Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Adakah Dampak Kepemimpinan Indonesia di ASEAN terhadap Negeri Ini?

TintaSiyasi.com -- ASEAN adalah perhimpunan negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang saat ini beranggotakan 10 negara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Philipina, Brunei Darussalam, Myanmar, Kamboja, Vietnam dan Laos. Wilayah ASEAN dilihat dari aspek geografis cukup strategis karena dilewati jalur transportasi maritim internasional seperti Laut Cina Selatan, Selat Malaka, dan berhadapan langsung dengan negara besar seperti Australia. Dari sisi ekonomi, negara-negara di ASEAN memiliki sumber daya alam yang berlimpah, terutama Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, termasuk Brunei. Di samping itu dari segi ekonomi, secara demografis ASEAN merupakat target market yang besar dan menggiurkan bagi negara-negara industri sebagai produsen barang. Negara-negara ASEAN juga memiliki potensi bentang alam dan budaya yang unik yang menjadi daya tarik mancanegara. 

Tentu tak boleh dilupakan posisi dan peran politis ASEAN di dunia internasional, seberapa besar pengaruhnya bagi peta politik dunia? Ataukah ASEAN hanya berada pada posisi satelitnya negara adidaya dunia? Hal tersebut akan menentukan seberapa penting posisi Indonesia sebagai ketua ASEAN. Mampukah Indonesia mengangkat peran politis dan strategis ASEAN dalam percaturan politik dunia, dan membawa kesejahteraan bagi rakyat Indonesia? Atau malah sebaliknya? Barangkali KTT G20 kemarin, saat Indonesia menjadi presidensi G20, bisa menjadi pelajaran. Kita tak melihat pengaruh signifikan peran politis dan ekonomis bagi rakyat Indonesia. Justru malah merugikan rakyat. Kesepakatan Bali yang salah satu poinnya menghapus subsidi BBM, menjelaskan bahwa Indonesia dan negara-negara dunia ketiga tunduk di bawah kendali negara nomor satu dan Barat. Lalu yang pasti, APBN yang merupakan uang rakyat terkuras untuk menghibur para tamu asing yang sarat aroma pencitraan. Maka kita perlu menyoroti bagaimana kepemimpinan Indonesia di ASEAN.


Apa Dampak bagi Indonesia sebagai Ketua ASEAN?

Belum lama ini Presiden Joko Widodo resmi membuka keketuaan Indonesia di Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN) 2023. Acara ini disebut "Kick Off" Keketuaan ASEAN Indonesia 2023 di Bundaran Hotal Indonesia, Jakarta, pada Minggu, 29 Januari 2023. Kepemimpinan Indonesia diyakini mampu menciptakan solusi positif bagi dunia internasional. Presiden Jokowi memastikan sebagai pemimpin di ASEAN, Indonesia akan mampu memberi kontribusi dan solusi positif bagi dunia di tengah situasi global yang menantang, terutama di sektor ekonomi (Kompas.com, 29/01/2023).

Tema momet ini adalah ASEAN Matters, Epicentrum of Growth, yaitu ASEAN sebagai pusat pertumbuhan. Masa Keketuaan ASEAN 2023 akan dijalankan sejak awal Januari 2023 hingga akhir Desember 2023. Indonesia selaku ketua dan tuan rumah diharapkan dapat memunculkan ide dan inisiatif baru dalam mengatasi tantangan serta isu krusial lainnya di kawasan ASEAN seperti peran di Indo-Pasific dan dunia. Isu prioritas ini dibahas dalam talkshow yang menghadirkan Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kemlu, Sidharto R. Suryodipuro. Sidharto mengungkap beberapa isu seperti isu ketahanan pangan, stabilitas keuangan, ketahanan energi, dan kesehatan pasca pandemi. Diharapkan pula terjadi pertumbuhan ekonomi dan pengembangan ekonomi digital di kawasan. Optimisme pun muncul bahwa ASEAN memiliki modal besar dengan penduduk lebih dari 600 juta yang merupakan kekuatan yang patut dipertimbangkan. Bahkan dari segi investasi dunia, ASEAN merupakan brightspot bagi berbagai negara. Selain dua KTT yang akan berlangsung di Labuan Bajo dan Jakarta, akan ada 494 pertemuan penting lainnya, 300 pertemuan di Indonesia yang melibatkan para menteri luar negeri dan para menteri ekonomi, yang nantinya akan mengerahkan peran Kemeninfo dalam teknologi informasi guna mendukung sosialisasi (Mediaindonesia.com, 29/1/2023).

Rakyat kebanyakan sebenarnya tidak terlalu paham dan peduli dengan berbagai pertemuan, KTT, perundingan, dan lain-lain. Yang rakyat butuhkan saat ini adalah jaminan dan kepastian perlindungan negara terhadap hajat hidup mereka. Rakyat butuh bukti nyata di lapangan, bukan di atas kertas atau sekadar retorika. Faktanya, ASEAN sendiri masih memiliki banyak PR yang harus diselesaikan, semisal nasib para pengungsi Rohingya dibawah rezim Myanmar, nasib para TKI di Malaysia, baik yang legal atau pun ilegal, dan konflik di Natuna. Mampukah Indonesia menyelesaikan atau setidaknya memunculkan angin segar bagi stabilitas politik dan ekonomi di kawasan regional di ASEAN? 

Peta politik dunia saat ini hakikatnya di bawah hegemoni dan dominasi negara-negara adidaya AS dan sekutu-sekutunya di Barat, juga dominasi China dari Timur. Optimisme potensi negara-negara ASEAN sebagai brightspot bagi investasi harus diwaspadai sebagai bentuk lain penjajahan atau debt trap negara kuat pada negara lemah. Perhimpunan atau organisasi-organisasi dunia hakikatnya bentukan negara kuat untuk melanggengkan dominasinya. Sulit membangun kedaulatan dan independensi suatu bangsa ketika sistem yang menguasai dunia adalah sistem atau ideologi buatan mereka. Sistem ini mengintervensi banyak urusan dalam suatu negara agar tetap dalam dominasi mereka.


Membangun Polugri yang Berdaulat dan Independen

Polugri atau politik luar negri Indonesia sejak negeri ini merdeka adalah politik bebas aktif, netral. Kita tidak melihat realitas baku implementasi konsep politik ini, sebab kenyataannya, tidak dapat dipungkiri bahwa arah politik yang terjadi "selalu berpihak" tergantung kepentingan, dan tidak berdaulat juga independen. Kita bisa melihat warna produk hukum, undang-undang, serta kebijakan yang diterapkan di negeri ini adalah bukti adanya kepentingan asing. Walhasil, politik yang kita anut adalah bebas aktif yang dimaknai pragmatis! 

Akar masalah hilangnya kedaulatan sebuah negara tidak terlepas dari konstelasi negara-negara di dunia. Konstelasi politik internasional menempatkan Amerika Serikat (AS) sebagai negara nomor satu atau adikuasa. AS mengemban ideologi kapitalisme sekuler untuk menjaga eksistensi dominasi pengaruhnya di dunia. Negara-negara lain di dunia termasuk negara-negara ASEAN berada dalam posisi dominasi AS tersebut. Tentu AS tidak akan tinggal diam bila ASEAN meleset dari garis kebijakan AS. Amerika Serikat akan membiarkan kiprah ASEAN selama tidak mengganggu kepentingan AS di kawasan ini. Kita tahu pula kapitalisme yang diemban AS memiliki karakter serakah, licik, dan diskriminatif. AS sampai saat ini pura-pura menutup mata atas kezaliman, teror dan permasalahan di Rohingya, Myanmar. Tidak ada sikap tegas dari AS terhadap Myanmar yang jelas-jelas melawan HAM. Inilah sikap standar ganda AS dan sikap diskriminatifnya terhadap Islam. 

Sekarang memang tidak salah memiliki optimisme, namun semua harus terukur apakah mampu menyelesaikan masalah? Pada akhirnya, kita sebagai umat Islam, umat mayoritas di negeri terbesar di ASEAN bahkan dunia, seharusnya mengambil solusi tuntas dengan kembali pada hukum Allah SWT, pencipta seluruh umat dan alam semesta. Sejarah membuktikan ideologi Islam mampu membangun negara dengan landasan akidah yang kokoh, memastikan negara berdaulat, independen, dan sejahtera selama kurang lebih 13 abad. Will Durrant, sejarawan Barat, membuktikannya! Indonesia pun sebagai negara muslim terbesar di dunia harus menjadi pelopor perubahan dalam mewujudkan negara berdaulat independen yang menerapkan Islam kaffah, Maka dengannya, kesejahteraan meluas di seluruh dunia, baik pada Muslim maupun non-Muslim. Wallahu a'lam. []


Oleh: Rengganis Santika
Aktivis Muslimah Kabupaten Bandung
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments