TintaSiyasi.com -- Kata pluralisme kian viral di tengah masyarakat, bahkan tahun 2022 ditetapkan sebagai tahun toleransi. Terdapat 72,6% masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi nilai toleransi. Kaum toleransi mendefinisikan toleransi sebagai tindakan di luar ketentuan demi kebaikan orang lain. dikutip dalam laman kemenag.go.id, toleransi bukan hanya sekadar diplomasi atau sopan santun, melainkan jalan perjumpaan untuk persahabatan, damai, serta keharmonisan berdasarkan kasih dan kebenaran tanpa kehilangan jati diri masing-masing yang khas. Umat beragama tidak hanya bertetangga, tetapi perlu menjadi saudara yang mesti bertanggung jawab atas yang lain sebagai saudara.
Dalam dokumen Paus Fransiskus dan Ahmad Al-Tayeb seorang imam besar yang berasal dari Al-Azhar yang berjudul “Human Fraternity for world peace and living together” memiliki misi besar yang tengah digarap yaitu “we must love one another or die” (kita harus saling mengasihi atau mati). Dalam laman yang sama terang-terangan kementrian agama menyebutkan muara toleransi ini adalah sikap keberagaman yang moderat melalui program moderasi beragama (kemenag.go.id, 23/12/2022).
Keseriusan pemerintah juga terlihat dalam penetapan kota toleransi, dalam laporan indeks toleransi (IKT) 2021 secara institute terdapat 10 kota yang memiliki kehidupan masyarakat yang paling toleransi (liputan6, 02/10/2022). Dalam dunia pendidikan pemerintah mengadang proyek MKWK (mata kuliah wajib kurikulum) dengan tema toleransi kerukunan antara umat beragama. Menurut mahasiswa yang menjalani mata kuliah ini, isu toleransi sangat penting untuk dibicarakan karena keberagaman yang ada di Indonesia. Sebab sikap intolaransi akan menimbulkan pecah belah (kumparan.com, 01/06/2022).
Benarkah Demikian Toleransi Tersebut?
Peluru pluralisme terus dihujamkan ke tengah umat terutama umat Islam, seolah keragaman tersebut dianggap masalah besar sehingga pluralisme dijadikan solusinya. Sesungguhnya ide ini bagaikan fatamorgana bagi penyatuan perbedaan, tapi sebenarnya ini adalah upaya para penjajah kafir menjalankan politik belah bambu. Dengan adanya paham pluralisme akan terkotak-kotak menjadi Islam yang toleran dan muslim yang intoleran yang digelari Muslim radikal, teroris, ekstrem.
Para musuh Islam mengacaukan arti toleransi yang sebenarnya untuk membuyarkan ajaran Islam. Bersifat toleransi artinya mengakui adanya perbedaan tanpa mengikuti ajaran yang mereka miliki. Namun inilah yang dikaburkan seolah toleransi adalah rasa persaudaraan dengan umat beragama lainnya untuk satu cinta dan kasih yang sama demi kedamaian. Menurut KBBI kata toleransi berasal dari kata toleran yang artinya bersifat atau menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.
Secara tidak langsung paham tersebut akan menjerumuskan kita pada perusakan akidah dan melanggengkan kebebasan dalam beragama. Umat Islam dituntut untuk menemukan titik persamaan dengan umat beragama lainnya sehingga tidak menjadikan Islam sebagai agama yang satu-satunya benar akibatnya menimbulkan paham Islam yang moderat. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh kementrian agama Indonesia bahwa muara ini semua adalah membentuk Islam moderat demi menjalankan proyek deradikalisari yang terprogram secara global.
Mari kita mencermati makna pluralitas dan pluralisme agar kita tak terjebak dengan kata toleransi yang menjerumuskan perusakan akidah. Pluralisme merupakan suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan kebenaran setiap agama adalah relatif, oleh sebab itu pemeluk agama tidak boleh mengklaim hanya agamanya saja yang benar sedangkan yang lain salah. Sedangkan pluralitas adalah keberagaman atau kemajemukan yang terdapat dalam suatu bangsa.
Arus pluralisme tidak hanya menyeret masyarakat pada umumnya namun pemerintah sudah menargetkan pendidikan sebagai sasaran empuk penyebaran paham pluralisme yang berbalut toleransi beragama demi melanggengkan kebebasan. Secara terstruktur negara yang harusnya menjadi wadah pengokohan akidah tetapi malah menjadi ujung tombak pembentuk Islam moderat atau pemisahan agama dari kehidupan.
Untukmu Agamamu dan Untukku Agamaku
Islam mengakui adanya perbedaan bahwa manusia dilahirkan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku dalam Q.S Al-hujurat ayat 13 namun tidak ada paksaan bagi mereka untuk memeluk agama Islam. Sikap toleransi yang ditunjukkan oleh Islam bukan dengan cara menemukan persamaan antar umat beragama sebagai solusi tetapi sebagaimana perintah allah dalam Q.S al-Kafirun ayat 6 “Untukku agamaku dan untukmu agamamu”
Bagi kaum kafir yang berada dalam wilayah negara Islam meraka di biarkan untuk melakukan makan, minum, ibadah ritual serta merayakannya sesuai agama dan keyakinan yang dipercayai dan tidak paksaan untuk bagi mereka untuk memeluk Islam (Q.S Al-Baqarah ayat 256). Dalam menjalankan kehidupan yang berdampingan ada batasan toleransi yang harus dipahami oleh umat Islam diantaranya yaitu, pertama sebagai seorang muslim wajib hukumnya meyakini Islam sebagai agama yang satu-satunya benar “Siapa saja yang mencari agama selain islam, sekali-sekali tidaklah lah akan diterima (agama itu) dan ia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi” (Q.S Al-Imbran 85). Kedua, umat Islam harus meyakini bahwa hanya aturan allah lah aturan terbaik. Ketiga, dalam urusan ibadah orang kafir dibiarkan untuk melakukannya namun umat Islam dilarang untuk melibatkan diri dalam peribadatan mereka sebab Rasulullah memberikan peringatan bagi orang yang melakukan hal tersebut sudah menjadi bagian dari mereka.
Demikianlah toleransi dalam Islam tidak mencari persamaan setiap agama lalu disatukan dalam kata persaudaraan. Sebagai umat Islam yang cerdas kita harus jeli dan teliti dengan opini yang tengah dilontarkan oleh penjajah Islam sebab semua yang diakukannya hanya untuk menghancurkan umat Muslim. []
Oleh: Putri Cahaya Illahi
Aktivis Muslimah
0 Comments