TintaSiyasi.com -- Sangat sulit. Begitulah tanggapan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono ketika menanggapi pernyataan pemerintah melalui Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang menargetkan jumlah penduduk miskin ekstrem menjadi nol persen dan penduduk miskin menjadi 7% pada tahun 2024 mendatang.
Hal tersebut bukan tanpa alasan, mengingat angka kemiskinan ekstrem di negeri ini pada Maret 2022 masih mencapai 2,04% (5,59 juta jiwa) dan penduduk miskin pada September 2022 sebesar 9,57 persen (26,36 juta orang).
Meski demikian, Margo yakin angka kemiskinan dapat berkurang melalui perbaikan sistematis, misalnya memperbaiki pusat data yang akan membantu pemerintah untuk menyalurkan bantuan untuk keluarga miskin.
Di sisi lain, pemerintah pun telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 yang menugaskan 28 kementerian/lembaga dan seluruh pemerintah daerah untuk mengambil langkah percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem agar target tersebut bisa tercapai.
Secara umum, Inpres tersebut memuat tiga strategi kebijakan yang meliputi:
Pertama, pengurangan beban pengeluaran masyarakat melalui pemberian bantuan sosial, jaminan sosial dan subsidi yaitu kelompok program/kegiatan.
Kedua, peningkatan pendapatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat.
Ketiga, penurunan jumlah kantong-kantong kemiskinan melalui pembangunan infrastruktur pelayanan dasar.
Adapun langkah untuk mengurangi beban pengeluaran dilakukan melalui berbagai program perlindungan sosial dan pemberian subsidi kepada kelompok miskin ekstrem.
Seperti pemberian layanan pendidikan pada Program Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Pintar Kuliah, melakukan upaya percepatan perbaikan gizi, termasuk pencegahan dan penanganan stunting dan lain sebagainya.
Kemudian pada program pemberdayaan dalam rangka meningkatkan produktivitas kelompok miskin ekstrem guna meningkatkan kapasitas ekonomi dan pendapatan, dilakukan dengan memberikan fasilitas akses pembiayaan, akses pasar serta pendampingan dan pelatihan bagi koperasi dan UMKM.
Tak hanya itu, pemerintah juga akan melakukan perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha dengan menciptakan lapangan kerja baru.
Di sisi lain, kementrian ketenagakerjaan pun diminta untuk menyiapkan pelatihan program vokasi dan mendorong perluasan cakupan kepesertaan program jaminan sosial ketenagakerjaan bagi masyarakat miskin ekstrem.
Sedangkan untuk strategi penurunan jumlah kantong-kantong kemiskinan melalui pembangunan infrastruktur pelayanan dasar diantaranya dilakukan dengan memberikan bantuan perbaikan rumah dan/atau pembangunan rumah baru serta relokasi pemukiman bagi keluarga miskin ekstrem.
Seluruh pendanaan untuk menyukseskan strategi tersebut akan dibebankan kepada APBN, APB Daerah, APB Desa, dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.
Lantas efektifkah strategi tersebut mengentaskan kemiskinan ekstrem di negeri ini? Dan mungkinkah mampu memberikan kesejahteraan yang berkesinambungan pada masyarakat yang berada pada garis kemiskinan ekstrem di negeri ini?
Mari kita tengok kondisi masyarakat yg mengalami kemiskinan ekstrem di negeri ini. Bila mereka hanya diberikan bantuan berupa subsidi dan jaminan sosial, sementara pemerintah belum bisa menstabilkan harga-harga kebutuhan pokok, nampaknya hal itu tidak akan memberikan dampak yang signifikan pada keuangan mereka.
Apalagi seperti yang kita ketahui bersama bahwa bantuan tersebut hanya bersifat sementara (karena keterbatasan dana di APBN) dan jumlahnya pun ternyata tidak sebanding dengan kenaikan harga-harga yang ada.
Kemudian untuk langkah pemberdayaan ekonomi yang salah satunya dengan pemberian bantuan pembiayaan dan pelatihan kepada UMKM. Maka hal ini tentu perlu kita detili, sebab kegiatan ekonomi itu tidak bisa berdiri sendiri, ia saling terkait satu dengan yang lainnya.
Misal ketika UMKM telah diberikan bantuan berupa modal untuk usaha, dan telah diberikan pelatihan, tapi di sisi lain tidak ada kepastian harga untuk bahan baku usaha, bahkan harus bergantung pada impor, tentu hal ini akan menyulitkan para pelaku UMKM tersebut.
Belum lagi ketika daya beli masyarakat kian menurun dan pasar justru dibanjiri barang-barang impor yang murah dan berkualitas, tentu lambat laun mereka akan kalah bersaing yang pada akhirnya harus gulung tikar. Tentu kebijakan ini perlu pertimbangan yang lebih matang.
Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah kebijakan yang benar-benar mampu menyelesaikan masalah kemiskinan ekstrem di negeri ini. Dan bukan hanya itu, tapi juga mampu memberikan kesejahteraan yang berkesinambungan kepada masyarakat secara keseluruhan.
Lantas adakah kebijakan yang mampu mewujudkan itu semua?
Tentu saja ada, yaitu Islam yang bukan hanya sebagai agama ritual, namun juga memiliki seperangkat aturan untuk mengatur kehidupan. Islam merupakan sebuah ideologi yang bila diterapkan secara sempurna dalam segala sendi kehidupan akan mampu melahirkan kebijakan yang bukan hanya mensejahterakan masyarakat yang berada pada taraf miskin ekstrem, namun juga masyarakat secara keseluruhan.
Islam telah menetapkan bahwa seluruh kebutuhan individu seperti kebutuhan sandang, pangan dan papan, akan diberikan secara tidak langsung oleh negara. Salah satu caranya adalah dengan mewajibkan para laki-laki yang telah baligh dan memiliki kemampuan untuk bekerja.
Di sisi lain, negara pun akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi laki-laki yang telah memikul kewajiban bekerja agar mereka mampu memenuhi nafkah orang-orang yang ada dalam tanggungannya.
Sedangkan untuk kebutuhan masyarakat yang sifatnya menjadi kebutuhan dasar publik, seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan sepenuhnya akan ditanggung secara langsung oleh negara. Kewajiban ini tidak pula dilimpahkan kepada pihak swasta karena ketiga kebutuhan dasar tersebut tidak boleh dikomersialkan.
Lantas bagaimana bisa negara menanggung secara penuh seluruh penyediaan layanan kebutuhan dasar publik tersebut? Bukankah untuk mewujudkan itu semua akan dibutuhkan biaya yang sangat besar?
Ya, memang benar. Untuk menyediakan seluruh layanan tersebut memang dibutuhkan biaya yang sangat besar. Namun, bukankah negeri ini memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah? Disinilah bisa kita lihat perbedaan yang sangat mendasar antara sistem kapitalisme-sekulerisme yang saat ini diterapkan dengan sistem Islam dalam mengelola kekayaan alam.
Bila saat ini, kekayaan alam yang ada di negeri ini justru "diobral" agar bisa dikelola oleh pihak swasta baik lokal maupun asing melalui jalan investasi, maka sangat berbeda ketika Islam yang dijadikan landasan dalam pengelolaan sumber daya alam.
Dalam Islam, seluruh kekayaan alam yang jumlahnya melimpah tidak boleh diserahkan kepada pihak swasta, baik itu swasta lokal terlebih swasta asing. Dengan kata lain, negara-lah yang wajib mengelola kekayaan alam tersebut secara mandiri. Kalaupun negara belum memiliki kemampuan yang memadai maka negara bisa bekerja sama dengan pihak swasta, namun negara tetap menjadi pemegang kendali.
Alhasil ketika kekayaan alam negeri ini benar-benar dikelola oleh negara, maka akan ada sumber pemasukan kas negara yang sangat besar. Sehingga negara memiliki dana yang cukup bahkan berlebih untuk menyediakan seluruh layanan pendidikan, kesehatan dan keamanan.
Dengan dijaminnya ketiga kebutuhan dasar publik tersebut, maka porsi pengeluaran masyarakat akan sangat berkurang sehingga kemiskinan ekstrem tak akan terjadi, seperti dalam sistem zalim saat ini. Wallahu'alam bishshowab.[]
Oleh : Nuril Izzati
(Sahabat Tintasiyasi)
0 Comments