Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Penculikan Anak Marak, Negara Gagal Memberikan Jaminan Perlindungan?

TintaSiyasi.com -- Belakangan ini, isu kasus penculikan anak semakin masif di sejumlah daerah. Pertama, peristiwa di Yogyakarta, ada dua kasus penculikan anak yang gagal. Kedua, peristiwa di TKP Wisma Asri Kota Bekasi yang tersebar viral di media sosial tentang penculikan anak dengan motif menjual organ tubuh, walaupun telah terkonfirmasi bahwa peristiwa tersebut ternyata hoax dan videonya terjadi pada 2020. Ketiga, peristiwa di bawah yuridiksi Polda Kepulauan Riau atas penculikan dua anak dengan motif pelaku ingin mengambil ginjal korban dan menjualnya. Keempat, peristiwa di Makassar, di mana pelaku yang masih anak-anak menculik dan membunuh korban anak untuk diambil organnya. (tirto.id, 04/02/2023)

Faktor Penyebab Maraknya Kasus Penculikan Anak

Ada berbagai faktor penyebab mengapa kasus penculikan anak marak terjadi. Namun dapat dilihat setidaknya ada 3 faktor penyebab utama:
Faktor pertama tentu saja dari segi ekonomi. Diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme yang lebih berpihak kepada pemodal membuat kemiskinan terjadi secara massif dan sistemik. Contohnya kebijakan yang terkait dengan perekonomian rakyat seperti UU Omnibus-Law atau UU Cipta Kerja misalnya, yang melegalkan perusahaan untuk memberi upah murah kepada karyawannya bahkan mem-PHK karyawan, kemudian UU Minerba yang membuat pihak pemodal makin leluasa menguasai kekayaan alam yang sejatinya milik rakyat, dua kebijakan ini saja sudah merugikan rakyat kecil yang kemudian menambah angka kemiskinan. Akhirnya suburlah tindak kriminal, termasuk penculikan anak. Terbukti dari kasus penculikan anak di Makassar dimana pelaku penculikan tergiur imbalan Rp 1,2 miliar dari tawaran jual beli ginjal di internet. Ditambah dengan semakin sempitnya lapangan pekerjaan membuat masyarakat semakin sulit dalam memenuhi kebutuhan ekonominya, hingga akhirnya memilih melakukan jalan pintas, salah satunya penculikan.

Faktor kedua adalah media massa. Media massa di dalam sistem sekulerisme (faham memisahkan agama dari kehidupan) cenderung memproduksi tayangan dan tontonan yang lepas dari aturan agama. Tayangan berbau tidak senonoh dan pornografi bebas berkeliaran. Walhasil, terjadi banyak kasus penculikan dimana motif pelaku ingin memuaskan hasrat seksualnya kepada korban. Salah satunya pada awal Januari lalu seorang pemulung bernama Iwan Sumarno menculik korban berinisial M di Kawasan Gunung Sahari. Diketahui, motif Iwan menculik M karena memiliki hasrat seksual terhadap anak-anak.

Faktor ketiga adalah lemahnya jaminan keamanan di negara ini. Bagaimana tidak? Negara sudah menerbitkan berbagai undang-undang, namun tidak memberikan efek jera pada para pelaku. Seperti UU No. 23 Tahun 2002 pasal 83 tentang Perlindungan Anak menegaskan pelaku penculikan anak diancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling sedikit 3 tahun, serta ancaman pidana berupa denda paling banyak Rp300 juta dan paling sedikit Rp60 juta. Bagaimana bisa sanksi seperti ini memberi efek jera bagi para pelaku? Belum bicara realitas hukum di negeri ini yang mudah diperjualbelikan.

Jika pelaku memiliki banyak uang, hukuman bisa diringankan, bahkan pelaku bisa bebas. Walhasil, tindakan kuratif untuk menyelesaikan persoalan penculikan tidak berjalan efektif. Begitu pula tidak adanya tindakan preventif, masyarakat begitu mudah mengakses media sosial yang mengajarkan kejahatan dan pornografi, memicu maraknya penculikan dan pelecehan seksual.

Keamanan, Kebutuhan Dasar Warga yng Wajib Dipenuhi Oleh Negara

Keamanan adalah kebutuhan komunal yang wajib diwujudkan oleh negara, terlebih untuk anak-anak yang merupakan golongan yang rentan. Namun dalam negara yang menganut ideologi kapitalisme-sekulerisme, keamanan warga negara tidak menjadi prioritas negara.
Sungguh berbeda dengan negara yang menerapkan Islam secara kaffah yaitu Khilafah. Negara sebagai junnah (perisai) dan raain (pengurus) rakyat menjadikan keamanan sebagai kebutuhan dasar yang wajib dijamin oleh negara. Keamanan bukan obyek yang dikapitalisasi yang mengakibatkan tidak semua rakyat mendapat jaminan keamanan dan perlindungan. Negara harus berada di garis terdepan untuk melindungi rakyatnya, terlebih pada generasi muda sebab mereka adalah mutiara umat yang akan meneruskan tongkat estafet kepemimpinan.

Negara akan melindungi mereka dari segala macam marabahaya. Mereka akan dididik dengan pemahaman akidah Islam, baik di sekolah maupun rumah. Mereka pun akan dijauhkan dari pemahaman kufur, seperti budaya liberal.
Negara juga akan memberikan sanksi yang menjerakan, termasuk pada pelaku penculikan. Hukuman bagi pelaku penculikan adalah takzir, yaitu hukuman yang ditetapkan oleh Khalifah. Hukuman bagi pembunuhan atau perusakan tubuh adalah qishash, yaitu hukuman balasan yang seimbang bagi pelakunya. Selain melindungi, negara akan menciptakan lapangan pekerjaan bagi laki-laki dan menjamin seluruh kebutuhan pokok rakyatnya. Sandang, pangan, dan papan, serta kesehatan, keamanan, dan pendidikan semua akan dijamin oleh negara.


Oleh: Cita Rida
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments