. Suatu tindakan di luar nalar, yang tidak sepantasnya dilakukan seorang ibu, yang tugas utamanya sebagai pembimbing dan pelindung anak.

Fitrah keibuannya telah hilang. Ada beberapa faktor yang menyebabkannya, bisa internal maupun eksternal. Di antaranya, dari si pelaku sendiri, bisa trauma masa lalu, atau gangguan kejiwaan lainnya. Menurut pengacaranya, psikologis NT sangat terganggu dan mengalami trauma, karena kejadian masa lalu pernah diperkosa. Ditambah dengan pemberitaan miring terhadap dirinya.  

Seksolog, dokter Boyke Dian Nugraha menanggapi pelaku pencabulan 17 anak di Jambi diduga mengidap kelainan seksual pedofilia. Pedofilia merupakan kelainan pada orang dewasa atau berusia remaja dewasa yang memiliki keinginan seksual terhadap anak berusia di bawah umur. Boyke menyebut, trauma atau pengalaman buruk di masa lalu bisa menyebabkan seseorang, baik perempuan atau laki-laki, mengalami gangguan pedofilia. "Waktu kecil, wanita itu mungkin sering dilecehkan, dibanding-bandingkan, KDRT, atau kehidupan orang tuanya tidak harmonis," jelasnya.

 
Sistem Sekuler Akar Masalah

Kasus pelecehan seksual yang dilakukan ibu muda di Jambi seolah mematahkan argumen pegiat gender yang selalu menempatkan perempuan sebagai korban. Ternyata kejahatan seksual bisa dilakukan tidak terbatas kaum laki-laki bahkan lintas usia. Kasus ini menambah daftar panjang kejahatan seksual yang menyeruak di media. Ibarat fenomena gunung es, yang tidak tampak lebih mengerikan.

Sistem sekuler yang diterapkan di negara ini untuk mengatur kehidupan masyarakat pokok masalahnya. Sistem ini meminggirkan peran agama dari kehidupan. Akal yang terbatas dan hawa nafsu manusia dijadikan sebagai panglima, sementara agama disempitkan hanya untuk urusan akidah, ibadah, dan akhlak. Manusia, ketika memenuhi kebutuhan dan nalurinya menggunakan aturan produk akal manusia yang lemah dan terbatas. Bisa ditebak, kehidupan kering dari nilai-nilai keimanan. Hidup hanya untuk mengejar kesenangan jasmani dan materi sesaat. Baik buruk, benar salah, halal haram tidak dijadikan syariat yang harus digenggam setiap saat.

Masyarakat pun abai menegakkan amar makruf nahi munkar. Sikap individualisme, yang penting bukan keluarganya membudaya, membuat masyarakat acuh dengan tindakan maksiyat disekitarnya. Negara yang harusnya menjaga rakyat juga abai, tidak melaksanakan tugasnya sebagai periayah dan pelindung rakyat


Islam Menjaga Fitrah

Islam datang lengkap dan menyeluruh sebagai mabda, pemecah segala problematika manusia. Aturan Islam akan menjaga manusia senantiasa dalam kebaikan dan menjaga fitrahnya ketika manusia memenuhi kebutuhan hidup dan nalurinya.

Untuk mencegah kejahatan seksual, Islam punya solusi yang mumpuni. Islam mewajibkan baik laki-laki maupun perempuan untuk menutup aurat dan menundukkan pandangan (ghadul bashar). Islam melarang khalwat (berdua-duan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram) juga ikhtilat, yakni campur baur laki-laki dan perempuan tanpa alasan syari. Dengan batasan itu, akan tercegah kejahatan seksual beserta dampaknya, trauma masa lalu.

Jika masih ada yang melanggar, Islam punya sanksi yang tegas, dari hukum jilid bagi yang belum menikah hingga rajam bagi yang sudah menikah. Hukuman yang tegas akan memberi efek jera bagi pelaku dan yang menyaksikan. Akibatnya kejahatan seksual tidak berkembang dan menular pada yang lain.

Dan yang paling penting, ada institusi negara yang bertanggung jawab membina keimanan dan menjaga akidah masyarakat. Dengan demikian terbentuk suasana keimanan pada individu-individu yang akan melindungi mereka dari perbuatan maksiyat. 

Negara menerapkan syariat Islam secara kaffah, sehingga terbentuk masyarakat yang unik. Masyarakat yang memiliki pikiran, perasaan, dan aturan yang sama. Masyarakat yang menghukumi segala sesuatu berdasarkan syariat Islam. Rasa cinta dan benci, suka dan tidak suka didasarkan karena perintah dan larangan Allah. Masyarakat seperti ini memiliki kedulian untuk beramar makruf nahi mungkar.

Negara berfungsi sebagai periayah (pelayan) dan pelindung masyarakat. Negara akan melarang situs-situs, tontonan maupun bacaan yang membangkitkan syahwat. Negara juga melarang usaha yang membahayakan dan mengancam akidah dan akhlak masyarakat.

Untuk membangun ketahanan keluarga, negara mewajibkan laki-laki sebagai pencari nafkah, sementara istri sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Pembagian peran inilah yang mengantarkan pada kemuliaan wanita dan tetap dalam fitrah. 

Fitrah manusia akan senantiasa dalam kebaikan dan terjaga ketika negara menerapkan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah Islamiyah, sistem pemerintahan warisan Baginda Rasulullah SAW. Sejarah sudah membuktikannya.

Wallahu a'lam. []


Oleh: Ida Nurchayati
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments