TintaSiyasi.com -- Astaghfirullahal'adzim, miris sekali! ayah tiri di Sidoarjo mencabuli anak SD atas restu ibu kandung (www.suarasurabaya.net). Kasus ini ibarat bunga gunung es, yang nampak dipermukaan hanya secuil cerita ini, namun fakta di lapangan kasus tersebut lebih banyak lagi. Kasus seperti ini terjadi bukan tanpa sebab tetapi dampak penerapan aturan sekuler kapitalisme yang menjauhkan umat manusia dari agamanya.
Ada beberapa pihak yang bertanggung jawab atas maraknya kekerasan seksual terhadap anak yaitu pertama keluarga. Keluarga saat ini kehilangan fungsi perlindungan, seharusnya keluarga adalah tempat di mana anak dapat berlindung dan aman dari ancaman, namun yang terjadi sebaliknya keluarga saat ini lalai pada fungsi pendidikan, kurangnya perhatian pada nilai dan norma, standar perbuatan baik atau buruk. Keluarga seharusnya menjadi tempat pertama dalam penanaman nilai agama, jika fungsi keagamaan juga diabaikan maka tidak heran jika lahir generasi yang tidak takut melakukan kemaksiatan atau generasi yang tidak takut pada Allah SWT.
Kedua lingkungan masyarakat. Nilai-nilai yang dibentuk masyarakat berpengaruh pada tipe masyarakat. Masyarakat agamis cenderung minim melakukan tindak maksiat karena terdapat bentuk kontrol sosial yang baik. Namun berbeda dengan masyarakat sekuler yang cenderung bebas dan individualis, ketidakpedulian kepada urusan moral dan agama menciptakan masyarakat permisif dan tidak acuh membuat pelaku kejahatan bebas melakukan aksinya.
Ketiga negara. Umumnya peran negara terhadap pelaku kejahatan sebatas pemberi sanksi, maksimal 15 tahun penjara belum mampu meredam kejahatan seksual terhadap anak. Berdasarkan sistem informasi online perlindungan perempuan dan anak (SIMFONI PPA), ada 7.004 kasus kekerasan seksual pada anak di tahun 2021, tidak jauh beda dengan tahun sebelumnya yaitu terdapat 7.191 kasus. Ditambah lagi negara membiarkan masyarakat berhadapan dengan tontonan pornografi dari berbagai media massa terutama internet. Mudahnya masyarakat mengakses situs pornografi tidak segera ditindak tegas, alasannya negara tidak mampu memantau semua situs yang beredar. Sehingga masyarakat dengan mudah membuat konten yang berbau pornografi dan pornoaksi.
Padahal salah satu alasan kekerasan seksual yang terjadi di Sidoarjo maupun di kota lain dikarenakan pelaku sering mengakses situs pornografi. Ini menunjukkan terjadinya kekerasan seksual bersifat sistemis. Keluarga, lingkungan masyarakat, dan negara berkontribusi dalam timbulnya kasus. Namun negara yang memiliki kontribusi besar melalui aturan yang diterapkan. Demokrasi liberal diimplementasikan di negara dalam aturan kehidupan tidak menjadikan aturan Allah sebagai pedoman kehidupan. Tetapi aturan manusia yang diambil dari kesepekatan demi kepentingan tertentu. Pengaturan kehidupan yang memisahkan aturan kehidupan dengan agama melahirkan kebebasan berperilaku. Atas nama seni akhirnya ketelanjangan dibiarkan, atas nama ekonomi minuman miras dilegalkan meskipun secara terbatas. Sehingga membuat masyarakat dengan mudah menyalurkan hasrat seksual dengan salah.
Sementara islam memiliki aturan sempurna dalam mengatasi kasus kekerasan seksual pada anak. Untuk membentuk ketakwaan individu, tsaqafah dasar diajarkan sejak dini melalui sistem pendidikan islam di sekolah-sekolah. Negara juga wajib agar suasana takwa terbentuk di lingkungan masyarakat. Negara membentuk penanaman agama baik dilingkungan sekolah, masjid, dan lingkungan perumahan. Hal ini karena ketakwaan individu merupakan suatu yang utama dalam pembentukan ketakwaan. Individu yang bertakwa tidak akan melakukan kekerasan seksual, apalagi terhadap anak sendiri.
Dalam lingkungan sosial Islam mengantisipasi terjadinya kekerasan seksual dengan mengatur pakaian yang wajib menutup aurat. Islam juga melarang terjadinya ikhtilat atau bercampur baur antara lelaki dan perempuan di kehidupan umum, kecuali di lingkungan pasar, rumah sakit dan pendidikan. Islam juga memudahkan dan membiayai pemuda yang ingin menikah.
Di samping itu dakwah Islam yang dilakukan akan mencetak masyarakat yang bertakwa. Negara mengatur penyebaran media informasi di tengah masyarakat dengan memberikan pendidikan, menguatkan akidah, membentuk nilai moral kemuliaan akhlak dan perbuatan kebaikan, apabila ada yang melanggar maka negara akan menjatuhkan sanksi. Semua pengaturan yang apik ini akan bisa terlaksana dalam sistem Islam secara kaffah.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Sahna Salfini Husyairoh, S.T
Aktivis Muslimah
1 Comments
Naudzubillah miris sekali dampak pengaturan tanpa Islam
ReplyDelete