كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا
Makanlah dari apa-apa yang terdapat di muka bumi yang halal lagi baik
(Q.S. Al-Baqarah: 168)
Demikian salah satu ayat yang memerintahkan kepada kita untuk memakan makanan yang halal. Makanan atau minuman yang halal adalah makanan yang secara syariat telah dibolehkan atau diizinkan oleh Allah SWT untuk memakannya. Kehalalan ini bisa dilihat dari zat dan proses mendapatkannya. Dalam ajaran Islam kehalalan makanan adalah hal yang wajib dilakukan.
Sejalan dengan ayat di atas maka tak salah bila di negara kita Indonesia ada badan khusus untuk memberikan sertifikat halal pada sebuah produk. Yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama.
Peraturan terbaru yang dikeluarkan oleh BPJPH adalah wajib bagi tiga kelompok produk untuk berserikat halal pada Oktober tahun 2024 dan akan memberikan sanksi bila belum bersertifikat halal.
Hal ini sebagaimana dilansir media cnnindonesia.com (08/01/2023), Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menyebut ada tiga kelompok produk yang wajib bersertifikasi halal pada 2024. Jika tidak, Kemenag bakal menjatuhkan sanksi kepada para pelaku usaha yang menjual ketiga produk ini tanpa sertifikat halal.
Tiga produk itu yakni; makanan dan minuman; bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan minuman; serta produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan.
Akan tetapi, kebijakan ini sangat ironis. Satu sisi pemerintah mewajibkan namun sisi lainnya memberikan beban kepada rakyat. Bahkan kebijakan kehalalan ini seperti di kapitalisasi. Sebab untuk mendapatkan sertifikat halal ini harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit.
Kementerian Agama terhitung 1 Desember 2021 mulai memberlakukan tarif layanan Badan Layanan Umum (BLU) Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Aturan ini tertuang dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 141 Tahun 2021 tentang Penetapan Tarif Layanan BLU BPJPH dan Peraturan BPJPH Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pembayaran Tarif Layanan BLU BPJPH. (Kemenag.co.id, 26/03/2022)
Diungkapkan oleh Mastuki (Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal pada BPJPH) biaya permohonan sertifikat halal barang dan jasa milik UMK adalah Rp300.000,00 ditambah biaya pemeriksaan kehalalan produk UMK oleh LPH maksimal sebesar Rp350.000,00. Sehingga total biayanya adalah Rp650.000,00. (Kemenag.co.id, 26/03/2022)
Berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam tugas untuk mengawasi produk adalah pemerintah. Pemerintah akan melakukan pengecekan kehalalan dengan mudah dan gratis. Sebab penguasa dalam Islam adalah pengurus urusan rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.
Selain itu, dalam sistem Islam negara atau penguasa haram hukumnya melakukan berbagai pungutan yang tidak sesuai dengan hukum Syara’. Termasuk pungutan dalam melakukan level halal. Sebab ini adalah sudah menjadi tugas dan tanggungjawab negara
Sistem Islam pun memiliki pilar yang cukup kuat. Pertama, ketakwaan individu. Bagi individu yang memiliki keimanan dan ketakwaan tentunya tidak akan memproduksi barang yang haram atau ada unsur penipuan. Dikisahkan bahwa ketika masa Khalifah Umar bin Khattab. Ada seorang bapak yang ingin mencampur susunya dengan air supaya mendapatkan keuntungan besar. Akan tetapi, hal itu diingatkan oleh sang putrinya. Bahwa meski Umar bin Khattab tidak mengetahui perbuatan mereka, tetapi Tuhannya Umar bin Khattab akan mengetahui. Setelah diingatkan mereka pun tidak jadi mencampur susu dengan air.
Kedua, kontrol masyarakat. Ibarat penyakit bila dibiarkan akan menyebar. Maka dalam masyarakat Islam setiap kejahatan atau kemaksiatan yang dilakukan akan diingatkan oleh setiap warganya. Sebab jika tidak, akan menyebar bahkan mewabah. Masyarakat Islam akan saling mengingatkan supaya kejahatan atau keburukan tidak menyebar.
Ketiga, pemerintah atau penguasa yang menerapkan aturan Islam. Selain menjamin terhadap kehalalan suatu produk. Penguasa juga akan memberikan sanksi yang sangat tegas bagi pelaku. Khalifah akan memberikan sanksi berupa tajir. Bisa berupa kurungan penjara, denda dan lain sebagainya. Semuanya dilakukan dalam rangka memberikan efek jera.
Wallahu’alam bish-showab
Oleh: Verawati S.Pd
Pegiat Literasi
0 Comments