Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sekularisme Sempitkan Fungsi Masjid


TintaSiyasi.com -- Pernyataan Wakil Presiden Ma'ruf Amin menuai kritik masyarakat lantaran ia mengungkap bahwa masjid harusnya bebas dari kepentingan politik maupun lainnya. Ia melanjutkan, masuknya kepentingan politik di masjid menyebabkan perpecahan di tempat ibadah dan sekitarnya (harianaceh.co.id, 8 Januari 2023).

Pernyataan Ma'ruf ini selaras dengan imbauan Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi DKI Jakarta KH Samsul Ma’arif. Adalah bahwa pimpinan partai politik, calon kepala daerah maupun calon legislatif untuk tidak menggunakan tempat-tempat ibadah sebagai sarana berkampanye. Pasalnya, ini melanggar peraturan yang ada (voi.id, 6 Januari 2023).

Begitulah sekularisme, akidah yang dianut kapitalisme, sistem yang diadopsi negeri ini. Sekularisme diartikan sebagai pemisahan agama dari kehidupan. Lantaran menjadi landasan, semua turun-temurunnya pun membebek. Adalah termasuk masjid, dimarginalkan perannya hanya sebatas dalam ranah privat, dimarginalkan hanya untuk tempat shalat semata.

Pernyataan-pernyataan semisal yang dipaparkan di atas jelas mengamputasi Islam. Larangan membicarakan urusan lain termasuk politik di masjid jelas menyempitkan fungsi masjid dan berusaha menjauhkan umat dari politik (sebagaimana makna politik dalam Islam) seolah umat Islam dan politik adalah dua hal yang tidak bisa bersentuhan.

Padahal sebagai muslim, mestinya mencontoh yang dilakukan Rasulullah SAW. Apabila kita menengok ke belakang, pada masa kaum muslim hidup dalam naungan negara berakidah Islam, masjid tidak pernah dimarginalkan peran dan fungsinya. Selain sebagai tempat shalat, masjid merangkum berbagai peran lainnya.

Masjid di masa Rasulullah SAW menjadi pusat berbagai kegiatan. Adalah seperti pendidikan di mana Rasulullah SAW menyampaikan ajaran Islam, nasihat dan pidatonya kepada umat Islam serta melaksanakan kajian. Di sini juga beliau bertindak sebagai hakim yang memutuskan ragam persengketaan di kalangan umat, bermusyawarah dengan para sahabat, bahkan mengatur siasat perang dan siasat bernegara. Ringkasnya, justru menjadi basis berbagai urusan.

Jika menyelisik pernyataan Wapres terkait kekhawatiran terpecah belahnya umat akibat masjid dijadikan tempat untuk kegiatan politik, hal ini karena sempitnya pemahaman umat Islam hari ini terkait politik itu sendiri. Di mana politik yang dipahami tidak semakna dengan yang Islam ajarkan. Umat Islam justru memahami politik selaras yang dipahami kapitalisme, membentuk parpol, bersaing untuk menduduki kursi.

Tanpa kita kaji lebih jauh fakta ini, kita bisa tarik benang merah, bahwa ragam parpol dalam politik ala kapitalisme jelas membuat umat terpecah. Contoh paling ril adalah saat pesta lima tahunan demokrasi, suhu di tengah masyarakat cenderung memanas karena beda jagoan politisinya. Bahkan nahasnya, kondisi tersebut bertahan hingga jauh hari.

Pun walau parpolnya berlabel Islam sekalipun tetapi karena telah digembleng kapitalisme, yang mengejar kepentingan diri dan golongan bukan kepentingan umat secara keseluruhan, umat hakikatnya sudah terpecah belah. Sehingga, kekhwatiran Wapres jelas keliru, sebab ancaman terpecah belahnya umat sudah muncul tatkala partai Islam bukan partai ideologis Islam.

Dengan demikian, perlu digarisbawahi beberapa hal penting. Adalah pertama, bahwa sekularisme jelas menyempitkan fungsi masjid. Kedua, kekhawatiran akan terpecah belahnya umat karena adanya kegiatan politik di masjid adalah karena pemahaman politik umat yang salah. Ketiga, politik dalam Islam sejatinya adalah pengaturan segenap urusan umat.

Oleh karena itu, untuk mewujudkan masjid yang multifungsi yang tak disempitkan dengan adanya sekularisme serta umat yang bersatu, jalan satu-satunya adalah mengganti sekularisme dengan akidah Islam.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Khaulah
Aktivis Back to Muslim Identity
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments