TintaSiyasi.com -- Dilansir dari Beritasatu (7/1/2023), kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (kemenag) Aqil Irham menegaskan, berdasarkan UU No 33 Tahun 2014 Bahwa, pada 2024 mendatang produk-produk wajib sertifikasi halal.
Kewajiban sertifikat halal ini, diberikan tahapan waktu sampai 17 Oktober 2024. Setelah waktu yang ditetapkan berakhir, maka tiga jenis produk ini wajib bersertifikat halal. Produk tersebut antara lain: makanan dan minuman; bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan minuman; serta produk hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan.
Jika ketiga jenis produk tersebut tidak bersertifikat halal. Maka, dilarang beredar dalam masyarakat, serta akan mendapat sanksi bertahap berupa peringatan tertulis, denda administratif, sampai pada penarikan barang dari peredaran. Bila masih diedarkan.
Memang benar bahwa, BPJPH menyediakan fasilitas satu juta sertifikat halal secara gratis. Melalui Program Sertifikasi Halal Gratis (Sehati). Fasilitas ini diperuntukan bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK). Dengan mekanisme pelaku usaha mengurus permohonan, yang akan dikenakan tarif layanan yang tidak murah tentunya. Dimulai dari biaya pendaftaran, kelengkapan dokumen, pemeriksaan kehalalan produk, penetapan kehalalan produk, sampai pada penerbitan sertifikat halal.
Sertifikat halal sebenarnya, sudah menjadi tanggung jawab negara, sebagai pelayanan melindungi rakyat dengan menerapkan syariat, serta menjaga kemurnian suatu produk. Jika mekanisme jaminan kehalalan produk adalah berupa sertifikat. Maka, negara layak memberikan pelayanan secara gratis. Serta negaralah yang seharusnya aktif mengawasi kehalalan produk yang beredar dalam masyarakat.
Jadi, yang menjamin urusan sertifikat halal adalah negara, bukan rakyat yang dimanfaatkan dan disusahkan. Tugas rakyat jika menjadi produsen adalah, hanya membuat produk-produk halal.
Namun, apa mau dikata, beginilah cerminan buruk sistem kapitalis di negeri ini. Suatu sistem yang menjadikan manfaat sebagai asasnya. Sehingga, lagi-lagi rakyat yang jadi korban. Rakyat yang sudah terbebani dengan biaya pajak, mengurus surat menyurat, perizinan dan lain-lain. Ditambah lagi harus mengurus sertifikat dengan biaya yang tidak sedikit pula.
Mekanisme yang diterapkan sistem di negeri ini terbilang rumit, mengapa? Karena, seolah-olah produk yang tanpa sertifikat adalah produk haram. Padahal tidaklah demikian, bisa jadi produk tersebut halal hanya saja tak bersertifikat. Misalnya, pedagang bakso, gorengan, warung makan dan lain-lain. Apakah ketika kita membeli nasi goreng didekat rumah tempat tinggal kita yang tidak bersertifikat, lantas makanan itu tidak halal. Tidak juga kan?
Hal ini, tentu berbeda dalam pandangan Islam. Untuk mengatasi masalah kehalalan, negara Islam menugaskan seorang kadi _hisbah_ untuk mengawasi pada setiap pasar-pasar, pabrik, gudang bahan pangan, serta tempat- tempat pemotongan hewan. Para kadi ini akan terus mengawasi produksi, distribusi suatu produk serta memastikan kehalalan, memberantas segala bentuk kecurangan. Dengan demikian hanya produk-produk halal sajalah yang beredar dalam masyarakat.
Dengan adanya jaminan seperti itu, maka rakyat tentu akan merasa tenang dan aman dalam mengonsumsi produk. Tidak harus melihat dulu apakah produk tersebut halal atau haram, karena negara sudah menjamin kehalalannya. Jadi, saat ini, masyarakat sangat membutuhkan sitem yang paripurna, dimana dalam sistem tersebut, kepala negara benar-benar bertugas melayani rakyat.
Tidak lain, aturan yang mengikat secara menyeluruh itu hanya ada dalam sistem negara Islam (Daulah Islamiyyah). Aturan yang dipakai bersumber dari wahyu Allah Swt. Bukan aturan yang dibuat manusia yang senantiasa berubah-ubah, penuh kontradiksi, juga dapat merugikan dan menyusahkan rakyat.
Jika aturan Islam diterapkan. Maka, tidak akan ada lagi rakyat yang merasa disusahkan dan terbebani oleh waktu juga biaya untuk mengurus administrasi yang dinilai rumit. Juga pelaku usaha akan tenang menjalankan aktivitasnya, rakyat sebagai konsumen akan merasa aman dari produk haram. Saatnya beralih pada aturan Islam yang jelas, dengan meninggalkan aturan kufur yang menyengsarakan rakyat. []
Oleh: Mariyam Sundari
Pendakwah Pena
0 Comments