Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

SDA Dikeruk, Lingkungan Rusak


TintaSiyasi.com -- PT. Freeport yang dikenal sebagai perusahaan besar asal negeri Paman Sam yang melakukan pengerukan SDA di tanah Papua mulai tahun 1973 itu nampaknya meninggalkan kerusakan lingkungan disana. 
Telah degradasi alam yang dampaknya sangat besar disana. Berdasarkan berita yang dilansir oleh (voaindonesia.com, 2/2/2023) tepatnya di Mimika, kawasan sungainya telah rusak dengan tingkat yang sangat parah dengan adanya temuan yang merupakan limbah tailing dari proses pengolahan hasil tambang PT Freeport Indonesia. 

Akibat dari limbah yang sudah puluhan tahun itu dampaknya adalah terjadinya pendangkalan sungai hingga air laut, masyarakat mengalami krisis air bersih, sulitnya akses transportasi karena jalur transportasi air yang biasanya diandalkan sudah sangat sulit dilalui akibat penumpukan limbah yang sudah mencapai ratusan ton itu. Belum lagi masalah kesehatan seperti penyakit menular kulit, bahkan puluhan desa dikepung oleh limbah tersebut.

Hal ini sudah diadukan kepada DPRD setempat untuk menjadi mediator atas permasalahan yang mengorbankan rakyat Papua ini. Kita tentu paham betul akan tumpukan kekayaan di wilayah Timur Papua ini namun kita tidak juga menutup mata bahwa setiap perusahaan tambang terlebih itu asing yang datang untuk mengeruk SDA kita seringkali meninggalkan masalah lingkungan. 

Benar. Keuntungan yang dituju namun kerusakan lingkungan juga diwariskan bukan hanya kepada generasi saat ini, generasi masa depan juga akan mendapatkan buruknya. Sungguh ironi! Mujur tak dapat diraih malang tak dapat ditolak.


Dampak Buruk Pengelolaan SDA ala Kapitalisme

Bukan hanya Freeport banyak perusahaan-perusahaan raksasa yang ada di Bumi Pertiwi ini yang melakukan pengerukan besar-besaran sedangkan alam yang menerima dampak buruk keserakahan mereka. Atas nama eksplorasi keseimbangan alam justru terganggu. 
 
Di Bumi Anoa sendiri (Sulawesi Tenggara) yang menjadi “surga” bagi perusahaan asing seperti di Morosi Kabupaten Konawe justru meninggalkan kerusakan lingkungan sekitar, seperti daerahnya rawan banjir, krisis air bersih, hasil tambak ikan mengalami penurunan drastis beberapa tahun terakhir dan laut juga tercemar.
 
Dalam kapitalisme, pengerukan SDA adalah bagaimana cara para kapitalis memperoleh keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan lingkungan. Sebab orientasinya adalah keuntungan semata. AMDAL pun hanya sebatas formalitas, justru yang tertuang dalam konsep seringkali tidak dijalankan. 
 
Keserakahan kapitalis telah sukses melalaikan penjagaan lingkungan yang penting untuk umat manusia, dan bahkan membahayakan kehidupan. Kerusakan lingkungan akibat tangan-tangan kapitalis menjadikan manusia terganggu pula kehidupannya. Bagaimana para nelayan ataupun petambak ikan yang menggantungkan mata pencahariannya kepada kondisi perairan justru terpaksa gigit jari akibat air tercemar. Belum lagi kerusakan udara hasil dari gas buangan ini jelas sangat berbahaya untuk Kesehatan sistem pernapasan jangka panjangnya. 
 
Singkatnya, pengelolaan sumber daya alam berbasis kapitalisme tidak pernah menguntungkan rakyat kecil. Hanya dinikmati oleh para kapitalis (re: pemilik modal dan korporasi) jika ada pihak lain maka penguasa yang turut menikmatinya. Rakyat hanya mendapat secuil dari segunung keuntungan yang kapitalis dapatkan.


Alternatif Pengelolaan SDA yang Terbaik
 
Jika kapitalis mengeruk SDA tanpa memperhatikan keberlangsungan hidup manusia jangka panjangnya. Maka Islam berbeda, Islam cukup aware kepada kondisi alam yang memang menjadi komponen yang tidak terpisahkan dalam menjaga keberlangsungan hidup kita.
 
Dari aspek kepemilikan saja, Islam memandang bahwa barang tambang seperti emas, timah, tembaga, nikel adalah barang yang memiliki jumlah yang besar terkategori milik umum maka haram dikuasai oleh swasta ataupun perusahaan asing.
 
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, Al-Mughni, sebagaimana dikutip Al-Assal & Karim (1999: 72-73), mengatakan, “Barang-barang tambang yang oleh manusia didambakan dan dimanfaatkan tanpa biaya seperti garam, air, belerang, gas, mumia (semacam obat), minyak bumi, intan dan lain-lain, tidak boleh dipertahankan (hak kepemilikan individualnya) selain oleh seluruh kaum Muslim sebab hal itu akan merugikan mereka.”

Terkait kepemilikan umum, Imam at-Tirmidzi juga meriwayatkan hadis dari penuturan Abyadh bin Hammal. Dalam hadis tersebut diceritakan bahwa Abyad pernah meminta kepada Rasul saw. untuk dapat mengelola  sebuah tambang garam. Rasul saw. lalu meluluskan permintaan itu. Namun, beliau segera diingatkan oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh Anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (mâu al-iddu).” Rasul saw. kemudian bersabda, “Ambil kembali tambang tersebut dari dia.” (HR at-Tirmidzi).

Barang tambang ataupun SDA yang memberikan manfaat yang besar harus dikelola dengan benar oleh negara yang mengambil Islam sebagai sistem peraturan kehidupannya. Kehidupan kita apabila diatur oleh Islam maka bukan hanya kesejahteraan yang diraih keberkahan juga diraih untuk manusia dan juga alam tentunya. “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi..” (TQS. Al-A’raf[7]: 96).

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Nurhayati, S.S.T.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments