Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Keamanan Pangan dan Kesehatan Anak Terancam, di Mana Peran Negara?


TintaSiyasi.com -- Masyarakat, terutama para orang tua, kembali harus waspada. Setelah sebelumnya kita dikejutkan dengan banyaknya temuan kasus gagal ginjal pada anak, kini muncul lagi lonjakan penyakit yang juga sangat berbahaya bagi anak, Diabetes Mellitus. Tentu ini harus menjadi perhatian kita bersama, terutama pemerintah, agar kasus-kasus serupa tak lagi terjadi pada anak-anak di negeri ini.

Diabetes menjadi salah satu penyakit yang tidak hanya menyerang orang tua, tapi juga pada mereka yang usianya masih muda. Bahkan, kondisi ini juga bisa menyerang anak-anak. Penyakit yang dikenal juga dengan julukan ‘kencing manis’ tersebut berkembang ketika pancreas yang menghasilkan hormone insulin tidak bekerja dengan baik, atau ketika tubuh tidak menggunakan insulin dengan benar. Ada berbagai jenis diabetes, tapi yang paling umum terjadi pada anak-anak adalah diabetes tipe 1. Jenis diabetes ini merupakan penyakit autoimun ketika sistem kekebalan tubuh menghancurkan sel-sel di pancreas yang memproduksi insulin.

Baru-baru ini, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebut bahwa pada tahun2023, kasus diabetes pada anak meningkat hingga 70 kali lipat sejak 2010 lalu. Ketua Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi IDAI, Muhammad Faizi mengatakan, kasus diabetes pada anak bahkan bisa lebih tinggi dari yang sudah tercatat saat ini. Saat ini, data IDAI mencatat ada sekitar 1.645 anak di Indonesia yang mengalami diabetes. Data yang tercatat ini berasal dari 15 kota di Indonesia. Mulai dari Jakarta, Surabaya, Palembang, hingga Medan. Dari jumlah tersebut, laporan paling banyak berasal dari Jakarta dan Surabaya (cnbcindonesia.com, 2 Februari 2023)

Selain itu, diabetes juga ditemukan lebih banyak menyerang anak perempuan (59%) dibandingkan anak laki-laki. Sementara dari segi usia, Faizi mencatat pasien diabetes anak umumnya berusia 10 – 14 tahun. Jumlahnya sekitar 46 persen dari total angka yang dilaporkan. Sementara, anak usia 5 – 9 tahun ditemukan berkontribusi terhadap 31,5 persen dari keseluruhan kasus. Pada anak balita usia 0 – 4 tahun ada sekitar 19 persen. Faizi mengatakan, tingginya angka diabetes anak terjadi akibat gaya hidup yang tak terkendali. Untuk itu, penting agar para orang tua lebih memperhatikan gaya hidup serta pola makan anak (cnbcindonesia.com, 2 Februari 2023).

Menyikapi hal tersebut, harus ada upaya serius dari kita semua, termasuk pemangku kebijakan negeri ini untuk mengambil langkah segera dalam mencegah semakin banyaknya kasus serupa yang menimpa anak-anak kita.


Keamanan Pangan Vs Kesehatan Anak dalam Kapitalisme

Tak ada asap jika tak ada api. Mungkin itulah pepatah yang tepat untuk menggambarkan kondisi saat ini. Anak-anak yang semestinya dapat kita jaga kesehatannya sebagai bagian dari suksesnya tumbuh kembang anak, ternyata harus bertaruh nyawa dalam sistem saat ini. Oleh karena itu, mestinya tak cukup hanya dengan menghimbau masyarakat, termasuk anak-anak, agar tidak terlalu banyak makan makanan yang mengandung gula. Memang, penyakit diabetes pada anak ini muncul bukan semata karena keturunan, melainkan karena kesalahan dalam pola makan yang dikonsumsi.

Terkait bahan pangan sendiri, yang sering menjadi pemicu penyakit ini, yaitu gula, adalah komoditas pangan yang strategis. Ketergantungan tinggi negeri kita terhadap gula ditunjukkan dengan tingginya impor komoditas ini. Semakin meningkatnya industri makanan-minuman setiap tahunnya, tentu semakin menambah kuota impor gula dari luar. Hal ini didasarkan dari data Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) yang menunjukkan stok gula rafinasi di dalam negeri tinggal 30.000 ton hingga akhir tahun 2022.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat kebutuhan gula di dalam negeri pada tahun 2022 mencapai sekitar 6, 48 juta ton, yang terdiri atas 3,21 juta ton gula kristal putih (GKP) dan 3,27 juta ton gula kristal rafinasi (GKR). Dari jumlah total tersebut (6,48 juta ton), produksi nasional hanya mampu memenuhi 2,2 juta ton per tahun. Akibatnya, ada defisit gula sebesar 3,8 juta ton yang diklaim harus dipenuhi dari impor.

Akhirnya, per Januari 2023, pemerintah mengambil kebijakan akan mengimpor 4.641.000 ton gula. Rincian volume impornya meliputi 991.000 ton gula kristal putih (GKP) untuk kebutuhan konsumsi, gula kristal rafinasi (GKR) untuk kebutuhan industri makanan-minuman sebanyak 3,6 juta ton, serta 50.000 ton lagi gula untuk kebutuhan khusus.

Dengan demikian, tak pelak, kondisi ini menunjukkan bahwa impor gula dianggap sebagai satu-satunya jalan untuk memenuhi kebutuhan industri makanan-minuman di dalam negeri. Hanya saja, kondisi ini berkebalikan dengan semakin melonjaknya kasus diabetes pada anak. Bagaimanapun, anak-anak pasti suka dengan makanan/minuman yang manis. Dengan derasnya keran impor gula, di sisi lain akan mengancam kesehatan, terutama pada anak-anak.  

Di sisi lain, kebijakan negeri ini juga menetapkan aturan mengenai target penerimaan pajak dan bea cukai 2023 senilai Rp 2.021, 2 triliun, yang di antaranya bersumber dari cukai produk minuman bergula dalam kemasan yang ditargetkan sebesar Rp 3,08 triliun. Dan jumlah ini meningkat dibandingkan target tahun 2022 yang besarnya Rp 1,5 triliun. Namun, demikianlah, dalam sistem Kapitalisme, kepentingan ekonomi menjadi hal yang lebih diutamakan dibandingkan kemaslahatan rakyat (red, kesehatan).

Sehingga, harusnya menjadi jelas bagi kita bahwa tidak cukup upaya pencegahan diabetes pada anak hanya dengan himbauan untuk menghindari makanan dan minuman yang manis dan olahraga saja. Faktanya, di negeri kapitalis ini, impor gula dan bisnis produk pangan yang mengandung gula menjadi lahan subur untuk meraup cuan dari pajak dan cukai yang didapatkan. Sangat sayang untuk diabaikan oleh kaum kapitalis.


Jaminan Keamanan Pangan untuk Kesehatan Rakyat dalam Islam

Halal dan tayib adalah syarat makanan/minuman yang dikonsumsi oleh umat Islam. Sebagaimana firman Allah SWT, “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik (tayib) dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithon, karena sesungguhnya syaithon itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (TQS. Al Baqarah [2] : 168).

Ayat ini jelas wajib menjadi panduan bagi konsumsi bahan pangan bagi seluruh umat manusia. Akan tetapi, dalam Islam, perintah untuk konsumsi makanan/minuman yang halal dan thoyyib ini tidak berdiri sendiri. Negara turut berperan dalam mengatur dan mengurusnya dalam rangka untuk menjaga kesehatan generasi penerus umat. Oleh karena itu, menjadi sangat urgen adanya negara yang mendasarkan aturan kehidupannya pada Islam. Negara yang menerapkan Islam secara keseluruhan (kaffah), termasuk dalam perkara penjaminan keamanan pangan, yaitu Negara Khilafah.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Nurul Afianty, S.P.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments