TintaSiyasi.com -- Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dalam Pasal 33 Ayat 3 menegaskan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Sayangnya, UUD yang menjadi konstitusi dasar di Indonesia tidak memihak pada rakyat. Seperti saat ini, terjadi kenaikan tarif air yang disediakan oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) yang merupakan salah satu unit usaha milik daerah, yang bergerak dalam distribusi air bersih bagi masyarakat umum, yang diawasi dan dimonitor oleh aparat-aparat eksekutif maupun legislatif daerah.
Kenaikan tarif air ini terjadi di berbagai daerah. Di Surabaya dikabarkan telah naik dari Rp600 menjadi Rp2.600. Indramayu merencanakan naik 30%. Palembang akan naik pada Maret 2023 sesuai kategori sosial 7,5%, pelanggan rumah tangga 15%, dan kategori niaga 17,5%. Kota Bandung bahkan sudah menaikkan tarif PDAM dari Rp 1.000/m3 menjadi Rp 9.000/m3 pada Desember 2022.
Di luar pulau Jawa pun terjadi kenaikan. Misal, PDAM Way Rilau Bandar Lampung juga menaikkan tarif dengan pembagian pelanggan kelompok I kategori sosial umum bertarif Rp2.500. Kelompok II terdapat 5 kategori dikenakan tarif Rp4.700, kelompok III terdapat 3 kategori menerapkan tarif Rp6.200, harga itu hanya berlaku pada pemakaian 10 kubik jika lebih harganya bertambah.
PDAM berdalih tarif rata-rata yang berlaku saat ini belum dapat menutup biaya secara penuh (full cost recovery) dan dikarenakan tarif yang berlaku masih di bawah dari tarif batas bawah yang ditetapkan. Belum lagi biaya perawatan dari segi pipa maupun penjernihan air dan menghilangkan bakteri.
Dengan melihat kondisi perekonomian rakyat yang baru saja bangkit dari keterpurukan akibat pandemi dan belum sepenuhnya pulih, bisakah rakyat menerima kebijakan ini? Jelas tidak. Apalagi dari segi pelayanan nya kurang bagus, sering mati, atau apabila keluar, alirannya kecil.
Rakyat dari berbagai kalangan menyatakan keberatan. Salah satunya adalah para perempuan dari berbagai kalangan yang tergabung dalam Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Cabang Indramayu, menolak rencana kenaikan tarif air bersih Perumdam Tirta Darma Ayu Kabupaten Indramayu. Penolakan itu disampaikan kepada para wakil rakyat, dalam audensi di gedung DPRD Indramayu, Jumat, 27/1/2023.
Dengan sumber daya alam air yang begitu melimpah di Indonesia, curah hujan yang tinggi, banyaknya pegunungan, banyaknya sungai yang mengalir, melimpahnya sumber air tanah, bahkan negara kita dikelilingi air, semestinya rakyat tidak harus mengeluarkan biaya tinggi untuk menikmatinya.
Jika melihat fakta yang ada, tidak hanya PDAM yang menjadi pelaku usaha pendistribusian air bersih kepada rakyat. Terjadi privatisasi sumber daya air yang diberikan ke swasta dengan dalih investasi. Walhasil, PDAM yang notabene milik pemerintah hanya mengelola air yang ada saja. Kalaupun airnya kotor bisa dilakukan pemurnian agar dapat dimanfaatkan lagi. Belum lagi dengan kenaikan semua harga seperti sekarang. Alat-alat, semisal pipa untuk menyalurkan air, juga ikut naik. Demikian juga biaya perawatan yang makin mahal, menambah beban PDAM sehingga memaksa mereka menaikkan tarif air.
Dalam pandangan islam, Rasulullah SAW bersabda., “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu air, padang rumput (hutan), air, dan api (energi).” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Berdasarkan hadis ini, ketiga jenis sumber daya alam ini adalah milik umum (rakyat). Semuanya tidak boleh diprivatisasi. Sumber daya air tidak boleh dikelola untuk mendapatkan untung. Negara berkewajiban mengelola dan mengembalikan hasil pengelolaannya kepada pemiliknya, yaitu rakyat dengan harga murah bahkan cuma-cuma, rakyat cukup mengganti biaya produksi dan distribusi.
Dalam Islam, pengelolaan sumber daya alam dibawah tanggung jawab negara. Negara akan memberikan modal kepada daerah untuk mengelolanya. Sumber permodalannya diambilkan dari Baitul Mal, yaitu lembaga pengurus keuangan.
Baitul Mal mendapatkan pemasukan bukan dari pajak, melainkan dari beberapa pos, seperti pos jizyah, kharaj, fai, ganimah, harta tidak bertuan, dsb. Juga dari hasil pengelolaan SDA, seperti pengelolaan minyak, gas, hutan, lautan, perikanan, dsb. Dari seluruh pendapatan itu, negara akan mampu melakukan pengurusan kebutuhan rakyat, termasuk pengadaan air.
Dengan demikian, ketika negara memandang rakyat sebagai tanggung jawabnya dan wajib memenuhi kebutuhan mereka sebagai bentuk fungsi negara sebagai periayah. Maka negara akan melarang segala bentuk privatisasi SDA termasuk air, dan tidak akan mencari keuntungan dalam kepengurusan rakyatnya. Sehingga rakyat tidak akan panik dan akan terpenuhi segala kebutuhannya.
Namun, buah dari pandangan islam ini hanya bisa dirasakan dan dinikmati jika negara mau menerapkan semua pandangan islam secara menyeluruh.
Tiada jalan solusi sistemik yang melahirkan keadilan, kemakmuran & membuka pintu keberkahan, selain umat dengan kesadaran & ketundukan imannya menegakkan implementasi Islam dalam segala dimensi kehidupan.
Allahu'alam bishshowab
Oleh: Ima Uma Ziya
Aktivis Muslimah
0 Comments