Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Nestapanya Hidup di Negeri Gemah Ripah Loh Jinawi


TintaSiyasi.com -- Adalah Indonesia, negara agraris sekaligus negara maritim dengan letak geografis yang strategis dengan luas sekitar 1.919.440 km, memiliki potensi hidrografi dan deposit sumber daya alam yang melimpah, yaitu dari segi sektor pertanian, pertambangan, eksplorasi, perikanan, perkebunan,  dan pertambangan yang ada di wilayah-wilayahnya. Serta kekayaan ragam jenis flora dan faunanya yang hidup di seantero Indonesia.

Namun lihatlah saudara, berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik yang berjudul "Profil Kemiskinan di Indonesia", per September 2022 , jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 26,36 juta orang, bertambah sekitar 200 ribu orang dibanding Maret 2022 . 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Jatim menjadi provinsi dengan jumlah penduduk miskin tertinggi nasional. Disusul Jawa Barat sebanyak 4,05 juta, Jawa Tengah 3,85 juta, Sumatera Utara 1,26 juta, Nusa Tenggara Timur 1,14 juta, Sumatera Selatan 1,05 juta, Lampung 995 ribu, Papua 936 ribu, Banten 829 ribu dan Aceh 818 ribu (Sindonews.com, 26/1/2023).

Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur mencatat jumlah penduduk miskin di Jatim pada periode September 2022 mencapai 4,236 juta orang atau meningkat 55,22 ribu orang dibanding periode Maret 2022 silam.

Sunaryo, Fungsional Statisti Ahli Madya BPS Jatim mengatakan, kenaikan persentase penduduk miskin pada periode September 2022 dipicu oleh kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak.

Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode Maret–September 2022, jumlah penduduk miskin perkotaan naik sebesar 31,04 ribu orang dan di perdesaan naik sebesar 24,18 ribu orang,” kata Sunaryo. 

Sementara itu, untuk garis kemiskinan pada September 2022 adalah sebesar Rp487.908, per kapita per bulan. Kalau dibadingkan Maret 2022, garis kemiskinan naik sebesar 5,86 persen. Namun jika dibandingkan September 2021 lalu naik sebesar 9,61 persen.

Untuk diketahui, garis kemiskinan merupakan nilai pengeluaran minimum kebutuhan makanan dan nonmakanan yang harus dipenuhi supaya tidak dikategorikan miskin (suarasuarabaya.net, 17/1/2023).

Menurut BPS penduduk miskin adalah mereka yang memiliki rata-rata pengeluaran di bawah garis kemiskinan. Pada September 2022 garis kemiskinan dipatok sebesar Rp535.547 per kapita per bulan.


Akar Masalah Kemiskinan

Bak tikus mati di lumbung padi, sebuah kenyataan pahit yang harus diterima penduduk negeri ini yaitu masih banyak dari mereka yang masih berada di bawah garis kemiskinan padahal hidup di dalam negeri yang memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah. Hidup dalam negeri gemah ripah loh jinawi, namun ironisnya penduduknya sendiri tidak dapat merasakan dan menikmati kekayaan yang dimiliki. 

Inilah yang terjadi dalam kehidupan dengan sistem sekuler kapitalis liberalis. Sebuah sistem yang membuat kekayaan negara yang seharusnya dinikmati oleh rakyat namun kenyataannya dinikmati oleh segelintir orang. Banyak terjadi privatisasi sektor publik seperti jalan tol, air, pertambangan, gas, minyak bumi dan mineral yang mengakibatkan rakyat terhalang untuk menikmati hak mereka atas sumber-sumber kekayaan yang sejatinya adalah milik mereka. Negara lebih banyak berlepas tangan daripada menjamin kebutuhan rakyatnya, rakyat seolah dibiarkan untuk hidup mandiri.


Solusi Islam dalam Mengentaskan Kemiskinan

Standar di dalam Islam, jika seseorang itu tidak bisa memenuhi kebutuhan pokoknya, berupa kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan maka ia terkategori miskin.

 Jika seseorang memiliki kelebihan harta diatas 50 dirham maka ia terkategori sejahtera atau kaya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

«ما مِنْ أحد يَسْأَلُ مَسْأَلَةً وَهو عنها غَنِيٌ إِلاَّ جَاءَتْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كُدُوحًا أَوْ خُدُوْشًا أَوْ خُمُوشًا فِي وَجْهِهِ » قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ: وَمَاذَا يُغْنِيهِ، أَوْ مَاذَا أَغْنَاهُ؟ قَالَ: «خَمْسُونَ دِرْهَمًا…»

Tidaklah seseorang meminta-minta, sementara ia kaya, kecuali pada Hari Kiamat nanti ia akan memiliki cacat di wajahnya.” Ditanyakan kepada beliau, “Ya Rasulullah, apa yang menjadikan ia termasuk orang kaya?” Beliau menjawab, “Harta sebesar 50 dirham…” (HR an-Nasa’I dan Ahmad).

Mengomentari hadis di atas. Syekh Abdul Qadim Zallum menyatakan, “Siapa saja yang memiliki harta sebesar 50 dirham—atau setara dengan 148,75 gram perak, atau senilai dengan emas seharga itu—yang merupakan kelebihan (sisa) dari pemenuhan kebutuhan makan, pakaian, tempat tinggal; juga pemenuhan nafkah istri dan anak-anaknya serta pembantunya—maka ia dipandang orang kaya. Ia tidak boleh menerima bagian dari zakat” (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwâl fî ad-Dawalah al-Khilâfah, hlm. 173).

Dalam sistem pengelolaan harta, Islam tak membatasi kekayaan individu tetapi justru mendukung setiap individu untuk bekerja dan berusaha mengembangkan hartanya dengan cara yang harus sesuai dengan hukum syarak.

Untuk pengelolaan sumber daya alam , negara akan menanganinya secara langsung dan hasilnya dikembalikan untuk rakyat. Rakyat yang kaya tidak diperkenankan memonopoli sumber daya alam yang ada, karena semua itu adalah milik umum. Haram hukumnya dikuasai segelintir orang.

Aturan UU yang dibuat pemerintah dengan sistem Islam akan mengacu pada hukum syara’, bukan berdasar keinginan badan usaha atau orang tertentu. Negara bukan sekadar regulator, melainkan berperan sebagai pengatur urusan umat. Maka, negara akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyejahterakan rakyatnya. Negara tidak akan membedakan antara yang kaya dan yang miskin karena semua memiliki hak yang sama. 

Dari hasil pengelolaan sumber daya alam dan pendapatan lainnya, negara akan memberikan pelayanan kesehatan, pendidikan, pengadaan sarana dan prasarana, penyediaan lapangan kerja, hingga jaminan keamanan yang memadai kepada rakayatnya.sehingga rakyat tidak perlu pusing dalam usaha memenuhi kebutuhannya.

Dan sesungguhnya perintah untuk meriayah umat ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW: 

فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Pemimpin atas manusia adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Demikianlah, untuk keluar dari jurang kemiskinan ini, negara harus keluar dari sistem ideologi sekuler kapitalis liberalis yang merusak ini dengan beralih kepada sistem Islam, melalui penerapan syariah Islam. Penerapan syariah Islam secara kâffah dalam seluruh aspek kehidupan adalah wujud ketakwaan yang hakiki kepada Allah SWT sebagaimana firman-Nya dalam QS Al-A’raf ayat 96, 

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ

"Jika penduduk negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami membuka untuk mereka pintu keberkahan dari langit dan bumi ..."

Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya. []


Oleh: Atik Kurniawati
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments