Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Darurat Penculikan Anak, Butuh Solusi Tuntas


TintaSiyasi.com -- Belakangan ini, kasus penculikan anak makin masif di berbagai daerah, bahkan sampai dinyatakan darurat. Sejumlah pemerintah daerah seperti di Semarang, Blora hingga Mojokerto sampai mengeluarkan surat pencegahan penculikan anak beberapa waktu terakhir. Namun, alih-alih menangani, polisi di sejumlah daerah justru menyatakan kasus penculikan anak itu hanya hoaks belaka. 

Meskipun polisi menyatakan hoaks, namun penculikan itu nyata adanya. Terlebih lagi, banyak video penculikan yang viral dan telah terkonfirmasi kebenarannya. Misalnya, rekaman CCTV penculikan bocah bernama Malika di Jakarta, juga penculikan balita di Cilegon. Yang terbaru, penculikan anak juga terjadi di Jogjakarta dan Kepulauan Riau.

Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasa Putra menyatakan, meski polisi menyatakan hal tersebut hoaks, alangkah baiknya masyarakat tetap waspada. Para orang tua pun dianjurkan untuk memfilter informasi yang diterima, di samping tetap memastikan lingkungan yang aman bagi anak. Aparat keamanan juga hendaknya meningkatkan pengawasan di tempat-tempat yang rentan penculikan anak, seperti bangunan kosong, lingkungan perhutanan warga, serta tempat lain yang dipetakan. 

Berdasarkan data KPAI pada tahun 2021, tercatat penculikan anak yang dilaporkan ada 15 kasus, sedangkan tahun 2022 ada 20 kasus. Sebagaimana fenomena gunung es, diduga angka kasus penculikan anak yang tidak dilaporkan jumlahnya jauh lebih besar.

Jika ditelaah, ada banyak faktor yang menjadi penyebab maraknya penculikan anak, di antaranya:

Pertama, faktor ekonomi. Kebutuhan sehari-hari yang tidak mencukupi akibat harga-harga kebutuhan pokok yang makin melambung, menjadikan seseorang tega berbuat di luar nalar untuk bisa bertahan hidup. Kondisi ini diperparah dengan tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi masyarakat. 

Contohnya saja penculikan Malika di Jakarta. Oleh si penculik, Malika diajak berpindah dari tempat yang satu ke tempat lainnya untuk menjadi pemulung. Di Cilegon, pelaku menculik balita untuk dijadikan pengemis.

Kedua, akibat pengaruh media massa. Selain faktor ekonomi, media massa bisa menjadi sarana pendukung pemicu terjadinya kasus penculikan. Bak jamur di musim hujan, masifnya video penculikan yang terjadi setiap hari, serta tidak dibarengi peran aparat untuk memberi hukuman yang membuat jera, memicu sebagian orang untuk berbuat nekat, termasuk melakukan penculikan. 

Ketiga, rendahnya jaminan keamanan. Keamanan merupakan salah satu hajat hidup masyarakat yang seharusnya dijamin oleh negara. Namun, negara tampak abai dalam mengayomi rakyatnya. Padahal, faktor utama dalam menciptakan kesejahteraan dan keamanan rakyat adalah hadirnya negara. 

Dalam kapitalisme yang mengagungkan materi atas segalanya, keamanan hanya bisa dirasakan oleh mereka yang punya uang banyak. Sedangkan rakyat kecil, harus berjuang keras untuk menjaga keamanan diri dan hartanya sendiri. Tidak heran, berbagai kejahatan termasuk penculikan semakin merajalela di negeri ini. Tak dimungkiri, sistem sekuler kapitalisme telah menciptakan derita yang berkepanjangan bagi rakyat. 

Untuk memberantas berbagai kejahatan, termasuk penculikan anak, butuh penerapan syariat Islam secara keseluruhan dalam negara. Sebab negara sebagai junnah (perisai) dan raain (pengurus) rakyat. Menurut Islam, negara harus berada di garis terdepan untuk melindungi rakyatnya, termasuk para generasi. Sebab generasi adalah aset bangsa yang akan meneruskan tonggak estafet peradaban. Karena itulah, negara akan berupaya melindungi mereka dari berbagai mara bahaya. 

Generasi muda Muslim akan dididik dengan pemahaman akidah Islam, baik di sekolah maupun di rumah. Mereka akan dijauhkan dari pemahaman kufur, seperti ide liberalisme, sehingga para generasi akan berhati-hati dalam bertindak, serta tidak mudah terjerumus dalam perbuatan kriminal. Mereka memahami setiap perbuatan akan diminta tanggung jawab oleh Allah SWT di akhirat kelak.

Dan hanya negara khilafah yang mampu mewujudkan rasa aman dalam kurun waktu yang sangat panjang. Selama 1300 tahun berlangsungnya sistem khilafah, tercatat hanya terjadi 200 kasus kriminal. Hal ini menunjukkan keberhasilan sistem khilafah yang mampu mencegah serta memberantas kejahatan hingga ke akar-akarnya.

Dalam Islam, negara memiliki seperangkat hukum untuk memberantas dan mencegah kejahatan. Sistem sanksi Islam berfungsi sebagai jawazir dan jawabir (pencegah dan penebus). Sanksi berat yang diterapkan akan memberi efek jera bagi pelakunya. Pelaksanaan hukuman harus dilakukan di hadapan orang banyak, sehingga masyarakat akan berpikir beribu-ribu kali jika ingin melakukan tindakan kriminal. 

Selain itu negara khilafah juga menjamin terwujudnya kesejahteraan bagi setiap individu rakyat. Negara akan membuka lapangan pekerjaan sesuai bidang kemampuan warganya. Pada intinya, negara pihak yang bertanggung jawab secara langsung agar setiap kepala keluarga bisa menafkahi keluarganya. Bagi kepala keluarga yang tidak mampu bekerja karena usia tua atau sakit, maka negara akan memberikan bantuan langsung berupa sandang, pangan, dan papan.

Negara juga menjamin terpenuhinya biaya pendidikan, kesehatan, dan keamanan, sehingga tidak ada celah bagi individu untuk melakukan tindak kejahatan karena motif ekonomi atau kesulitan hidup. Khilafah juga akan mengontrol langsung media dan memastikan tidak ada tayangan yang memicu kejahatan. Sebab, media massa dalam negara khilafah berfungsi untuk memberi informasi dan mencerdaskan masyarakat.

Dengan mekanisme seperti ini, setiap kejahatan akan mudah diatasi oleh khilafah, karena negara hadir di tengah-tengah masyarakat untuk memberikan apa yang dibutuhkan. Jelaslah sudah, hanya sistem Islam dalam naungan khilafah sebagai satu-satunya solusi tuntas untuk menyelesaikan semua permasalahan yang di hadapi umat. Untuk itu, mari bersama kita perjuangkan sistem Islam ini, agar segera tegak kembali. Wallahu a'lam. []


Oleh: Katwati (Ummu Afif)
Pemerhati Sosial - Malang
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments