TintaSiyasi.com -- Akhir-akhir pengajuan dispensasi nikah dikalangan pelajar menjadi marak. Tidak hanya satu, dua daerah namun beberapa daerah. Ditambah jumlah pelajar yang mengajukan dispensasi dibilang sangat banyak. Ada apa dengan generasi saat ini? Mengapa ramai-ramai mengajukan dispensasi nikah? Benarkah mereka sudah siap menikah?
Padahal sudah sangat jelas aturan menikah dalam undang-undang Pasal 7 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pihak pria sudah mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun.
Sebagaimana yang dilansir dari Tempo.co (16/1/2023) Ratusan siswi di Ponorogo, Jawa Timur mengajukan dispensasi nikah karena hamil di luar nikah. Mereka mengajukan dispensasi nikah karena tergolong usia di bawah umur.
Mirisnya, dispensasi menikah tidak hanya terjadi di daerah Ponorogo. Dilansir antaranews.com (13/1/2023) Pengadilan Agama Kabupaten Batang, Jawa Tengah, selama 2022 menerima 380 permohonan dispensasi nikah dari masyarakat, angka ini meningkat hampir 400 persen dibanding tahun 2021 sebanyak 73 permohonan.
Menjamurnya dipensasi nikah diakibatkan karena hamil diluar nikah. Sebagaimana dilansir dari radarsemarang.id (30/12/2019) Ketua Pengadilan Agama Kota Semarang Anis Fuadz mengakui, sejak diberlakukan UU Perkawinan, permintaan dispensasi kawin meningkat dua kali lipat. Hamil sebelum nikah menjadi alasan paling banyak bagi pasangan yang mengajukan nikah dini.
Betapa sempurnanya pikiran mereka yang ada di isi kepalanya hanya berhubungan badan. Apakah tidak memikirkan masa depan cerah? Bagaimana membalas Budi orang tua, dan lain sebagainya.
Tentu saja hal ini menunjukkan generasi semakin rapuh. Apakah dengan pengajuan dispensasi menikah dapat menyelesaikan problematika hidup? Tentu saja tidak.
Yang ada semakin melanggengkan pintu kemaksiatan. Adanya fenomena ini dikarenakan beberapa faktor. Pergaulan bebas, kemudahan mengakses video porno, menjamur pacaran di kalangan anak usia dini dan lainnya.
Sebagai yang diketahui menikah adalah ibadah. Bagaimana bisa dikatakan ibadah jika sejak awal hubungan pria dan wanita dimulai dengan jalan zina. Bukan ridha Allah yang diraih melainkan azabNya.
Di sinilah sangat dibutuhkan peran orang tua, lingkungan, dan negara untuk melindungi generasinya dari bahaya liberalisme.
Liberalisme sikap yang tidak ingin diatur, baik dengan aturan Allah ataupun aturan manusia. Mereka ingin hidup bebas dan semaunya, melakukan apapun asalkan tidak merugikan orang lain. Inilah yang digencarkan Barat untuk merusak pemuda Muslim.
Barat tidak rela jika pemuda hari ini mengkaji Islam kaffah. Karena hal itu akan membahayakan hegemoni sekularime kapitalistime di negeri-negeri kaum Muslim.
Oleh karena itu Barat membuat berbagai macam cara untuk menjauhkan pemudanya alergi dengan ajaran Islam kaffah. Padahal sejatinya jika pemuda hari ini mengkaji Islam kaffah bukan hanya bermanfaat bagi dirinya tetapi bagai umat Islam.
Pemuda adalah penerus peradaban jika pemudanya rusak, rusak pula peradabannya. Tidakkah kita jengah dengan kehidupan yang rusak ini? Sudah saatnya kita kembali ke sistem Islam. Hanya Islam yang mampu menyelesaikan problematika hidup.
Oleh: Alfia Purwanti
Analis Mutiara Umat Institute
0 Comments