Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Jaminan Kesehatan dan Keamanan Pangan Buruk, Sinyal Negara Terpuruk?


TintaSiyasi.com -- Setiap makhluk hidup membutuhkan asupan makanan agar memiliki energi untuk melakukan berbagai aktivitas. Jika tidak ada asupan makanan ke dalam tubuh, maka akan merasa lapar bahkan lemas. Makanan yang dikonsumsi tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan energi saja, tetapi juga bisa mempengaruhi kesehatan tubuh makhluk hidup.

Oleh karena itu, tubuh membutuhkan makanan penuh gizi dan bernutrisi agar tubuh dapat berkembang dengan baik serta kesehatan tetap terjaga. Menurut World Health Organization (WHO), gizi dan nutrisi sama-sama masing-masing memiliki berperan baik bagi kesehatan tubuh serta pertumbuhan.

Asupan gizi dan nutrisi yang masuk harus sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh. Jika berlebih atau kurang sama-sama dapat menyebabkan berbagai macam penyakit. Dilansir dari bbc.com (06/02/2023), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah merilis data yang menunjukkan bahwa prevalensi anak penderita diabetes meningkat 70 kali lipat pada Januari 2023 dibanding pada tahun 2010.

Peningkatan jumlah penderita diabetes pada anak ini disinyalir efek dari konsumsi makanan ataupun minuman yang tidak sehat dan mengandung kadar gula tinggi. Terlebih pada situasi yang ada pada saat ini, makanan instan dan berpemanis buatan lebih mudah dijangkau, harganya murah dan dianggap lebih praktis. Sementara itu, makanan sehat sulit didapat dan harganya lebih mahal.

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, dua dari tiga remaja berusia 5-19 tahun mengonsumsi minuman berpemanis buatan sekali sehari atau lebih. Hal ini bisa terjadi karena konstruksi minuman atau makanan berpemanis makin menjamur keberadaannya di mana-mana (bbc.com, 06/02/2023).


Negara Abai Mewujudkan Keamanan Pangan

Fenomena penderita diabetes pada anak yang mengalami peningkatan perlu menjadi perhatian khusus bagi penguasa, dalam hal ini adalah pemerintah. Jika menelisik kebijakan pemerintah yang telah dilakukan, sejauh ini dianggap masih belum cukup melindungi. Bahkan, cenderung menggantungkan pembatasan konsumsi gula pada keputusan masyarakat itu sendiri berdasarkan informasi kandungan gula yang tertera pada label makanan dan minuman.

Jika hanya mengandalkan pengetahuan dan informasi kadar gula yang tertera pada kemasan produk, tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakat-masyarakat cenderung untuk tidak mengindahkan informasi tersebut. Hal ini terjadi, karena edukasi terkait besaran nutrisi dan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh belum diberikan secara serius kepada masyarakat. Alhasil, masyarakat bersikap masa bodoh dan hanya menikmati makanan atau minuman yang mereka rasa enak dan sukai tanpa memperhatikan kandungan gula di dalamnya.

Ini merupakan gambaran betapa negara abai dalam mewujudkan keamanan pangan bagi rakyatnya. Kasus ini juga menunjukkan bahwa rakyat belum memilliki kesadaran untuk menerapkan pola makan sehat. Hal ini diperkuat dengan tingginya angka kemiskinan yang makin menambah besarnya kesalahan dalam pola makan. Masyarakat dengan tingkat penghasilan yang rendah biasanya akan mengonsumsi makanan dan minuman secara asal-asalan. Asal dapat murah, dapat banyak dan enak di lidah. Itulah yang menjadi pertimbangan utama pada umumnya.

Di sisi lain, pedagang dengan modal yang terbatas, karena imbas dari kemiskinan membuat mereka menggunakan bahan-bahan seadanya yang murah meski berbahaya. Bahan baku yang aman dan berkualitas tidak bisa mereka gunakan karena mahal. Pada akhirnya, mereka nekat berbuat curang dan tiada pilihan lain selain menipu.

Selain itu, keserakahan manusia yang kapitalistik juga mengakibatkan industri makanan berlaku abai terhadap syarat kesehatan demi memperoleh keuntungan yang besar. Wajar, hal ini mudah terjadi di dalam sistem kapitalisme yang mengutamakan keuntungan dan manfaat secara materi. Sehingga, industri akan melakukan berbagai macam cara supaya hasil produksinya melimpah, banyak peminat dan laku keras dengan modal yang minim.

Jika kondisi seperti ini terus berlanjut, bukankah hanya akan menjadikan masyarakat tidak memiliki pilihan alternatif selain mengonsumsi makanan dan minuman yang berpotensi merusak kesehatannya? Tiadanya jaminan keamanan pangan dan kesehatan bagi masyarakat, apakah menjadi sinyal bahwa negara ini tengah terpuruk?


Islam Menjamin Keamanan Pangan dan Kesehatan Rakyat

Islam sebagai agama yang mengatur segala aspek kehidupan manusia, telah menentukan makanan yang dikonsumsi manusia terutama muslim, harus halal dan tayib. Sebagaimana firman Allah SWT:

فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

Artinya: "Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya." (QS. An Nahl:114).

Berdasarkan ayat tersebut, negara Islam wajib memberikan jaminan perlindungan atas terpenuhinya kebutuhan makanan yang halal dan tayib bagi rakyatnya. Selain itu, negara juga memiliki kewajiban untuk memberikan jaminan kesehatan dan kesejahteraan kepada seluruh masyarakat. Hal ini seperti yang telah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah salah satu khalifah di masa Kekhilafahan Umayyah yang tekenal dengan prestasinya dalam memberantas kemiskinan. Pada masa kepemimpinannya, sulit dijumpai masyarakat yang miskin, karena semua sudah hidup berkecukupan. Pada saat itu, Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan seorang petugas pengumpul zakat, Yahya bin Said untuk memungut zakat ke Afrika dan membagikannya ke masyarakat miskin.

Namun, Yahya bin Said tidak menemukan seorang pun. Semua masyarakat telah hidup makmur. Kemakmuran masyarakat ini tidak hanya terjadi di Afrika, tetapi juga di seluruh wilayah kekuasaanya. Hal ini terjadi, karena Khalifah Umar bin Abdul Aziz mampu mengoptimalkan Baitul Mal dalam mendistribusikan kekayaan yang adil kepada seluruh masyarakat.

Apa yang telah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah bukti nyata bahwa masyarakat dengan seorang pemimpin yang amanah serta menerapkan seluruh aturan Islam, mampu memberikan kesejahteraan dan terjaminnya kebutuhan pokok setiap individu rakyat.

Secara praktis, negara Islam akan menempuh dua cara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, yaitu melalui mekanisme langsung dan tidak langsung. Mekanisme langsung untuk memenuhi kebutuhan pokok berupa jasa. Sementara itu, pemenuha terhadap kebutuhan pokok berupa barang dijamin dengan mekanisme tidak langsung.

Pertama, negara wajib memberikan pelayanan langsung berupa jasa, antara lain pelayanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Jaminan atas pelayanan ini harus diberikan secara merata dan tanpa dipungut biaya. Karena, ketiganya termasuk dalam kategori kebutuhan dasar rakyat. Selain itu, negara wajib menyediakan semua fasilitas yang dibutuhkan untuk pelayanan jasa tersebut, seperti pengadaan rumah sakit dengan segala infrastrukturnya, sarana pendidikan beserta semua perlengkapannya, dan sarana perlindungan keamanan termasuk perangkat hukumnya. Inilah yang dinamakan dengan mekanisme langsung.

Kedua, mekanisme tak langsung agar terjamin kebutuhan pokok rakyat ditempuh dengan cara menciptakan kondisi dan sarana yang mampu menjamin kebutuhan pokok tersebut. Hal ini dilakukan guna mengurangi rasa “ketergantungan” rakyat pada negara. Serta melatih mental rakyat agar tetap menjalankan ikhtiar dalam memenuhi kebutuhannya dengan dukungan penuh dari negara dan atas dorongan keimanan.

Negara akan menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi semua kepala rumah tangga (laki-laki). Kemudahan dalam mengakses lapangan kerja akan memberikan kepastian bagi kaum laki-laki dalam rangka mencari nafkah serta memenuhi kebutuhan primer dan sekunder bagi keluarganya.

Jika individu tersebut tidak mampu untuk bekerja, maka ahli waris berkewajiban memenuhi kebutuhan pokoknya. Jika tidak ada ahli waris yang bisa memenuhi kebutuhannya, maka negara berkewajiban memenuhinya melalui kas Baitul Mal.

Itulah beberapa mekanisme yang akan dilakukan negara Islam dalam menjamin kebutuhan semua rakyat. Jika kebutuhan primer terpenuhi, gizi anak akan tercukupi. Negara pun akan memastikan makanan dan minuman dikonsumsi adalah halal dan tayib. Jika akses ekonomi dan pendidikan mudah, akan meningkatkan kualitas SDM dan orang tua akan memahami terkait pengetahuan dan tata cara memenuhi gizi dan nutrisi anak. Dengan begitu, diabetes atau penyakit lainnya akan terminimalisasi manakala akar masalahnya sudah terselesaikan.

Wallahu a'lam. []


Oleh: Endang W., S.Pd.
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments