TintaSiyasi.com -- Utang, masih menjadi pembahasan yang belum terselesaikan di negeri kita ini. Makin bertambah tahun, jumlahnya makin tak terbendung.
Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah sampai dengan akhir Desember 2022 mencapai Rp 7.733,99 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 39,57%. Menurut kaleidoskop buku APBN KITA 2022, terdapat peningkatan dalam jumlah nominal dan rasio utang jika dibandingkan dengan bulan November 2022.
"Fluktuasi posisi utang pemerintah dipengaruhi oleh adanya transaksi pembiayaan berupa penerbitan dan pelunasan SBN, penarikan dan pelunasan pinjaman, serta perubahan nilai tukar. Meskipun demikian peningkatan tersebut masih," tulis Kemenkeu, dikutip Rabu (18/1/2023). Dari total utang Rp 7.733,99 triliun, rinciannya Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 6.846,89 triliun dan pinjaman Rp 887,10 triliun (CNBC Indonesia, 18/01/2023).
Melihat jumlah utang indonesia yang tidak sedikit, Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini bicara tentang hal itu. Menurutnya, di masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak 2014, utang pemerintah terus menerus meningkat.
Dia memaparkan di tahun terakhir Presiden Susilo Bambang Yudhyono menjabat pada 2014 utang pemerintah sudah menyentuh Rp 2.600-an triliun. Kini posisi terakhir utang pemerintah sudah menyentuh Rp 7.500-an triliun. Dari data yang dipaparkan Didik memperlihatkan utang pemerintah terus menerus meningkat sejak 2014, di tahun tersebut utang pemerintah tercatat Rp 2.608,78 triliun dan di November 2022 mencapai Rp 7.554,25 triliun. Didik menilai hal ini terjadi karena buruknya sistem politik di Indonesia, sehingga perencanaan keuangan negara menjadi sangat buruk (deras.co.id, 6/1/2023).
Terlihat dari data di atas bahwa utang Indonesia makin membengkak dari tahun ke tahun. Besarnya utang tersebut menunjukkan salah kelola negara. Padahal kekayaan sumber daya alam Indonesia sangat melimpah tidak hanya di daratan, tetapi juga di lautan. Hal ini menunjukkan adanya kesalahan dalam mengelola ekonomi negara termasuk dalam mengelola sumber daya alamnya.
Padahal utang pastinya memiliki dampak buruk pada perekonomian negara. Selain itu, dapat menjadikan negara bunuh diri secara politik karena tergadaikan kedaulatannya disebabkan tidak mempu melunasi utang yang makin membengkak.
Peningkatan jumlah utang juga akan menyebabkan beban berat bagi generasi mendatang. Pemerintah tentunya akan menekan pengeluaran dengan mengurangi subsidi dan meningkatkan pajak. Walhasil, rakyat yang akan dikorbankan dalam kondisi buruk ini.
Dalam kapitalisme, utang negara menjadi hal yang wajar. Bahkan, utang dan pajak menjadi salah satu sumber pendapatan bagi negara kapitalis maka selama kapitalisme masih mencengkeram kuat di negeri ini selama itu pula kita tidak bisa lepas dari utang luar negeri. Jika negara ini ingin terlepas dari jerat hutang luar negeri dan ingin mandiri secara ekonomi, maka sistem ekonomi islam adalah solusinya.
Islam adalah sebuah sistem hidup yang sempurna. Sistem hidup yang sempurna ini telah diterapkan selama 13 abad lamanya dalam sistem pemerintahan Islam yaitu khilafah. Secara ekonomi, khilafah mampu mewujudkan kemandirian ekonomi dan tidak pernah terjerat pada utang luar negeri. Sebab, utang luar negeri adalah pinjaman yang berbasis riba. Sedangkan Allah SWT jelas mengharamkan riba (QS. Al-Baqarah : 275).
Selain itu, sistem khilafah Islam akan mendudukkan kepemilikan sesuai dengan syariat Islam. Sumber daya alam sebagai kepemilikan umum akan dikembalikan pada sifatnya sebagai kepemilikan umum yakni dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat.
Sumber daya alam yang membutuhkan upaya berat dalam memanfaatkannya maka akan diolah oleh negara. Namun hasilnya akan dikembalikan lagi untuk kesejahteraan masyarakat. Negara khilafah juga tidak akan menyerahkan pengelolaan sumber daya alam pada pihak swasta apalagi asing.
Untuk itu, wajib bagi kita untuk menjadikan syariat Islam sebagai aturan dalam mengatur negara kita. Sebab, syariat Islam bersumber langsung dari wahyu Allah, Sang Pencipta semesta alam. Maka, syariat yang telah diturunkan pastinya akan membawa kesejahteraan dan keberkahan dalam kehidupan umat manusia.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Pipit Ayu
Sahabat TintaSiyasi
0 Comments