TintaSiyasi.com -- Krisis moral menjadi sebuah ancaman besar bagi generasi muda saat ini. Tak bisa dielakkan setiap harinya kita disuguhi berita-berita mengenai berbagai perangai menyimpang yang dilakukan generasi muda seperti tawuran, narkoba, seks bebas, hingga kasus LGBT! Maraknya kasus di atas khususnya LGBT menjadi sesuatu yang memprihatinkan mengingat Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.
Adanya kampanye normalisasi LGBT di beberapa wilayah membuat resah masyarakat. Hal ini disoroti oleh berbagai kalangan masyarakat termasuk pengamat dan pakar hukum, mereka menilai perlu diwacanakannya UU khusus yang mengatur pelarangan dan penyebaran LGBT. Adapun Kitab Undang-Undang Hukum (KUHP) baru larangan LGBT dianggap masih setengah hati dalam menyolusi permasalahan penyebaran LGBT di Indonesia.
Dalam KUHP baru tersebut aturan yang berkaitan tentang prilaku LGBT hanya tercantum dalam pasal yang berlaku umum. Ancaman pidana itupun baru bisa diterapkan jika ada pihak yang mengadukan, dikarenakan pasal tersebut bersifat delik aduan. Sedangkan ancaman pidana penjaranya paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
Dilansir dari Republika.co.id, "KUHP tidak memberikan ancaman pidana terhadap kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT)," kata Ketua LBH Pelita Umat, Chandra Purna Irawan. Chandra menjelaskan larangan perbuatan cabul, baik sesama jenis maupun berbeda jenis di dalam KUHP baru apabila dilakukan melalui pemaksaan. Padahal tindakan LGBT yang dilakukan dengan persetujuan atau consent yang dipersoalkan.
Selain itu, masih dari lansiran Republika.co.id, Dewan Pimpinan Pusat Advokat Persaudaraan Islam (DPP API) mengkritisi lemahnya Kitab Undang-Undang Hukum (KUHP) baru dalam melarang lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT). DPP API menyarankan ada Undang-Undang (UU) tersendiri guna mencegah LGBT.
LGBT Buah dari Sekularisme - Liberal
Tak bisa dipungkiri, pelarangan LGBT di Indonesia menghadapi banyak tantangan khususnya dari para pegiat Hak Asasi Manusia (HAM), mereka tak kenal lelah untuk terus melanggengkan paham kebebasan di tengah-tengah umat, berbagai upaya mereka lakukan mulai dari propaganda normalisasi LGBT, meminta kesetaraan, penyesatan opini, hingga tuduhan-tuduhan keji terhadap Islam dan kelompok-kelompok yang penentang LGBT.
Inilah buah pemikiran sekularisme liberal yang diemban oleh negara kita saat ini. Sesuatu yang jelas telah diharamkan oleh agama (Islam) tak bisa dengan mudah dilarang oleh negara, terlebih ketika ada arus global legalisasi LGBT atas dasar hak asasi dan hak seksual reproduksi, akhirnya atas dalih HAM dan kebebasan berperilaku penyimpangan ini minta untuk diakui bahkan dilindungi.
Sungguh amat disesalkan jika perbuatan asusila seperti LGBT tidak ditindak dengan tegas, mengingat Indonesia adalah negara dengan penduduk mayoritas Muslim. Hal ini dikarenakan LGBT telah keluar dari fitrah manusia dan dari norma agama serta norma kesusilaan yang berlaku. Oleh karena itu, saat ini dibutuhkan adanya undang-undang yang secara tegas melarang penyimpangan-penyimpangan tersebut baik melalui persetujuan apalagi melalui pemaksaan.
Maraknya penyimpangan orientasi seksual LGBT juga berkelindan dengan naiknya angka penderita HIV/AIDS atau penyakit kelamin lainnya di Indonesia. Jika hal tersebut dibiarkan bukan tidak mungkin lost generation akan menjadi ancaman bagi negeri ini di masa yang akan datang. Hal tersebut menjadi bukti bahwa negara dalam sistem sekularisme liberal tidak mampu menjaga kehormatan, akal dan keturunan di tengah umat.
Khilafah sebagai Perisai Umat
Jelas berbeda dengan negara sekuler, negara khilafah akan menerapkan hukum syariat secara kaffah. Khilafah menjadikan Islam sebagai landasan dalam membuat kebijakan. Dalam Islam tak ada istilah sekularisme, apalagi paham kebebasan berperilaku. Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, dan kaum Muslim diperintahkan untuk menerapkan Islam secara menyeluruh dan sempurna.
Terkait LGBT tak ada perbedaan dari para ulama, semua telah bersepakat bahwa hubungan sesama jenis atau homoseksual adalah haram. Oleh karena itu negara khilafah tak akan memberi celah bagi para pelaku penyimpangan orientasi seksual tersebut. Dalam Islam hukuman bagi para pelaku LGBT ini jelas dikenakan hukuman hadd dan/atau takzir karena termasuk ke dalam bentuk kejahatan (jarimah).
Dalam kitab Fiqhu as-Sunnah, Juz 4/hal. 51 karya Sayyid Sabiq dikatakan bahwa: "Dalam Islam, LGBT dikenal dengan dua istilah, yaitu Liwath (gay) dan Sihaaq (lesbian). Liwath (gay) adalah perbuatan yang dilakukan oleh laki-laki dengan cara memasukan dzakar (penis)nya kedalam dubur laki-laki lain. Sedangkan Sihaaq (lesbian) adalah hubungan cinta birahi antara sesama wanita dengan image dua orang wanita saling menggesek-gesekkan anggota tubuh (farji’)-nya antara satu dengan yang lainnya, hingga keduanya merasakan kelezatan dalam berhubungan tersebut."
Setiap orang yang terbukti melakukan liwâth maka ada hadd baginya, yaitu dibunuh, baik muhshan maupun ghairu muhshan. Hal tersebut berdasarkan Sunnah dan Ijma’ Sahabat. Namun seandainya pelaku liwâth adalah anak kecil, orang gila, atau dipaksa dengan pemaksaan, maka ia tidak dijatuhi had liwâth.
Sedangkan bagi pelaku lesbian atau Sihaaq menurut Imam Malik dalam Shahih Fiqhus Sunnah karangan Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, berpendapat: "wanita yang melakukan sihaq (lesbi), hukumannya dicambuk seratus kali. Jumhur ulama berpendapat, wanita yang melakukan sihaaq tidak ada hadd baginya, hanya saja ia di-takzir, karena hanya melakukan hubungan yang memang tidak bisa dengan dukhul (menjima’i pada farji), dia tidak akan di-hadd sebagaimana laki-laki yang melakukan hubungan dengan wanita tanpa adanya dukhul pada farji, maka tidak ada hadd baginya. Dan ini adalah pendapat yang rajih (yang benar)."
Demikianlah sanksi bagi para pelaku penyimpangan orientasi seksual. Islam tidak main-main dalam menangani suatu kasus kejahatan, sanksi dalam Islam bagi para pelaku kejahatan dapat berfungsi sebagai penghapus dosa (jawabir), sekaligus memberikan efek jera bagi orang lain sehingga bisa menjadi sarana pencegah terjadinya perbuatan tindak kriminal yang baru (jawazir). Dengan begitu Islam mampu menyelesaikan permasalahan LGBT di tengah umat.
Dengan penerapan Islam secara sempurna negara khilafah yang berfungi sebagai perisai (Junnah) mampu menjaga dan melindungi umat dari pemikiran racun yang dapat merusak, sehingga negara mampu menjamin hak-hak syari yang dimiliki manusia dalam Islam. Namun sekali lagi, itu semua hanya akan bisa terealisasikan ketika Islam diterapkanakan secara sempurna dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah.
Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I.
Aktivis Muslimah
0 Comments