TintaSiyasi.com -- Belum usai kasus penculikan dan penjualan organ anak yang tak kunjung ada penyelesaian dan kini mereda. Namun kembali mecuat lebih marak kasus perdaganagan manusia. Baik perdagangan manusia di dalam negeri maupun yang lebih parah di luar negeri.
Jika dibawa pada benda jelas memang terkadang ada benda-benda tertentu yang sangat menggiurkan ketika diperjualbelikan, melihat dari mudah mendapatkan dan banyak serta bebas dalam pemanfaatannya.
Hanya saja, ini tidak bisa disamakan dengan sesosok manusia yang memiliki kehidupan yang tidak dengan mudahnya dimnfaatkan layaknya barang. Memiliki naluri serta potensi yang harus disalurkan sesuai kodratnya.
Perdagangan Orang Dalam dan Luar Negeri
Mencuatnya kasus perdagangan orang menjadi hal yang baru-baru ini menjadi perbincangan banyak orang. Melihat dengan kasus yang berbeda-beda dan pemnfaatannyapun berbeda. Sebut saja dua laki-laki dewasa warga negara Pakistan, H (38) dan R (24) yang ditangkap aparat Imigrasi Nunukan karena masuk wilayah negara Indonesia tanpa izin diduga terlibat jaringan perdagangan manusia lintas negara,
Sebab bersama keduanya juga ikut seorang anak-anak berjenis kelamin perempuan yang baru berusia 16 tahun, berinisial A. “Ini kasus pertama ditangani Imigrasi Nunukan yang ada unsur dugaan perdagangan manusia,” kata Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Nunukan Ryan Aditya pada (Niaga.Asia Senin 13/02/2023).
Hal sedikit berbeda dalam pemanfaatannya, kasus ketika Tim Elang Satreskrim Polres Empat Lawang menangkap dua orang wanita DSL (21) dan TSA (17) ditangkap setelah melakukan aksi penjualan anak di bawah umur, kepada seorang pria hidung belang M alias Madon (29), warga Lubuk Tanjung Kecamatan Muara Pinang Kabupaten Empat Lawang (newsokezone.com Rabu 15/2/2023).
Salah penanganan, Kemiskinan salah satu sebab
Bali Process, atau lengkapnya Bali Process on People Smuggling, Trafficking in Persons and Related Transnational Crime, merupakan forum kerja sama yang membahas isu perdagangan orang, penyelundupan manusia dan kejahatan terkait lainnya di kawasan. Organisasi ini beranggotakan 49 negara dan organisasi internasional, serta 18 negara observer dan 9 organisasi internasional.
Meskipun demikian forum ini tidak nampak adanya penyelesaian perkara perdagangan manusia. Lihat saja solusi yang ditwarkan dengan bekerja sama pihak asing dalam investasi untuk membuka perusahaan dalam negeri.
Pasal 1 angka 1 UU 21/2007 mendefinisikan perdagangan orang atau perdagangan manusia adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antarnegara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Dalam pasal tersebut sudah sangat gambling menjelaskan makna seberanya, yang bisa disimpulkan adanya paksaan. Jadi titik pembahasan adalah adanya perdagangan manusia akibat pemaksaan yang dtimbulkan.
Kemiskinan adalah salah satu penyebab perdagangan orang. Kondisi ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tak bertanggungjawab. Banyaknya rakyat yang tergiur bekerja dengan bayaran yang juga menggiurkan adalah pemicu untuk mereka melakukan apaun demi mendapatkan sesuap nasi. Meski mereka harus jauh dari keluarga diperlakukan semena-mena bukan layaknya manusia.
Penangan yang tepat mencontoh masa kejayaan
Konsep Islam itu telah dibuktikan keampuhannya pada masa keemasan Islam (abad ke-7 sampai abad ke-17). “Ketika umat Islam melaksanakan Islam secara kaffah dan ittiba’ atau mengikuti ajaran Rasullah (Fathul Makkah sampai dengan sebelum Revolusi Industri), umat Islam menguasai Iptek, maju, hidup sejahtera, dan menguasai 2/3 wilayah dunia.
Ketika itu perekonomian; pendidikan; interaksi sosial, politik, dan budaya berjalan atas dasar persaudaraan karena Allah, Tuhan Pencipta alam semesta. Agama, keyakinan, jiwa, harta, dan hak-hak sipil warga non-muslim dilindungi oleh negara Islam.
“Kehidupan sosial berlangsung secara harmonis, anak-anak yatim terpelihara, yang kaya membantu dan memberdayakan (empowering) yang miskin, yang miskin tidak iri terhadap yang kaya dan bekerjasama dengan yang kaya dengan mengeluarkan kemampuan terbaiknya.
Ekonomi dan perdagangan diatur dalam koridor efisiensi dan keadilan, tidak ada kecurangan serta penipuan karena masyarakatnya memahami dan mentaati hukum Allah dan Rasul Nya secara istiqamah.
Masyarakatnya mencintai dan gemar menuntut Iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi), dan pemerintahnya mendorong serta memfasilitasi aktivitas penelitian, pengembangan, penguasaan, dan penerapan Iptek dalam segenap aspek kehidupan.
Para pemimpinnya (kepala negara, menteri, gubernur, bupati, dan lainnya) hidup sederhana dan sangat mencintai rakyatnya. Hasilnya, pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Azis, Harun Al-Rasyid, Muhammad Al-Fatih, dan lainnya, tidak ada satu pun penduduk Khilafah (Negara) Islam yang miskin. Bahkan, zakat, infak, sedekah, dan Iptek pun diekspor ke seluruh penjuru dunia.
Islam memiliki berbagai mekanisme untuk memberantas tuntas persoalan ini. Jaminan kesejahteraan dan keamanan yang diberikan oleh negara akan mampu mencegah perdagangan orang. Landasan keimanan akan menjadi pilar yanga melindungi manusia dari kejahatan ini.
Wallahua’lam bi shawab.
Oleh : Sri Ummu Ahza
Pemerhati Masyarakat dan Pegiat Literasi
0 Comments